#5 -BAD PREFIX

214 43 35
                                    

___W I N T E R B L O O D___


Restoran sudah mulai sepi ketika waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Hanya ada Yein dan Jimin bersama seorang lelaki yang mengenakan kupluk jaket tebal berwarna hitam. Lelaki yang entah sudah keberapa kalinya kepergok melirik ke arah Yein.

"Ada apa?" tanya Jimin yang sepertinya menyadari gelagat tak nyaman dari Yein.

Yein mengalihkan pandangannya kembali pada Jimin. Ia menggeleng pelan sebagai jawabannya.

"Aku sudah selesai dengan makananku," ucap Jimin. Tanpa menunggu respon Yein, ia bangkit dan melangkah pergi, meninggalkan Yein yang menatapnya cemas.

Selama makan malam, mereka tak banyak bicara. Karena itu, Yein khawatir Jimin menganggapnya membosankan. Ditambah sikap Yein yang tak nyaman karena lelaki yang sejak tadi mencuri-curi pandang ke arahnya.

Untungnya Jimin hanya pergi ke kasir untuk membayar tagihan makan, ponselnya pun masih tergeletak di atas meja. Tepat sekali ketika Yein melirik ponsel Jimin, satu pesan masuk membuat layar benda itu menyala. Yein bisa melihat foto Jimin bersama seorang wanita berambut pendek yang dijadikan sebagai wallpaper.

"Sudah selesai?" tanya Jimin setelah kembali dari kasir. Melihat Yein yang mengangguk, ia meraih ponsel dan jaketnya.

Yein pun bangkit dan memakai mantelnya sebelum mengekori Jimin keluar restoran. Namun tiba-tiba, Jimin menghentikan langkahnya tepat di sebelah meja lelaki yang sejak tadi melirik Yein. Ia pun refleks berhenti dan hampir saja menabrak punggung Jimin.

"Maaf tuan, tapi tolong matamu dijaga. Kau membuat temanku tidak nyaman."

Mendapat teguran seperti itu dari Jimin, lelaki itu mengangkat wajahnya dan balas menatap Jimin. Tidak ada raut takut maupun menyesal dari wajahnya. Bola matanya yang hitam pekat begitu kontras dengan kulitnya yang pucat dan bibir yang semerah darah, kini balas menantang tatapan Jimin.

Yein membeku saat lelaki itu mengalihkan tatapan ke arahnya lalu tersenyum singkat.

"Maaf kalau saya membuatmu tidak nyaman, nona. Hanya saja, kau mirip dengan seseorang yang saya kenal," ucap lelaki itu dengan suara rendah dan sedikit serak.

"Ah, ya. Tidak apa-apa," jawab Yein cepat. Ia sedikit membungkuk sebelum mendorong punggung Jimin agar segera melangkah keluar restoran.

"Kau tidak nyaman karena dia kan?" tanya Jimin setelah mereka tiba di luar.

Cukup melegakan saat tahu kalau Jimin menyadari gelagat Yein yang tak nyaman karena lelaki asing itu. Itu artinya, Yein tidak perlu mengarang alasan. Sebenarnya ia bisa saja mengatakannya langsung pada Jimin, tapi karena ia orang baru di wilayah itu, ia tidak mau mencari masalah dengan warga lokal.

"Memang benar. Tapi aku tidak apa-apa," jawab Yein mencoba meyakinkan. Ia pun menambahkan, "Maaf kalau sikapku membuat kak Jimin tidak menikmati makanan dengan baik. Berikan nomor rekeningmu, akan aku transfer untuk biaya tagihan makanku," jawab Yein.

"Tidak-tidak. Aku menikmati makanannya dengan sangat baik. Kau pandai sekali memilih restoran. Jadi, biarkan aku yang traktir sebagai ucapan terima kasih," ucap Jimin. Ia segera mengganti topik sebelum Yein memberikan penolakan, "Kau pulang ke arah mana?"

Yein menunjuk arah yang ternyata berlawanan dengan arah rumah Jimin.

"Biar aku antar," ucap Jimin cepat.

"Tidak perlu kak, terima kasih. Apartemenku tidak terlalu jauh dari sini," tolak Yein.

"Tapi ini sudah larut malam," Jimin mencoba membujuk. Bukan masalah dekat atau tidak tapi rawan sekali untuk seorang wanita pulang sendirian di tengah malam.

WINTER BLOODTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang