2. Run

516 131 179
                                    

"Siapa kau?"

Manik mata Stella menatap tajam ke arah lelaki yang masih memerlihatkan seringaian mengerikan. Stella harus menunjukkan seluruh keberanian yang ia miliki sekarang. Begitu ketakutannya terdeteksi oleh tiga lelaki di dekatnya, maka sudah dapat dipastikan dia akan menjadi makanan empuk bagi para lelaki misterius itu.

"Jangan memandangiku seperti itu. Kau semakin terlihat cantik," ujar lelaki di depan Stella seraya merapikan anak rambut Stella ke belakang telinga.

"Aku tidak punya uang dan kau sedang sial karena menangkap seorang wanita yang tak punya apa-apa sepertiku," ucap Stella dan berusaha memberontak lantaran merasakan sentuhan halus di leher jenjangnya.

"Justru kami sangat beruntung menemukan wanita sempurna seperti dirimu," timpal Bob sembari membuka ikatan erat pada lengan Stella.

Stella seharusnya sangat bahagia mendengar kalimat memuja yang ditujukan untuk dirinya. Namun sayang, kalimat itu meluncur dari mulut lelaki yang mungkin seumuran dengan ayahnya dan juga pada kondisi yang sangat tidak tepat.

"Yang kami butuhkan hanya tubuh indahmu, Sayang." Saat itu juga Stella bergidik ngeri mendengar ujaran yang sangat tidak pantas keluar dari mulut lelaki yang masih tidak dia ketahui identitasnya.

Harry menghela napas sebentar. Dia sudah sangat hapal dengan kelakuan dua teman kerjanya itu. "Transfer secepatnya, Brian." Harry pergi begitu saja. Tujuannya selalu sama, yaitu tempat di mana beberapa wanita tanpa harga diri di kelilingi oleh banyak lelaki di ruangan temaram yang penuh dengan bau alkohol bercampur asap rokok yang menyeruak di seluruh ruangan.

Sesaat setelah membuka pintu, dentuman musik yang memekakkan pendengaran menyapa Harry. Seperti biasa, tatapan menggoda selalu diterimanya dari wanita-wanita yang haus akan sentuhan para lelaki, sebagian yang lain terpaksa melakukannya lantaran itu adalah pekerjaan dari Brian. Namun, ada juga yang memandanginya dengan tatapan tajam. Harry ingat beberapa dari mereka adalah wanita yang dirinya bawa sendiri.

"Ingatlah Harry! Perbuatanmu akan mendapatkan karma, Bajingan!"

Harry mendengus lalu seringaian terpatri di wajahnya. "Kau semakin kurus, Maria. Makanlah, jangan sampai kau tidak mempunyai tenaga melayani mereka." Setelah mengatakan itu, dirinya berlalu untuk duduk di kursi bar.

Lagi-lagi Harry menghela napasnya. Tidak ada lagi seringaian, hanya ada mata yang kosong dengan bibir yang melengkung ke bawah.

"Ingat kalau semua ini bukan kemauanmu, Harry. Jangan bersedih," ucap seseorang yang tengah menuangkan cairan biru muda ke gelas berbentuk kerucut ke bawah dengan tangkai pendek.

"Aku menghancurkan hidup mereka, Sam." Harry meminum segelas koktail dengan sekali teguk. Rasa asam, pahit, dan manis langsung menyapa kerongkongannya yang kering.

Samuel tidak bisa berkata-kata lagi. Percuma saja dia menghibur sahabatnya itu, tetap saja Harry akan berakhir dengan kehilangan kesadaran sambil meracau meminta maaf.

Tiba-tiba suara tembakan mengejutkan semua orang. Wanita-wanita yang sebelumnya meliukkan tubuhnya seketika berjongkok sambil menutup telinga mereka, sedangkan sebagian para lelaki dengan refleks mengeluarkan senjata dari saku mereka dan yang lainnya terlihat santai dan tampak tidak peduli.

Harry terpaku di tempat duduknya dan membiarkan wanita yang baru dibawanya beberapa menit yang lalu melintas dengan berlari sekuat tenaga ke arah belakang yang terdapat pintu keluar dari kelab malam itu.

"KEJAR DIA, HARRY!"

Teriakan Bob dan Brian berhasil menyadarkan Harry dari keterkejutannya. Langsung saja dia beranjak keluar mengejar Stella yang masih kelihatan punggungnya. Dua lelaki penjaga pintu masuk juga terlihat tengah mengejar Stella.

Kaki panjang Harry melangkah dengan sekuat tenaga, berusaha mengejar mangsanya yang baru pertama kalinya dapat melepaskan diri. Harry tidak tahu bagaimana cara Stella mengalahkan Bob dan Brian yang memiliki otak genius. Satu kesimpulan, yaitu Stella tak kalah genius dari dua orang itu.

"Biar aku yang mengejarnya," ujar Harry memberitahu dua lelaki yang tampak sudah sangat kelelahan berlari.

Harry akui jika Stella adalah wanita dengan larian tercepat dari korban-korbannya yang lain. Sebelumnya, Stella tidak berlari sekencang ini. Datang dari mana tenaganya? Entahlah. Keadaan darurat memang bisa membuat seseorang melakukan lebih dari yang biasa dapat dilakukan.

Tidak ada gang-gang kecil di daerah dekat klub, sebab klub ternama seperti Only1 terletak di pusat kota New York yang di kelilingi dengan bangunan-bangunan bertingkat. Stella tidak sempat memikirkan ke arah mana dia harus melangkah, ditambah dengan kegelapan yang disinari lampu-lampu jalan yang tidak begitu terang. Pikirannya hanya dipenuhi dengan kegusaran mendengar langkah kaki lelaki di belakangnya yang semakin mendekat.

"Berhenti atau aku akan menembakmu!" Harry mengambil semuah pistol dari saku dalam jasnya. Stella tampak tidak peduli dengan ancaman itu. Tidak ada cara lain, Harry mengarahkan senjatanya ke arah lengan Stella.

DOR!

Stella memekik setelah merasakan sakit di lengan kiri akibat peluru yang menggores kulitnya. Ia terduduk sambil memegang lengan yang mengeluarkan cairan merah.

"Sudah kukatakan untuk berhenti," ucap Harry dengan wajah datarnya.

"Kumohon, lepaskan aku." Stella berusaha berdiri dan ingin kembali berlari, namun pergelangan tangan kirinya dipegang erat oleh Harry.

"Percuma saja kau memohon padaku," ujar Harry sambil menarik paksa Stella untuk kembali ke kelab.

Stella bertahan dengan menguatkan pijakan kakinya. "Aku akan mempunyai bekas luka, tidak akan ada yang berminat padaku. Kumohon, lepaskan aku." Tangan yang sebelumnya menutupi luka, sekarang berpindah ke tangan yang menariknya paksa. Stella dengan sisa tenaga yang ia miliki, berusaha melepaskan jari-jemari lelaki yang dia ketahui bernama Harry, namun percuma saja. Tenaganya memang tak sebanding dengan Harry.

"Itu urusanmu dengan Brian. Tugasku hanya membawamu kembali kehadapannya."

"A-aku tahu kau orang baik ... Harry."

Saat itu juga Harry bergeming di tempatnya berdiri. Hatinya menghangat hanya karena sebuah kalimat yang dilontarkan oleh seorang wanita yang dikenalnya sebatas seorang mangsa. Harry benci dengan jantungnya yang berdegup kencang tanpa dia mau.

"Hentikan omong kosongmu!" bentak Harry dan membuat Stella terkejut.

"A-aku-"

"Jangan bicara lagi!" potong Harry. Emosinya seketika memuncak.

"Ka-kalau begitu, tolong lepaskan aku." Stella tidak menyerah begitu saja, apapun harus dia lakukan untuk melarikan diri dari Harry.

Sungguh sebuah keajaiban lelaki dengan wajah yang memerah itu melepaskan pergelangan tangan Stella begitu saja. Harry membelakangi Stella tanpa bergerak sedikit pun.

"Pergilah!"

Tanpa berpikir panjang, Stella berlari menjauhi Harry yang masih terpaku di tempatnya. Tak lama, senyuman tulus terbit di sudut bibir lelaki itu. "Terima kasih karena kau menganggapku orang baik." Dia pun berjalan kembali ke kelab dengan tangan yang diletakkan di dalam saku celana.

Memakan waktu sekitar 15 menit untuk Harry sampai ke tempat yang kembali riuh dengan dentuman musik. Selama itu juga dia menyiapkan fisik dan mental untuk menghadapi Brian yang pastinya akan memarahinya lantaran tidak dapat menangkap Stella.

Sebelum Harry masuk ke ruangan bertuliskan 'Boss' di pintunya, dia menarik napas dalam dan mengeluarkannya dengan perlahan. Harry berhasil membuka pintu itu, namun ia termangu dan tidak melangkah untuk masuk.

Rahangnya mengeras diiringi dengan tangan yang terkepal kuat ketika manik matanya menangkap sosok wanita yang beberapa menit yang lalu dia biarkan pergi begitu saja.

"Kenapa? Kau terkejut melihat mangsa yang kau lepas tiba-tiba ada di sini?" ucap Brian dengan wajah pongahnya.

He is Dangerous ||KTH||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang