___W I N T E R B L O O D___
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam saat Yein meninggalkan rumah makan. Ia sudah tidak menikmati pesta setelah Jimin pamit pulang lebih awal ditambah ia yang tidak sengaja mendengar omongan rekan kerjanya mengenai dirinya. Hal itu ia dengar tepat setelah ia kembali dari toilet. Rekan-rekannya terus mengoceh, membicarakannya tanpa menyadari dirinya yang berdiri di belakang mereka.
"Coba lihat wajah dan postur tubuhnya. Tipe orang yang suka gonta-ganti pasangan tidur kan?"
"Aigoo, kata-katamu jahat sekali tapi ada benarnya juga."
"Biar aku tebak. Dia pasti bermain dengan Kepala Park di belakang kita."
Yein menghentikan langkah dan menghembuskan nafas panjang. Kepalanya mendongak menatap langit dengan bintang yang berkelap-kelip. Seakan langit pun ikut bergunjing tentang dirinya.
"Aku hanya perlu pura-pura tidak tahu. Bersikap seperti biasa. Toh, aku juga tak dekat dengan mereka," Gumam Yein mencoba menghibur dirinya sendiri.
Lagi-lagi ia menghela nafas panjang, menciptakan uap putih yang keluar dari celah bibirnya yang tipis. Berharap perasaan kesal, jengkel, dan tidak nyaman yang ia rasakan lenyap bersamaan dengan lenyapnya uap yang ia ciptakan.
Tiba-tiba Yein menghentikan langkah saat melihat seseorang yang tak asing berdiri tiga langkah di depannya. Kedua matanya membulat dan mulutnya terbuka lebar saking senangnya.
"Ka Hoseok!" hebohnya. Tanpa pikir panjang ia berlari dan memeluk Hoseok erat.
Hoseok menyambutnya dengan balas memeluk Yein tak kalah erat.
"Kenapa kakak bisa disini?" tanya Yein dengan suara bergetar. Tidak terasa air matanya mulai mengalir. Bukan hanya karena bertemu dengan sang kakak, melainkan karena kehangatan pelukan Hoseok mendorongnya untuk meluapkan emosi yang sejak tadi ia tahan.
"Ingin melihatmu. Apa kau bahagia disini atau justru menderita. Selama ini kan kau tidak bisa hidup tanpaku," jawab Hoseok dengan percaya diri. Ia belum menyadari Yein yang menangis di dalam pelukannya.
"Ah, kau benar. Sekarang aku merasa lebih baik," lirih Yein. Ia mengelap air matanya sebelum mengakhiri pelukannya.
Melihat Yein yang kini hanya diam memandanginya, Hoseok mengangkat sebelah alisnya dan bertanya, "Tunggu apalagi? Bawa aku ke apartemenmu. Akan aku jelaskan nanti kenapa aku disini."
.
.
.
"Kenapa kau melakukan ini padaku?!" jerit Jiyeon ketakutan.
Setelah ia disuntik dan kehilangan kesadaran, sekarang ia tak tahu sedang berada dimana. Yang pasti di suatu tempat gelap gulita tanpa celah untuk cahaya masuk. Walau begitu, Jiyeon dapat merasakan keberadaan sosok yang membawanya kesini.
Tubuh Jiyeon lumpuh dari leher sampai ujung kaki. Ia hanya bisa menolehkan kepala kesana-kemari dan mendengar suara nafas, tali yang diikat, juga decitan kursi.
"Kau melakukan ini karena ucapanku tadi siang? Karena aku tidak suka dengan Jung Yein?" tanya Jiyeon. Butuh nyali besar untuk Jiyeon menanyakan itu. Ia harus bertarung dengan debar jantungnya yang menggila.
"Seperti yang aku bilang, kaulah orang yang tak pantas disukai."
Jawaban datar dengan suara rendah itu terasa menusuk di telinga Jiyeon. Ia tidak menyangka tatapan peringatan dan ancaman yang diterimanya tadi siang bukan gurauan belaka. Yang membuatnya bertanya-tanya saat ini adalah siapa lelaki ini sebenarnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
WINTER BLOOD
FanfictionJung Yein sangat bersemangat ketika memiliki alasan untuk tinggal di Busan dan bertemu setiap hari dengan sang kekasih, Jeon Jungkook. Namun selama berada di sana, ia malah sering mengalami hal-hal janggal dan semakin bertambah parah ketika ia berad...