27 ; Kekurangan

116 21 0
                                    

Kejadian itu terus terngiang di dalam ingatannya. Penindasan, pelecehan, penyiksaan menjadi paket lengkap pada hari itu. Hari yang dimana seharusnya Alika sudah menghabisi nyawanya sendiri.

Toh, ketika ayahnya menyiksa Alika sampai tak sadarkan diri seharusnya Alika lebih menyakiti dirinya sendiri kan?

Jadi, tidak perlu banyak usaha untuk menghabisi nyawanya sendiri.

Tapi nyatanya ia lemah, bahkan untuk mengasihi dirinya sendiri saja tidak sanggup. Saat itu, mental dan fisiknya sangatlah tidak berdaya. Diantara miliaran manusia di bumi, kenapa harus Alika? Kenapa harus gadis itu yang mengalaminya sendirian?

. . .

"awh.. Sakit sekali...." Alika terbangun dengan rasa nyeri sekujur tubuh. Sesudah disiksa oleh Ibunya, ia juga ikut menyiksa dirinya sendiri.

Membuat luka sayatan dan menahan rasa perihnya adalah hal mudah bagi Alika. Sebetulnya gadis itu tidak terlalu suka menangis jadi untuk melampiaskan emosinya ia harus membuat goresan sebanyak mungkin di kulitnya agar emosi itu terlampiaskan.

Lihatlah dirinya sekarang, benar benar memilukan. Setelah mengalami memar lalu gadis itu juga menambah rasa sakitnya dengan sayatan-sayatan yang tak kunjung tertutup lukanya. Beberapa masih ada yang mengalirkan darah.

"Kenapa ya? Kenapa harus aku?" Ucapnya lirih. "Apa dulu aku lahir karena kesalahan? Atau bagaimana?" Lanjutnya, diiringi air mata yang mulai turun dengan deras.

"Aku hanya ingin bahagia. Apa ibu dan ayah tidak bisa memberi itu? Kenapa harus aku?" Alika mengambil cairan alkohol di dalam lemarinya, menyiramkannya ke arah luka sayatan baru itu.

Perih, sangat perih. Tapi sakit mentalnya lebih sakit dari fisiknya saat ini.

Alika berjalan menuju kamar mandi, membuka pintunya dengan gerakan yang amat lemas. Tangannya sudah gemetaran sejak tadi. Gadis itu masuk ke dalam bathub, duduk sembari memeluk lututnya yang terasa lemas.

"Aku sakit ya?" tanyanya pada diri sendiri.

Alika memandang kaus hijau muda polosnya, ada bercak darah yang cukup banyak disana. Luka sayat di perutnya sepertinya terbuka kembali, kenapa tadi ia tidak menyiramkannya dengan alkohol juga?

"apa kalian lelah?" Tanyanya lagi sembari mengusap lengannya yang sedang memberi reaksi perih. "akupun begitu, mari kita akhiri sekarang ya?" Alika tersenyum, teringat kenangannya dengan keluarga kecilnya. Mengingat kapan terakhir Alika merasa hangat diantara mereka.

"tapi...aku masih ingin menunggu ibu memelukku. Apa nanti Ibu mau memelukku? Bahkan disaat aku sudah tiada?"

"menyedihkan!"

Alika menjambak rambutnya, menggigit bibirnya untuk menahan isakan tangis yang akan terus keluar. "Kenapa sih? Kenapa aku harus seperti ini? Aku itu jelek! Fisikku benar benar tidak sempurna! Kenapa semua seakan tidak adil?!"

Gadis itu sangat marah, entah dengan apa dan siapa. Lelah dengan semua yang dijalani dan dialami, apa tidak bisa ia merasa bahagia dengan keluarganya untuk sekali saja?

"wajahmu tidak cantik, Al. Badanmu berlebihan, kau tidak pintar. Lalu ayah dan ibumu tidak memperlakukan dirimu sebagai anaknya. Lantas apalagi yang harus kamu lakukan disini? Lihat dirimu! Bahkan gelandangdan lebih berguna dibandingkan dirimu!"

Semua kejadian pahit yang ia alami terus berputar dalam pikirannya. Tentang dunia yang tidak adil, tentang hidup yang tidak sesuai porsinya dan tentang pikirannya yang berkecamuk hebat.

Alika selalu merasa jika setidaknya fisik gadis itu sempurna, mungkin dengan hidup sederhana pun pasti akan bahagia dibandingkan dengan posisinya sekarang. Harta berlimpah tapi fisik tak sedap dipandang. Untuk apa?

Semua orang melihat dari fisik bukan? Jika kau cantik dan tampan, tidak peduli kau dari kalangan sosial mana maka kau akan tetap dapat penghargaan.

Dihargai orang, dicintai orang, dilihat orang. Semua jika fisikmu sempurna.

Kenapa harus dengan fisik? Kenapa?

Alika terus membuat dirinya benci terhadap apa yang gadis itu miliki. Alika tidak bisa mencintai dirinya sendiri. Seandainya saja Ibu dan ayahnya mau menengok putrinya sebentar, mungkin Alika masih bisa mentoleransi kekurangannya.

Tapi, terlanjur. Semua yang gadis itu miliki dianggap tidak ada indahnya. Alika benar-benar membenci dirinya sendiri. Sayatan-sayatan itu menunjukkan bahwa gadis itu tidak pernah bisa mencintai dirinya sendiri.

Yang dikejar, Pergi. | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang