Keesokkan harinya, begitu bel pulang sekolah berbunyi nyaring di hari itu, Alana kembali melakukan rutinitasnya di depan kelas Euan. Lagi-lagi dengan pola yang sama, gadis itu kembali mengintip dari jendela. Begitu ia melihat Euan di tempat duduk ia tersenyum kecil.
Namun kali ini, hal yang berbeda ada pada Euan. Jika biasanya Euan keluar paling terakhir, hari ini bahkan ketika seluruh murid sudah menghilang, laki-laki itu belum juga keluar. Alana bingung ketika ia tidak melihat sosok Euan keluar dari dalam kelas. Karena penasaran, Alana mencoba mengintip dari pintu depan. Benar saja, Euan masih di tempatnya. Kali ini laki-laki itu menyembunyikan wajahnya di atas meja.
"Euan?" ucap Alana begitu sudah mendekati temannya itu.
"Hmmm...," timpal Euan. Terdengar tidak bersemangat.
Alana bingung tentang perubahan sikapnya, jadi ia menarik kursi dan duduk di depan meja Euan. "Kau kenapa?"
Euan hanya menggeleng. "Apa kau sakit?"
Euan menggeleng lagi. Alana menghela napas, bingung tentang apa yang terjadi. "Ada apa? Tidak mau cerita?"
Lagi-lagi laki-laki itu menggeleng. Alana kembali menghela napas berat. Ia melirik ke arah jam dinding. "Ayo kita bareng lagi ke tempat kerja."
Begitu Alana berucap begitu, Euan mengangkat wajahnya. Meskipun tidak terlihat sakit, tapi wajah Euan sedikit terlihat pucat tak bersemangat.
"Aku hari ini tidak kerja."
"Kenapa?"
"Dan seterusnya juga." Euan menyenderkan punggungnya di bangku, kemudian memejamkan matanya.
"Ada apa?"
"Aku diberhentikan."
Alana membulatkan pandangannya. "Apa?! Tapi kenapa?"
Euan tidak langsung menjawab. Memilih diam di posisinya saat ini. Ketika semenit berlalu, ia kembali menegakkan tubuhnya. "Kemarin ada orang yang mencuri jaket ekslusif distro, dan itu terjadi karena aku lalai."
Alana kaku di tempatnya. Pandangannya benar-benar membulat. "J-jadi benar dia yang melakukannya." Alana tak sadar gumamannya masih bisa terdengar.
"Apa? Siapa dan melakukan apa?"
Alana sadar, Euan mendengarnya. Jadi gestur Alana mulai terlihat salah tingkah. "O-Oh t-tidak, bukan apa-apa."
Euan menghela napas, lalu kembali menenggelamkan wajahnya. Alana terdiam, bagaimanapun Euan kehilangan pekerjaannya karena ulah Taiga. Ia mengutuk kakaknya sendiri kemudian, dan untuk bagaimanapun Alana punya perasaan bersalah setelahnya.
"Apa kau tidak pulang?"
Euan menggeleng. "Nanti saja. Kau kalau mau pergi duluan pergi saja."
Alana menghela napas. Jujur, ia iba melihat ke arah Euan. Laki-laki itu yang membantunya menemukan pekerjaan, lalu sekarang dia sendiri kehilangan pekerjaannya. Dan itu karena ulah Taiga.
"Dia benar-benar keterlaluan."
∞∞∞
Siang itu, bukannya langsung pergi ke rumah makan tempat ia bekerja, Alana malah kembali ke rumahnya. Ia hanya ingin minta pertanggung jawaban apa yang dilakukan Taiga pada Euan. Panas terik kala itu benar-benar menyengat, makin mematik amarah Alana.
Begitu ia membanting pintu depan, sorot berapi Alana langsung bertemu dengan kakaknya yang kini tengah menonton TV.
"Sialan, buat apa kau membanting pintu?!" Umpat Taiga.
Alana berdecih lalu melangkah mendekat. "Kau brengsek! Apa yang kau lakukan?!"
"Agh! Kau berisik sekali." Taiga mencoba tak mengindahkan dan hanya lanjut menonton TV sembari memegang remote di tangan kanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life of NOSA [END]
Ficção CientíficaNosa menaruh curiga pada tubuhnya. Hal itu berangkat dari sepenggal ingatan yang terpatri permanen di dalam otaknya. Ingatan-ingatan itu terkadang muncul mengambil alih seisi kepala, menjadikannya bukan lagi sosok Nosa yang dikenal. Meskipun baru be...