#14

155 14 0
                                    






Alana diam mematung begitu ia sampai di depan pintu. Tatapannya bingung melayang pada handle pintu di hadapannya. Pikirannya benar-benar ambivalen. Apakah ia harus melanjutkannya, atau dia lebih baik pulang saja.

Hujan deras turun dibelakangnya. Jam di tangannya menunjuk pukul delapan malam.

Perasaan tak kuat dominan teraduk dalam dadanya. Semakin ia menahannya, bayang-bayang penyesalan pasti datang dan menghujamnya. Tapi di lain sisi, dia masih belum siap untuk menghadapinya. Ini masih terlalu awal untuk dirinya menumpu resiko.

Tangisan sempat keluar dari matanya. Pandangan matanya menunduk. Dua perasaan di dalam sana benar-benar sedang berperang. Dengan gerakkan yang perlahan, tangan kanan Alana terangkat tapi bergetar hebat. Butuh waktu sampai ia berhasil memegang handle pintu.

Gadis itu menahan dadanya yang malah terasa sakit. Sampai ketika perasaan yang tak kuat memenangkan peperangan di dalam sana. Gadis itu membuka pintu kaca itu dengan gerakkan yang mantap.

Bibrinya pelan-pelan mengucap, "K-Ka-Kakak, m-maafkan aku...."

Pada akhirnya tubuh Alana masuk lebih dalam ke kantor polisi tersebut untuk menyerahkan diri.

∞∞∞

Euan melangkah tanpa arah. Hujan deras turun menghantam tubuh Euan. Laki-laki itu berjalan dengan langkah yang lambat serta tatapan yang kosong. Beberapa pejalan kaki sempat melihatnya aneh, karena berjalan tanpa menggunakan payung dengan langkah yang santai.

Pandangan Euan menunduk. Tangisan masih membekas keluar. Pikirannya berantakan. Warna wajahnya pucat pasi. Intinya, laki-laki itu sedang dalam keadaan yang hancur.

Hidup benar-benar mempermainkannya. Kadang kala ia terdiam, hanya untuk mendongak lalu membiarkan air hujan menusuk wajahnya. Kenapa Euan tidak bisa mendapatkan hidup yang nyaman. Porsi yang di dapat Euan tak adil. Punya keluarga yang hancur cukup membuat laki-laki itu frustasi.

Kehilangan pekerjaan, punya ibu yang selingkuh dan meninggalkannya, ayah psikopat yang menjual kakaknya, lalu tak mendapatkan sambutan baik tentang perasaannya pada Alana. Ini lebih dari cukup untuk membuktikan pada Tuhan bahwa Euan layak untuk mengadu.

Tangis air mata kembali keluar sejalan dengan air hujan yang deras menurun.

"Pencuri!" seseorang berteriak dari dalam outlet makanan. Sejalan dengan teriakkan itu Euan melihat seseorang tengah berlari keluar dari outlet. Menatap lebih teliti, Euan mendapatkan sesuatu yang mengejutkan.

Orang yang berlari itu ternyata adalah orang yang sama dengan pria yang waktu itu mencuri di distro. Pria tersebut adalah alasan dimana Euan dipecat dari pekerjaannya. "Ternyata dia memang pencuri!"

Euan tidak ingin berpikir banyak, jadi ia langsung mengejar pencuri tersebut. Orang-orang yang lain menatap pada keduanya. Meski sekarang hujan lebat sedang turun, Euan tetap memaksakan kakinya untuk mengejar keparat itu.

"Berhenti, brengsek!" Euan berteriak. Pencuri di depan sana menyadarinya, jadi ia sempat menoleh ke belakang.

"Sialan, kenapa bocah itu ada di sini," ucap Taiga. Ia menambah kecepatannya.

Euan yang masih belum menyerah juga mempercepat langkah kakinya.

Taiga melihat ada gang kecil, jadi dia langsung berbelok. Melihat ada tempat sampah, Taiga langsung mengambilnya dan melemparnya ke belakang untuk memperlambat langkah Euan.

Euan yang melihatnya langsung saja mengikuti. Laki-laki itu sempat menabrak tempat sampah yang dilempar Taiga, tapi Euan bangkit lalu melanjutkan larinya.

Life of NOSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang