8 ; Seperangkat Alat Sushi

191 39 9
                                    

Adegan memberi bolu kukus itu terjadi saat Alika masih kelas 9 SMP. Dimana ia seharusnya gundah dan resah seperti temannya yang lain karena akan menghadapi Ujian Nasional.

Tapi, yang Alika rasakan biasa saja. Ia malah semakin gencar melakukan aksi modusnya kepada Langit. Seharusnya ia belajar untuk Ujian Nasional, namun ia malah terus-terusan mengirim makanan ke rumah lelaki itu.

H-2 Ujian Nasional, tepatnya saat hari sabtu, Alika dibuat terkejut saat Langit menekan bel rumahnya. Ia gugup tapi mencoba terlihat biasa saja, kebetulan saat itu Alika sedang sendiri di rumah jadi tidak ada yang melihat kalau gadis itu sedang senyum kegilaan.

Aku pasti bisa, ayo alika kendalikan jantungmu!

Alika membuka pintu secara perlahan, masih tidak percaya bahwa akhirnya lelaki ini mampir juga ke rumahnya.

"Assalamualaikum, Al!"

Tunggu, dia memanggil namaku? Ya allah, udahlah udah ini mah.

"Waalaikumsalam, bang! Ada apa kemari? Butuh sesuatu?" Alika tak henti-hentinya memberikan senyuman termanis pada Langit, "tidak, aku mau memberikan seperangkat sushi untuk kamu makan. Aku tidak tau kamu suka makanan apa, jadi aku belikan saja ini." Ucap Langit seraya menyodorkan tempat makannya.

Seperangkat katanya? Seperangkat alat shalat dibayar tunai?! Ayo bang ke KUA!

"oh, ya ampun. I-iya aku menyukai sushi, terimakasih. Mau masuk?" Langit mengangguk dan Alika mempersilahkan Langit untuk masuk.

"Kamu sendiri, Al?"

"hm? E-eh iya hehe."

"tidak usah gugup, Al. Aku tidak akan berbuat macam-macam padamu disini. Tenang," Langit tersenyum, dan senyuman nya membuat Alika kegilaan untuk kesekian kalinya.

"silahkan duduk, bang. Terserah mau duduk dimana. Di kursi, di lantai, di atap asalkan jangan di meja. Nanti banyak hutang!" ujar Alika.

Langit tertawa cukup keras, "ya ampun anak ini, ada selera humornya juga ternyata." Alika hanya mengedikkan bahunya, dan ikut duduk di sebelah Langit. "Jadi, darimana abang tahu namaku? Dan dalam rangka apa memberi aku seperangkat sushi?"

Langit melirik Alika, menatap matanya yang terlihat salah tingkah. "Namamu Alika kan? Aku tahu saat kamu memberiku rengginang dan saat itu kamu memakai seragam dan jelas terpampang namanu disitu. Dan tujuanku memberimu seperangkat sushi adalah untuk menyemangatimu, senin Ujian kan? Belajar yang benar ya!"

Jadi, lelaki ini kesini untuk menyemangatiku? Yang benar saja! Jantungku bisa tidak sehat kalau seperti ini.

Semenjak saat itu, mereka jadi sering berbincang. Memperkenalkan diri masing-masing layaknya seseorang yang mau melakukan kerja sama perusahaan. Lalu, menceritakan sedikit tentang apa yang sedang dijalani saat ini. Dan sejak saat itu pula, Alika tahu bahwa perlahan ia akan jatuh pada lelaki dengan panggilan Langit itu.

. . .

Langit kesulitan dalam membangunkan gadis kecilnya, Alika benar-benar penidur. Tidur seperti gladibersih meninggal saja.

"Alika, ayo bangun." Langit menepuk-nepuk pelan kepala Alika yang tersandar di pundaknya. Mereka sudah sampai di depan rumah Alika sejak 16 menit lalu tapi Alika tak kunjung bangun. "al, bangun. Sudah sampai," Langit perlahan melepas pelukan erat Alika dari pinggangnya. Memegangi tangan Alika secara telaten dan turun dari motor secara perlahan.

Langit membangunkan Alika dengan posisi ia sudah turun dari motor dan Alika seperti memeluknya dari depan. "Al, bangun. Tidak lelah apa matanya terpejam terus?" Alika pun mulai terbangun, dan mengerjapkan matanya. "ya ampun, kita sudah sampai? Maaf Langit, aku kira sudah di kasur." Langit hanya menggelengkan kepalanya sembari membantu Alika melepas helmnya.

"terimakasih untuk hari ini, tuan Langit!" Langit hanya menganggukan kepalanya dan segera menuju rumahnya, "jangan tidur terlalu larut, akan kuhubungi kalau sudah selesai mandi ya." Alika tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban, mereka masuk ke rumah masing-masing.

Saat memasuki rumahnya, Alika dibuat terkejut dengan keadaan rumahnya yang berantakan. Ini melebihi kapal pecah. Keadaannya seperti baru saja terjadi ledakan.

"SUDAH KUBILANG BERAPA KALI UNTUK TIDAK MENCAMPURI URUSANKU?! PERGI SAJA SANA, DASAR SUAMI TIDAK TAHU DIRI!" terdengar suara vas bunga yang pecah akibat lemparan.

"KAU YANG TIDAK TAHU DIRI! JADI ISTRI TIDAK BISA BERGUNA SEDIKIT!" ayah dan Ibu Alika terus berteriak saling sahut-menyahut. Melemparkan barang yang mudah pecah. Baru saja Alika merasakan senang, sekarang harus kembali pada kenyataan.

"kau! Darimana saja anak brengsek? Kemari!" Ibu Alika menjambak rambutnya dengan sangat kencang, membawanya ke dalam kamar mandi. "Ibu! Sakit sekali ini, tolong jangan dijambak," Alika mencoba melepaskan tangan ibunya yang terus menarik rambutnya tanpa henti. Alika dibanjur air dingin sebanyak-banyaknya. Mengenai luka sayatnya yang belum sepenuhnya kering.

Perih, sakit, dingin, itulah yang Alika rasakan. "Ibu, aku mohon! Berhenti, sakit sekali rasanya," Alika terus menangis dan memohon, tapi Ibunya tetap tak berhenti. "IBU! SUDAH! AKU MOHON, INI DINGIN!" ibu Alika semakin gencar menyakitinya, menamparnya sampai wajah Alika tersungkur mengenai Tembok.

"Dasar anak setan! Bisa-bisanya meninggalkan adikmu sendiri di rumah?! DIMANA AKAL SEHATMU, BODOH?!!" Alika mendapat tamparan hebat untuk kesekian kalinya. Ia rasa, matanya sudah bengkak karena menangis dan wajahnya sudah mulai mengalirkan darah.

Yang dikejar, Pergi. | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang