10 ; Kamulah Alasannya

164 39 8
                                    

Tidak ada alasan spesifik kenapa seseorang bertahan. Entah karena seseorang lain, atau karena tuhan belum mau membawa kamu pulang.

. . .

13 hari kemudian....

TING TONG!! TING TONG!!

"TUNGGU SEBENTAR!" teriak Alika dari dalam rumahnya, ia bergegas lari ke depan pintu dan membukanya.

"KEMANA SAJA KAMU, AL?!" ucap Langit sedikit keras. Alika tersenyum geli melihat raut kekhawatiran lelaki ini, "salam dulu, tuan. Kau melupakannya." Langit menepuk jidatnya, "Assalamualaikum, al. Maaf lupa."

Alika menarik tangan Langit untuk masuk ke dalam rumahnya, ia mengunci pintu agar tidak ada orang yang menggangu waktu berduanya dengan Langit.

"mau minum apa, tuan?" tanya Alika, Langit memasang raut serius dan menatap lekat pada mata Alika. "Aku tanya, kamu kemana saja hampir dua minggu ini, al?! Aku tidak melihatmu di area sekolah, ponselmu tidak aktif dan rumahmu terlihat seperti tidak berpenghuni. Dan.. Itu, YA AMPUN! ADA APA DENGAN MATAMU? KENAPA BISA BABAK BELUR, ALIKA?!" langit menyentuh mata Alika yang biru seperti orang babak belur. Matanya terlihat jelas seperti habis di keroyok.

Alika mati-matian menahan air matanya, ia tidak mau menangis di hadapan orang lain. "aku tidak apa apa, Lang. Tenanglah, tidak ada yang terjadi." Ujar Alika sembari mengelus tangan Langit yang menyentuh matanya. "Tenang bagaimana sih?! Berantem dengan siapa kamu sampai begini?"

Belum sampai Alika menjawab, Langit lari kearah dapur mengambil mangkok dan mengisinya dengan air dan es batu. Mengambil handuk yang ia lihat di sekitaran. "Kemari, berbaringlah. Akan aku obati, tidak ada penolakan." Alika menurut dan berbaring di atas bantal yang Langit letakkan di atas pahanya.

"tahan ya, Al. Akan aku obati sepelan mungkin. Jika sakit, jambak saja rambutku kuat-kuat." Alika terkekeh geli mendengar perkataan Langit yang menggemaskan. Seolah memohon agar tidak ditinggalkan.

Langit mulai mengompres mata Alika dengan pelan, memastikan bahwa gadis kecilnya tidak kesakitan. Alika meringis sedikit karena merasakan linu di area mata kirinya. Ini kesalahannya karena memukul area itu dengan botol.

"aku akan menunggu kamu bercerita, al. Aku tidak memaksa, berceritalah jika sudah siap." Alika harus menahan tangisnya, lagi. Ia tidak mau dianggap dan terlihat lemah di depan lelaki ini. Tapi, ia tidak tahan untuk menangis setelah mendengar Langit berkata seperti itu.

Beruntung sekali aku bisa memilikimu walau bukan dalam suatu hubungan yang serius.

Alika mulai merasa matanya kian membaik, tidak benar-benar membaik tetapi bengkak dan linu nya mulai berkurang karena kompresan air dingin. Ia mulai mengantuk sekarang dan jatuh tertidur disaat Langit sedang mengobatinya.

. . .

Alika terbangun ketika merasa bahwa matanya sangat sakit. Ia kira rasa linu itu akan hilang selamanya, tahunya hanya sementara saat dikompres tadi. Posisi Alika masih sama seperti tadi, berbaring di atas paha Langit. Ia melirik lelaki itu yang ternyata ikut tertidur juga, tangannya menggenggam handuk bekas kompresan tadi.

"tampan sekali kamu itu, Lang." Alika menyentuh rahang Langit dan mengusapnya pelan. Ia tersenyum hangat kala melihat Langit agak terganggu dengan pergerakan Alika. "hngg?? Sudah bangun, Al?" Langit terbangun dan membenarkan posisi duduknya. Mengusap penuh lembut rambuk Alika yang tergerai. "tidurlah lagi, kau pasti masih mengantuk." titah Alika.

Langit mengangguk, ia kemudian tidur lagi dengan posisi duduk yang sama seperti tadi. Dengan posisi begini, Alika bisa leluasa memperhatikan wajah tampan Langit secara seksama.

"Aku akan lebih kuat lagi, Lang. Ternyata kamu lah alasanku bertahan, terimakasih sudah hadir."

Yang dikejar, Pergi. | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang