Ruangan yang sebelumnya dipenuhi dengan suara menggelegar seseorang, kini telah hening sepenuhnya. Sinar mentari kuning keperakan menerpa wajah seorang lelaki pemilik ruangan hingga matanya setengah memicing. Tidak merasa terganggu dengan silaunya mentari sore, dirinya duduk diam di kursi kebesarannya sembari menikmati langit yang akan berubah menjadi hitam gelap.
Kepulan asap rokok menemani lelaki pemilik mata hitam gelap itu. Sesekali embusan napas kasar ia lakukan, kemudian mengacak rambut berpotongan soft side parting cokelat tua miliknya. Jas yang awalnya membaluti tubuhnya dengan rapi, sudah ia sampirkan ke kursi tempatnya duduk dan kini kemeja putihnya telah digulung sampai siku dengan kancing yang terbuka di atasnya. Tampak gagah dan menawan diumurnya yang tidak muda lagi.
"Sir, dia baru saja pulang."
Lelaki yang masih menikmati rokok dan vodkanya menoleh sebentar kepada seorang lelaki lainnya yang bekerja sebagai tangan kanannya. Hari ini begitu melelahkan, namun tidak berbeda dengan hari-hari sebelumnya yang juga sangat melelahkan fisik dan otaknya.
"Siapkan mobil!" perintahnya pada sang bawahan. Lampu jalan telah dihidupkan dan menghiasi pemandangan bawah. Sangat indah mengalahkan titik-titik cahaya dilangit gelap. Inilah saatnya dia untuk pergi dari kantornya, entah itu pulang ke rumah atau pun pergi ke tempat lain yang dapat menenangkan suasana hatinya.
"Pulang ke rumah, Sir?" tanya lelaki berkulit putih dengan tubuh tegap berbalut jas.
"Sudah bertahun-tahun kau bekerja denganku. Apa menurutmu aku akan pulang?" tanya balik sang atasan yang sudah kembali berpakaian rapi. Kedatangan seseorang ke kantornya tadi sore sungguh menghancurkan suasana hatinya. Satu tempat yang dapat menghiburnya, yaitu tempat di mana ia mendapatkan seseorang yang bisa menemaninya sepanjang malam.
"Sebaiknya malam ini di rumah saja. Tuan tidak tampak sehat," ujar si sekretaris sembari membuka pintu untuk atasannya.
"Kau sungguh cerewet, Jin. Hentikan aktingmu itu. Satu kali lagi kau memanggilku tuan, maka kupastikan kau menjadi gelandangan dalam waktu lima menit."
Lelaki bernama Jin tertawa puas melihat wajah menyeramkan lelaki di depannya. "Aku serius, Joon. Wajahmu berantakan sekali. Tidak akan ada wanita yang ingin bersamamu malam ini." Hubungan mereka begitu dekat layaknya teman sebaya. Nyatanya, Jin lebih cocok menjadi anak dari lelaki yang bernama Namjoon.
"Terserah apa katamu. Sekarang antar aku ke sana," perintah Namjoon.
Ingar-bingar dentuman musik dinikmati oleh para wanita dan lelaki yang sebagiannya menari dengan setengah kesadaran mereka. Lain halnya dengan Namjoon yang memasang wajah datarnya melihat lelaki yang tengah duduk di depannya bersama dua wanita penghibur di sebelah kiri dan kanannya. Hancur sudah rencana untuk menikmati malam dengan tenang.
"Kenapa kau memandangiku begitu?" tanya Jin setelah puas menikmati bibir wanita di sebelah kirinya.
"Aku baru tahu kalau kau itu bajingan sejati. Apa kau tidak malu melakukan itu semua di depan atasanmu?" sindir Namjoon sambil bersedekap. Bodoh rasanya dulu dia menghibur Jin yang sering kali putus asa lantaran diputuskan oleh sang kekasih. Sekarang ia tahu alasan dari tidak lamanya hubungan percintaan Jin.
"Aku di sini sedang menemanimu dan dua wanita seksi ini sedang menemaniku. Ada yang salah dengan itu?" ucap Jin sembari mengeluarkan dompet di saku jasnya dan mengambil beberapa lembar uang untuk diberikan kepada wanita yang tengah tersenyum lebar memandangi kertas berharga itu.
"Pergilah, aku akan menemani lelaki tua ini," usir Jin kepada kedua wanitanya.
"Kau yang pergi, aku tak sudi ditemani olehmu," timpal Namjoon. Kata-katanya tidak digubris oleh lelaki yang masih memberikan kecup perpisahan.
"Kau harus mau. Aku tidak ingin melihatmu berakhir dengan wanita yang tidak baik lagi." Jin teringat dengan kejadian tiga bulan yang lalu. Sama seperti hari ini, Namjoon pergi menenangkan dirinya seorang diri di sebuah kelab ternama tanpa ada dirinya. Satu bulan kemudian, Jin dikejutkan dengan kabar bahwa wanita yang sempat menemani atasannya itu meminta pertanggungjawaban lantaran tengah mengandung yang diyakini Namjoon sebagai ayah dari kandungan itu. Namjoon menyangkal dan wanita itu terus saja mendesak agar Namjoon mengakuinya. Untung saja masalah itu terselesaikan dengan cepat.
"Semua wanita di sini bukanlah wanita baik-baik, kau harus tahu itu. Satu hal lagi, aku tidak mau kau menyelesaikan masalahku dengan sikap kejimu itu." Namjoon berdiri setelah melihat jam tangannya yang telah menunjukkan waktu hampir tengah malam.
"Aku tahu di sini semua wanita tidak baik, tetapi wanita yang sudah mati itu sangat tidak baik. Lagipula bukan aku yang menghilangkan nyawanya, tapi temanku," ujar Jin membela dirinya sendiri.
Namjoon mendengus dan tidak merespons lagi. Terkadang ia merasa was-was jika bersama Jin yang memiliki sifat tidak sabaran. Siapa saja yang membuatnya kesal, maka nyawa orang itu akan melayang beberapa saat kemudian. Terlintas di benaknya dulu jikalau Jin adalah seorang mafia picik yang tidak segan membunuh semua orang tanpa mau mengotori tangannya sendiri. Lantas kenapa Namjoon masih menjadikan orang seperti itu sebagai tangan kanannya? Sederhana. Jin-lah yang dapat mengerti dirinya.
"Kenapa kita ke atas? Aku tidak pernah ke sini," tanya Jin yang membuyarkan lamunan Namjoon.
"Ini tempat di mana kau harus mengorek habis tabunganmu untuk mendapatkan sesuatu yang spesial," jawab Namjoon dengan seringaian yang terpatri jelas di wajahnya.
"Perlu kau tahu kalau uangku sama banyaknya dengan uangmu." Lantas Jin terkekeh membayangkan hidupnya yang mewah berakhir menjadi sekretaris lelaki tua yang penuh masalah. Bukan untuk uang, hanya saja Jin senang bisa berteman dengan orang yang berasal dari negara yang sama dengannya.
"Siapa nama Anda?" tanya pria berkacamata hitam yang berdiri tegap di depan pintu.
"Joonie," jawab Namjoon tegas.
Sesaat lelaki yang bertugas sebagai penjaga pintu sekaligus memeriksa nama-nama orang yang berhak masuk ke ruangan itu, memandang sekilas daftar nama di ponselnya. Ia pun mengangguk setelah membaca nama Joonie di daftar teratas pelanggan.
"Siapa nama Anda?" tanya lelaki tadi kepada Jin.
"Jin," jawab Jin dengan wajah polosnya. Lelaki tadi tidak yakin jika nama Jin ada di dalam daftar lantaran wajah Jin tidak mengindikasikan sebagai lelaki berhidung belang yang perlu membeli wanita penghibur. Wajah yang sangat polos dan tersenyum bahagia.
"Maaf Tuan, Anda tidak bisa masuk."
Rahang Jin mengeras seketika. Baru saja ia ingin mengeluarkan sumpah serapahnya, Namjoon segera memberikan beberapa lembar uang kepada sang penjaga pintu. "Dia bersamaku. Biarkan dia masuk."
"Maaf, tetap tidak bisa," tolaknya dengan tegas.
"Siapa pemilik kelab ini? Kenapa dia mempekerjakan orang yang tidak bisa disogok? Besok kupastikan akan melubangi kepala orang pemilik tempat hiburan sialan ini," kesal Jin sembari mengeluarkan ponselnya untuk menelepon seseorang yang bertugas melampiaskan kemarahannya.
"Brian Watson. Dia sama gilanya denganmu. Kalau kalian bertarung aku tidak tahu siapa yang akan menang," ucap Namjoon seraya menyuruh lelaki yang memasang wajah takut untuk membukakan pintu di depannya.
Begitu pintu di buka, lelaki lainnya menyambut Namjoon. "Harry, aku membawa teman. Apa dia boleh masuk?" tanya Namjoon yang bagi Harry adalah sebuah perintah telak. Harry tahu lelaki di depannya adalah orang teratas di daftar pelanggan yang berarti orang yang paling banyak menghabiskan uangnya untuk kelab Only1 ini.
"Silakan, Mr. Joonie," ucap Harry.
"Terima kasih." Namjoon pun menarik Jin yang masih mengomel untuk segera masuk.
"Jangan habiskan uangmu untuk membunuh Brian, lebih baik kau habiskan untuk membeli berlian hidup di depan kita nanti." Namjoon pun duduk di barisan sofa kedua bersama Jin di sebelah kanannya. Panggung depan yang kosong dalam beberapa menit lagi akan dipenuhi dengan wanita-wanita cantik yang tidak sabar untuk Namjoon bawa pulang.
****
Jangan lupa untuk vote ya guys..
Makasih udah baca dan selalu tunggu kelanjutannya ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Dangerous ||KTH||
RomanceHarap bijak dalam mencari bacaan! Banyak adegan kekerasan dan kata-kata tidak sopan ⚠️⚠️ Kim Taehyung, lelaki yang menderita penyakit serius hingga menjadikan dirinya mendapat predikat lelaki berbahaya bagi siapa saja. Hidupnya telah hancur karena p...