Note: Sebelumnya maaf karena part ini aku re-publish, karena bagian akhir ada yang kepotong. Baru sadar , jadi baru bisa re-publish. Temen-temen bisa dibaca lagi ya yang bagian akhirnya. Makasih
"Jadi kau kakaknya?" Nosa mengangguk. "Aku ke sini ingin menemuinya. Tenanglah, aku tidak akan membawanya. Aku cuman ingin berbicara dengannya sebentar saja," jawab Nosa.
Wanita berkacamata di hadapan Nosa agak skeptis untuk mengiyakan apa yang Nosa minta. Melihat hal itu, Nosa langsung menyerahkan kartu nama Ibunya. "Entah ini bisa jadi bukti atau tidak, yang jelas aku anaknya Ibu Bertha juga."
Wanita itu meraih apa yang diberikan Nosa. Butuh sekitar sepuluh detik hingga sang wanita mendongak lalu berucap, "Baiklah, aku akan memanggilnya."
Begitu sang wanita itu beranjak, Nosa langsung memencarkan pandangannya ke sekelilingnya. Ruangan penuh warna lalu ada tiga meja bulat lebar di tengah-tengah. Peralatan tulis penuh warna, dan tempelan gambar-gambar tangan di dinding belakang. Nosa tersenyum kecil lalu berucap, "Ternyata dia masih di taman kanak-kanak."
Beberapa menit kemudian, pintu ruangan terbuka. Pandangan Nosa langsung saja mendarat pada sosok kecil yang berada disamping wanita itu tadi. "Ifeloa, ini kakak yang ingin menemuimu."
Dua mata kecil Ifeloa lalu mengarah dan bertemu dengan pandangan Nosa. Nosa menampilkan senyum sehabisnya. Gadis kecil dengan kulit seputih susu, pula rambut hitam yang bergelombang, membuat Nosa teringat akan seseorang. Dia bahkan jauh lebih mirip dengan Ibu ketimbang aku," gumam Nosa dalam hati.
Raut Ifeloa nampak ketakutan karena tidak mengenal Nosa, jadi gadis kecil itu bergerak bersembunyi di belakang kaki Ibu gurunya.
Tahu akan kehadiran rasa takut Ifeloa, Nosa mencoba berucap pelan. "Ifeloa, tenanglah. Aku bukan orang yang jahat, kemarilah."
"Ifeloa, tidak usah takut. Kakak cuman ingin berbicara denganmu." Guru Ifeloa mencoba memberikan kesan yang nyaman pada gadis kecil itu. Sampai ketika rasa takut Ifeloa memudar, wanita itu bersuara, "Akan kutinggal sebentar. Kalian bicaralah."
Nosa mengangguk, "Terima kasih." Lalu wanita itu pergi beranjak meninggalkan keduanya.
"Ifeloa, sini." Nosa menyuruh gadis kecil itu mendekat karena ia masih saja berdiri di dekat pintu.
Ketika itu tidak berhasil, Nosa meraih sesuatu dari kantung hoodienya. "Ifeloa suka mana? Yogurt atau permen?"
Ifeloa melangkah mendekat. Lalu ia meraih yogurt, "Ibu bilang pelmen tidak bagus untuk gigi. Jadi aku pilih yogult kalena itu lebih sehat."
Nosa tersenyum. Namun selanjutnya ia melihat Ifeloa bimbang melihat yogurt di tangannya. "Ada apa?" tanya Nosa.
"Umm... Ibu bilang aku tidak boleh menelima pembelian olang lain. Tapi..."
"Tapi kenapa?"
"Aku haus." Nosa kembali tersenyum. "Kau boleh meminumnya. Walaupun aku orang asing bagimu. Tapi, aku bukan orang jahat."
Ifeloa tersenyum lalu meminum yogurtnya. "Paman ini siapa?"
Nosa agak tersentak begitu Ifeloa memanggilnya paman. "Aku? Aku ini..." Nosa menggantungkan ucapannya, merasa bahwa masih terlalu awal untuk menjelaskan dirinya siapa.
"Aku akan memberitahumu lain kali okey? Omong-omong Ifeloa tahu ini siapa?" Nosa menyerahkan kartu nama Ibunya pada Ifeloa.
"Oh? Kenapa ada Ibuku di sini?" Mata Ifeloa mendongak ke arah Nosa. "Apa paman ini teman Ibu?"
Timbang menjawab pertanyaan Ifeloa barusan, Nosa lebih memilih melempar pertanyaan lagi. "Aku ingin tanya, apa ini Ibu kandung?"
"Tentu saja. Aku anak kandung." Sesekali gadis itu meneguk minumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life of NOSA [END]
Science FictionNosa menaruh curiga pada tubuhnya. Hal itu berangkat dari sepenggal ingatan yang terpatri permanen di dalam otaknya. Ingatan-ingatan itu terkadang muncul mengambil alih seisi kepala, menjadikannya bukan lagi sosok Nosa yang dikenal. Meskipun baru be...