1 ; Pikiran macam apa itu?

1.4K 81 4
                                    

Hari ini tidak terlalu cerah, sebetulnya. Tidak terlalu mendung juga, begitu pikiran Alika. Gadis ini masih saja berdiam diri di atas atap sambil menunggu hujan tiba.

Bukan, Alika bukan gadis penyuka hujan. Tapi, tidak ada salahnya kan menunggu hujan datang?

Alika Pangestu, itulah nama yang diberikan oleh orang tuanya. Teman-temannya terbiasa memanggil dia dengan sebutan 'lika' terkadang ada pula yang hanya menyebut 'ka'. 

Gadis ini unik, tidak pernah bisa bersikap serius pada situasi apapun—situasi terserius pun tidak bisa. Tidak ada yang mengerti kenapa gadis ini kerjaannya hanya tertawa dan bercanda. Setiap perkataannya selalu mengundang tawa yang hebat. Tak heran, Alika termasuk gadis yang mempunyai banyak teman. Mereka semua betah berlama-lama dengan Alika hanya karena lelucon yang gadis itu lontarkan.

"Al! Kamu kenapa disini? Sudah mulai mendung al, ayo turun," Katanya berucap.

Alika tentu kenal betul dengan suara ini. Suara laki-laki yang membuatnya selalu berpikiran tak karuan. "sebentar lang, aku nunggu hujan turun dulu ya. Kamu pulang aja deh".

"Kok aku diusir, al?" Tanya Lelaki itu.

"Ya gapapa dong, kan ini rumahku. Sudah sana pulang! Nanti kalau kehujanan kamu berubah jadi mermaid," Langit hanya tertawa, heran kepada gadis ini kenapa selalu bisa mengeluarkan lelucon aneh. "Nurut, al. Ayo turun, aku gamau kamu sakit." Langit menarik tangan Alika dan membawanya turun, menyuruhnya untuk duduk di sofa ruang tamu.

"Ini, aku bawakan cheesecake. Kebetulan tadi pagi Ibu membeli banyak kuenya, makanlah, al." Langit membuka box berisikan cheesecake berukuran sedang itu. Memotongnya sebagian untuk diberi kepada Alika. Langit tahu betul kue yang disukai Alika.

"Kamu ini penyusup yang mempunyai hati dermawan ya? Ingin jadi penyusup tetapi memberi tuan rumahnya makan dulu, biar apa? Biar aku ga sadarkan diri? Ini kue sudah ada biusnya kan?!" Ucap Alika menuduh.

"untuk apa aku menaruh bius disini? Kalau ingin, aku tinggal membekap saja mulutmu pakai parfum nyongnyong biar kamu tidak sadarkan diri. Sudah, mulutmu dipakai untuk makan jangan dipakai untuk meracau tidak jelas, al." Langit duduk di hadapan Alika, memperhatikan gadis itu makan. Alika hanya menatapnya cemberut. Sungguh ia tidak tahu kenapa harus mempunyai tetangga seperti langit.

"nama saja langit, kelakuan seperti tanah! Menyebalkan kamu, lang!"

. . .

Setelah memakan empat potong kue pemberian langit tadi, Alika tertidur di sofa. Selain gemar bercanda, gadis ini juga gemar tidur. Tidak ada yang bisa menandingi keahlian tidurnya. Bahkan, ia pernah tertidur selama 13 jam.

Alika dan Langit memang tinggal berhadapan, maka tak heran jika Langit sering sekali mampir.

Sebetulnya, Alika senang jika Langit datang. Ia merasa menjadi ramai walau hanya berbincang berdua. Ia yang membuat panggilan 'Langit', dia bilang itu cocok untuk seorang Elang Indera Tandara walaupun kelakuannya seperti tanah. Sungguh, gadis itu terkadang kasar sekali.

"Aku suka kalau kamu pake nama panggilan dariku, langit. Lang dari Elang, I dari inisial Indera dan T dari inisial Tandara. Cute!" Alika terus memutarkan badannya di kasur sembari berbicara dengan Langit melalui telepon. Di seberang sana, Langit hanya tertawa kecil. Memang menggemaskan gadis yang satu ini, tapi tingkat menyebalkannya lebih tinggi. Wajar, perempuan memang seperti itu kan di mata laki-laki?

"iya, terserahmu mau manggil aku apa. Langit itu bagus, tapi kan katamu kelakuanku kaya tanah," Langit menunggu jawaban dari Alika, namun tidak terdengar apa-apa. "Al? Sudah bobo, kamu?" Akhirnya Langit memutuskan panggilan sepihak, sepertinya gadis itu tertidur karena memang dari nada bicaranya sudah ngawur dan minta di istirahatkan.

Langit merasa, gadis itu banyak sekali bicara. Gadis yang tidak bisa serius, tapi bisa melewati masalah serumit apapun. Terkadang, Langit berpikir siapa yang nanti akan jadi jodoh Alika di masa depan?

Ya ampun, pikiran macam apa itu?

Yang dikejar, Pergi. | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang