23 ; Kunciran

104 22 0
                                    

Pacaran? Tentu tidak.

Berkomitmen? Tentu saja tidak.

Hubungan lebih dari adik kakak? Ini tentu mustahil.

Tidak ada hubungan pasti di antara Alika dan Langit. Sepertinya hanya Alika yang berpikiran seperti itu. Langit? Tentu saja pria itu kan menganggap Alika sebagai adik tidak sedarahnya.

Di setiap cerita pasti ada saja saat dimana kau menaruh perasaan pada seseorang, namun tidak terbalas. Atau lebih tepatnya, tidak dihiraukan. Sakit? Sepertinya iya.

Karena, Alika sangat menginginkan Langit sebagai miliknya. Menginginkan Langit sebagai pendampingnya nanti hingga ajal nya tiba. Alika ingin Langit yang dilihatnya setiap gadis itu bangun tidur.

Tapi, kenyataan tidak selalu bekerja sama dengan angan-angan. Langit adalah pria dewasa, dan Alika masihlah gadis remaja. Kuliah saja belum, tidak mungkin kan Langit mau menikahi bocah kecil itu?

Terkadang, Alika sangat menyesali kenapa usianya sangat jauh dari Langit. Sebetulnya memang usia tidaj masalah, bahkan nenek-kakeknya saja terpaut usia 10 tahun. Sedangkan Alika dan Langit hanya 9 tahun.

Bahkan ada artis yang berbeda 16 tahun tapi tetap memutuskan menikah karena memang berjodoh. Alika selalu memanjatkan doa agar dirinya dan Langit berjodoh saat nanti gadis itu dewasa.

Tapi ia rasa doanya tak akan terkabulkan bahkan jika gadis itu pergi membeli susuk atau santet untuk menarik Langit menjadi miliknya.

Langit terlalu sulit digapai.

Langit terlalu sulit disentuh.

Langit terlalu sulit dimiliki.

Walaupun segala perhatian dan kasih sayang Langit selama ini menunjukkan rasa cintanya pada Alika, tetap gadis itu berspekulasi bahwa bukan Alika lah tujuan Langit. Hati Langit bukan untuk Alika.

Alika kadang berpikir apa Langit tahu jika gadis itu menyimpan perasaan untuknya? Apa Langit tahu bahwa ialah alasan gadis itu bertahan? Apa Langit tahu bahwa Alika siap melalukan apapun hanya untuk mendapat perhatian Langit? Apa yang pria itu ketahui tentang Alika?

Hampir lebih dari 2 tahun mereka dekat, Alika sangat mengenali seperti apa pria itu. Apa makanan favoritnya, apa tempat kesukaannya, apa makanan yang membuatnya alergi, bagaimana cara bicaranya, bagaimana isi pikirannya dan bagaimana pria itu membuat Alika jatuh terus.

Hanya satu yang belum jelas Alika ketahui, yaitu tentang masa lalunya. Tentang bagaimana kehidupannya dulu sebelum pindah rumah? Bagaimana kehidupannya dulu saat Langit di Bandung?

Soal masa lalunya, langit hanya menceritakan tentang mantannya saja. Dimana mereka menjalani hubungan 7 tahun lamanya.

. . .

"Bagaimana sekolahmu, Al?" tanya Langit, pandangannya tidak beralih dari jalanan di depan.

"cukup baik, tugasku juga cukup baik untuk membuatku menjadi gila!"

Langit tertawa cukup keras, "kata-katamu itu, Al! Lucu sekali sih," Alika mengeratkan pelukannya, menaruh dagunya di sisi kanan pundak Langit. "Memang, aku itu lucu. Aku lucu dan imut kan?" ucap Alika terkekeh.

Langit hanya merespon dengan anggukan, terlihat dari helm yang ia gunakan. "Jadi, sekarang kita harus kemana? Kamu lapar, al?" Alika terlihat berpikir sebentar, "kita makan telur gulung saja, tempatnya di samping taman merak. Bagaimana?"

Langit menyentuh punggung tangan Alika yang sedang memeluknya, "ide bagus. Pegangan ya, aku mau mengebut nih!" Tanpa persetujuan Alika, Langit menancap gas dengan kencangnya membuat Alika berteriak memanggil namanya. "ELANG INDERA TANDARA!!!"

Yang mengebut hanya terkekeh geli sembari tetap menancap gasnya.

. . .

Sekarang, Alika dan Langit sedang duduk berdua di kuri kayu. Duduk dibawah pohon rindang memang senyaman itu. Apalagi duduk bersama seseorang yang istimewa. Duduk dimana saja akan terasa indah dan nyaman.

"Telur gulungnya enak ya, pintar sekali kamu menemukan tempat seperti ini," puji Langit.

"tentu, ini tempat langgananku sejak SMP. Aku tidak bisa berhenti makan telur gulungnya, terlalu nikmat,"

Langit tersenyum melihat Alika yang makan dengan lahapnya. Gadisnya ini memang sangat menyukai jajanan di pinggir jalan, nafsu makannya akan meningkan jika melihat pedagang kaki lima.

"kau bawa kunciran, Al?" tanya Langit tiba-tiba. Alika mengerutkan keningnya, untuk apa Langit menanyakan kunciran? Rambut pria itu kan tidak bisa dikuncir. "ini, ada di pergelangan tanganku kuncirannya,"

Dengan segera Langit mengambil kunciran yang ada di pergelangan tangan Alika, "kemarilah," ucapnya.
Alika terkejut saat Langit menyentuh rambutnya, menguncirnya dengan penuh kelembutan. Tak ada rasa sakit seperti terjambak.

"Nah, sudah. Rambutmu hampir termakan tadi, jadi aku kuncir saja ya." Langit menampilkan senyuman tampannya, senyuman yang tak akan pernah bosan untuk dilihat Alika.

Yang dikejar, Pergi. | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang