30 ; Sayang

121 24 0
                                    

Anginsehun's note: baca dulu note saya ya sampai selesai baru kalian bisa melanjutkan jatuhnya Alika hehe.

Tidak terasa ya saya sudah menulis bab cerita ini sampai part 30. Terimakasih kepada semua pembaca yang telah menyempatkan untuk membaca cerita ini. Terimakasih juga yang sudah menyempatkan komen dan vote.

Semoga cerita ini bisa mengisi hari karantina kalian yaa. Sekali lagi terimakasih karena sudah mau membaca cerita ini.

Konflik intinya masih jauh sebetulnya, tapi saya usahakan tiap part tidak membosankan dan saya berencana menamatkan cerita ini pada part 50. Semoga saja, ya.

Silahkan rekomendasikan dan share cerita ini ke teman-teman kalian. Jika kalian berkenan itu juga. Tapi, dengan mau membaca cerita ini saja sudah saya hargai. Terimakasih, ya.

Selamat membaca!

. . .

Alika terus menghindari Langit, entah kerasukan apa gadis itu tapi akhirnya ia bisa merajuk selama ini. Bukan hanya sehari dua hari tapi ini hampir seminggu lebih Alika sudah mengabaikan Langit.

Mungkin terlihat kekanakan, tapi Alika merasa tindakan pria itu yang hanya membaca pesannya saja membuat sedikit sakit hati. Sedikit ya, tidak banyak.

Langit mengiriminya pesan, sebetulnya. Hanya dibalas dengan singkat oleh Alika dan terkadang tidak dibalas. Pria itu tentu peka bahwa gadisnya sedang merajuk tapi ia memilih untuk tidak membujuknya karena takut membuat Alika semakin sensi.

Selama Alika merajuk dan menghindari Langit, gadis itu heran mengapa kamar diseberang sana jarang sekali terlihat hidup. Seperti tidak ada penghuninya, lampunya padam dan gordennya jarang terbuka. Ini aneh, pikirnya.

"Kemana ya? Masa pindah rumah? Kan tidak mungkin, mobilnya ada di garasinya." Alika terus memperhatikan objek di seberang sana, dimana sebenarnya pria itu?

Langit is calling
Answer | Decline

"Ada apa dia meneleponku? Tumben, padahal dari kemarin kemarin dia tidak berusaha membujukku, menyebalkan."

Walaupun dengan rasa kesalnya, gadis itu tetap mengangkat telpon dari Langit.

"Assalamualaikum," Mendadak Alika tak bisa menahan senyumnya, pipinya bersemu merah kala mendengar suara pria itu. Tapi, sebisa mungkin gadis itu menetralkan perasaannya serta membuat suaranya seketus mungkin.

"walaikumsalam, kenapa ya?" Alika menjawab dengan nada ketus tetapi dengan bibirnya tak bisa berhenti tersenyum. "Merajuk ya? Tidak bosan mendiamkanku terus? Wajahmu itu, al. Ya ampun, seram juga ternyata kalau sedang merajuk. Dasar gadis jutek."

"aku kesal denganmu, Langit! Siapa suruh hanya membaca pesanku saja, aku tidak suka." Masa bodoh dengan harga dirinya, tapi ia harus mengakui bahwa pesan yang dibaca saja itu menyakitkan.

"maaf ya? Aku mengaku salah, aku benar-benar merasa bersalah. Apalagi saat kita makan waktu itu, kamu tidak banyak bicara. Disitu aku berpikir, ah berarti aku sudah mengecewakanmu sekali ya?"

Bagus, akhirnya sadar juga si Elang!

"kau tau? Aku mengindarimu juga, sebenarnya. Kenapa lampu kamarku jarang terlihat nyala karena aku pindah tidur ke bawah, aku takut jika tidur di atas akan melihat berhadapan denganmu. Aku takut melihat muka jutekmu itu, bahkan kadang aku tidak pulang hanya karena takut kamu ada di depan rumah saat aku selesai bekerja," Alika tertawa, bisa bisanya pria itu juga ikut menghindar?

"Ya ampun, kita sama-sama menghindar ternyata." Alika masih dengan tawanya, "lucu sekali sih, aku tidak menyangka orang dewasa seperti kau bisa takut karena muka jutek seorang bocah." Katanya melanjutkan.

"tentu aku takut, wajahmu tidak seperti biasanya yang terlihat ceria. Kali ini menyeramkan, hahaha." Langit ikut tertawa, memikirkan betapa konyolnya sikap ia saat ini.

Hening sesaat, "Al? Tidur?" Alika langsung menjawab, "belum, maaf tadi aku melamun hehe. Langit keatas sini, aku ingin menyapamu. Sudah lama tidak menyapa tuan yang satu ini," kekeh Alika. "tunggu ya, aku naik tangga dulu."

Langit dengan segera menaiki tangga dan menyibak gorden serta membuka jendelanya lebar. Pria itu melambaikan tangannya ke arah seberang, "halo, gadis jutek!" Katanya sembari sedikit tertawa. Gadis di seberang sana hanya tersenyum lebar sebagai respon lambaian tangannya. "berhenti berkata seperti itu! Aku tidak jutek tau, kan kemarin hanya bete saja. Karena salah kamu!"

"iyaa, maaf ya. Sudah sana tidur, aku mau ke kamar mandi. Ada panggilan alam, selamat tidur! Assalamualaikum,"

"Langit jorok sekali! Awas keluar disitu hahaha. Selamat tidur juga, waalaikumsalam." Pungkasnya, Alika mengakhiri panggilan dan memberi lambain pada Langit. Pria itu terlihat tergesa gesa karena panggilan alamnya.

Alika segera menutup jendelanya, berjalan menuju tempat tidur untuk mendapat bunga tidurnya. Gadis itu akan tidur nyenyak dengan pipi yang bersemu, pastinya.

. . .

Tok! Tok!

"Non Alika? Sudah bangun belum non? Ada den Langit dibawah, mau sarapan bareng katanya," Alika langsung membuka matanya dengan panik, membuka pintu dengan terburu buru, "Aduh bi saya belum mandi, tolong bilangin Langit buat nunggu ya bi. Saya siap siap dulu."

"siap non, Al." Jawab Bi Irma.

Alika mengambil handuk di atas kursi dekat meja belajarnya, mengikat rambutnya dengan asal dan langsung menyalakan shower untuk mandi. Gadis itu panik bukan main, masih dalam keadaan kusut lalu pria dewasa itu datang tanpa bilang dulu? Tidak bisa dibiarkan!

Setelah hampir 20 menit bersiap diri, Alika menuruni tangga dengan sedikit berlari. "Untuk apa sih berlari? Kalau jatuh, akan aku tertawakan." Kata pria itu, "Aku akan merajuk lagi kalau begitu," ucap Alika dengan nada ketusnya.

"Aku bercanda, maaf." Katanya sembari mengacak rambut Alika. Pria itu membawa Alika ke arah meja makan, menyuruhnya untuk duduk dan menyiapkan sarapan.

"Hari ini Ibu masak sayur lodeh dan nasi uduk. Ada lauk lain juga, mau ayam bakar?" Langit menyajikan semua makanan yang dimasak Ibunya ke atas piring, menatanya dengan rapih dan tak lupa menyiapkan segelas susu untuk Alika.

Mata Alika berbinar melihat ayam bakar, makanan kesukaannya. Pria ini senang sekali menaik turunkan perasaan Alika. "Aku kan tidak suka sayur, kamu saja yang makan ya." Gadis itu memasang muka polosnya dan puppy eyesnya, memohon agar tidak makan sayur.

Langit menatap sebentar dengan raut datarnya, "tidak, kau harus makan sayur." Alika merengut, "Langit tidak asik, sayur itu tidak enak. Susah ditelan tau!"

"Sayur itu sehat, Al. Bagus untuk kesehatan, makan sedikit saja. Coba dulu, pasti ketagihan," Alika mengambil sendok dan menyicipi sedikit sayur lodeh buatan Ibunya pria itu. "Enak, Lang. Tapi tetap saja aku susah menelannya, gasuka."

Langit menghembuskan napasnya, "Dasar! Baiklah kalau begitu, makan saja nasi dan ayamnya. Makan yang lahap ya sayang," Pria itu duduk di hadapan Alika dengan senyumnya yang bisa dibilang benar-benar definisi tampan?

Tunggu sebentar,

Tadi apa katanya?

Sayang?

Yang dikejar, Pergi. | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang