Part 4

27 1 1
                                    

Akibat ketakutan yang dialaminya membuat Ana tidak dapat memejamkan matanya, dengan keadaan yang boleh dibilang mengenaskan Ana berangkat ke kantor.

Kantong mata terlihat jelas menggantung di bawah matanya belum lagi wajahnya yang tampak kuyudan sedikit pucat akibat kurang tidur membuat Luna yang pertama kali melihatnya merasa khawatir.

"Ana...ada apa? Kenapa keadaanmu terlihat sangat mengenaskan apakah kau tidak tidur semalaman?" Tanya Luna penuh rasa khawatir.

Tanpa menjawab pertanyaan Luna, Ana segera menariknya menuju aula yang kebetulan saat itu masih sunyi.

"Ada apa Ana? Jangan membuat ku khawatir." Ucap Luna dengan rasa khawatir yang sangat kentara.

Masih tanpa menjawab pertanyaan Luna dengan segera Ana menunjukkan pesan yang ia terima semalam kepada Luna. Setelah membaca pesan itu pesan itu wajah Luna seketika puas. Rasa bersalah semakin menggrogoti hatinya.

"An...maafkan aku, ini semua salahku tapi demi Tuhan aku bersumpah, aku sama sekali tak pernah mencantumkan nomor ponselmu justru nomor yang ku gunakan saat chat adalah nomor pribadiku dan saat ini nomor tersebut sudah aku non aktifkan. Tapi bila mengaktifkannya kembali bisa bisa menolongmu maka aku akan mengaktifkannya kembali. Akan ku coba menjelaskan yang sebenarnya padanya." Kata Luna sambil menunduk penuh rasa bersalah.

"Entahlah Lun aku tak tahu lagi, aku hanya berharap dengan kau menjelaskan segalanya maka kehidupanku akan tenang karena sejujurnya aku takut kalau semuanya tidak akan semudah membalikkan telapak tangan." Ucap Ana penuh rasa frustasi.

"Sekali lagi maafkan aku An, saat istirahat siang ini maukah kau menemaniku menyelesaikan semua ini?"

"Aku mau tapi bagaimana kalau orang tersebut malah mengganggu dirimu setelah kau kembali mengaktifkan nomor itu?"

"Aku tidak apa-apa An, itu adalah resiko yang harus aku tanggung. Aku yang memulai masalah ini maka aku pula yang harus menyelesaikannya." Jawab Luna bijak.

"Baiklah jika itu memang pilihanmu, semoga saja semuanya bisa berakhir dengan baik." Ucap Ana penuh harap.
@@@

Angga sedang duduk di kursi kebesarannya. Setelah semalam berhasil membuat Ana gemetar ketakutan pagi tadi ia kembali terbang menuju ke ibu kota Negara dan di sinilah ia saat ini dengan senyuman licik yang tak pernah lepas dari bibirnya.

Ia melihat Ana melalui layar iphone nya yang tersambung langsung dengan kamera yang memang ditempatkan para anak buahnya di beberapa tempat untuk mengawasi setiap kegiatan Ana.

"Oh ayolah Angga...apa yang kau lakukan? Lihatlah kau membuat gadismu tersiksa dengan teror-terormu itu." Ucap Juan yang kini juga menatap gambar yang sama.

"Tenanglah Juan ini baru permulaan aku hanya ingin memberinya sedikit pelajaran karena ia sudah berani tersenyum pada pria lain." Jawabnya tanpa rasa bersalah.

"Aku tahu tapi lihatlah ia, apakah kau tidak merasa iba melihatnya tidak bisa memejamkan mata semalaman karena ketakutan akibat ulahmu?" Tanya Juan sambil menggelengkan kepalanya.

"Sebenarnya aku iba dan ingin rasanya saat ini aku membawa dirinya kedalam dekapanku serta menidurkannya di dalam pelukanku tapi bagaimana lagi ia harus diingatkan kalau semua yang ada padanya adalah milikku dan aku tidak ingin membaginya dengan orang lain bahkan jika itu hanya sebuah senyuman."

"Kau benar-benar sudah gila Angga, bagaimana kalau ia jatuh sakit karena ulahmu ini?"

"Maka itu berarti sudah saatnya berhenti bermain dan aku akan membawanya bersamaku. Tak ada seorang pun yang bisa mencegahku melakukannya." Ucap Angga dengan senyuman iblis yang tercipta di bibirnya.

"Huft....kau benar-benar.." Juan tak mampu lagi melanjutkan Ucapannya dan hanya bisa menggelengkan kepala melihat kegilaan sang bos sekaligus sahabatnya itu. Sementara Angga hanya tersenyum tanpa rasa bersalah.
***

Diaula yang sunyi itu tiga orang gadis sedang duduk saling berhadapan sambil menatap sebuah ponsel itu tanpa ada seorang pun yang berani memulai untuk menyalakan ponsel tersebut.

Luna menatap bergantian wajah kedua sahabatnya seakan meminjam sedikit keberanian dari kedua sahabatnya.

"Huft...." Luna menarik nafasnya dalam-dalam kemudian mengambil ponsel yang sejak tadi menjadi pusat perhatian mereka.

Baru saja ia akan menyalakan ponsel tersebut, "Tunggu...." Ana kembali menghentikan Luna.

"Kenapa An?" Tanya Diana yang baru saja mengetahui masalah yang dihadapi sahabat-sahabatnya.

"Kau yakin akan melakukan hal ini?" Tanya Ana meyakinkan.

"Mau bagaimana lagi An, hanya ini satu-satunya cara untuk menolongmu." Jawaba Luna.

"Lalu bagaimana kalau semua ini tidak berhasil dan malah membuatmu juga terlibat masalah?"

"Apapun itu akan kita hadapi bersama." Potong Diana sambil merampas ponsel yang ada di tangan Luna kemudian segera menyalakannya dan sukses membuat Luna serta Ana menelan air liur karena seketika tenggorokan mereka tiba-tiba terasa kering.

@@@

Maafkan aku baru bisa update meski pun ga' ada yang nunggu sih...hehehe

Moga kalian suka yach.

Maafkan segala kekurangan ataupun typo yang bertebaran.

Jangan lupa vote n comment nya yach....

FIND YOUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang