(5) perlindungan

2.8K 123 0
                                    

Vina menatap sekitar dengan wajah sendu, tak ada orang ramai bahkan ayahnya pun tak ke sini di banding sebagai tempat pemakaman umum ini bisa di sebut sebagai tempat berlindung terakhir ibunya, Vina menunduk dalam menatap makam ibunya lalu menggigit bibir bawahnya dengan kuat.

"Nggak Vin, semua nya pasti baik baik aja." Evan menyemangati Vina, ia tersenyum kecil dan terus mengusap puncak kepala Vina lembut. Berniat untuk pergi Vina berdiri ia menoleh pada Evan dan mengangguk sebagai jawaban bahwa ia akan baik baik saja.

Keduanya berjalan bersisian menuju kearah mobil, belum jauh melangkah Vina berhenti ia menoleh ke belakang dan tersenyum kecil.

"Maafin Vina Bu." Ia berkata lirih, wajahnya sangat letih segala sesuatu yang sudah di alaminya kini membuat nya sangat marah, kesal pada dirinya sendiri.

"Lo mau pulang? Gue anterin Vin." Evan masuk ke dalam mobil ia membuka pintu terlebih dahulu lalu ia menatap Vina sebentar.
"Naiklah, gue anterin." Evan memang berniat baik ia melihat sekitar yang tampak gelap, harinya akan hujan terbukti dari banyaknya awan hitam yang ada di sekitar langit.

"Aku pulang sendirian aja." Vina melangkah menjauh dari mobil milik Evan itu, sedikit demi sedikit mulai turun hujan yang membuat Vina tak mampu menahan tangisnya, ia menangis di bawah hujan dengan cepat. Tak ada yang menggangu nya sebab berisiknya suara hujan saat ini.

Dari kejauhan Evan menatap Vina iba, ia terus saja mengikuti langkah kaki Vina. Sampai di taman ia mengernyit saat Vina malah duduk di sana dan menangis sambil menutup wajahnya.

Ia menghela nafas panjang, rasanya begitu menyakitkan melihat ini tapi ia tak bisa berbuat apapun, walau bagaimanapun juga ia tak akan bisa membuat ibu Vina kembali. ia mampu melakukan nya jika saja ia mampu maka ia akan melakukan lebih pada adiknya, tentu saja.  Ia akan berbuat apapun agar adiknya bahagia juga.

Evan melajukan mobilnya menuju taman itu ia keluar dan membawa payung berniat untuk menghalau semua air hujan turun walaupun tak sepenuhnya berguna ia hanya tak ingin Vina sakit .
Vina mendongak lalu menatap Evan dengan sendu, wajahnya kini memucat bahkan tampak tak memiliki darah. Evan berjongkok di depan Vina ia mengusap wajah nya lembut lalu me.wluknya erat.

"Lo jangan lupa kalo gue selalu melindungi." Evan menepuk punggung Vina pelan, Vina tak mengangguk ataupun menggeleng ia saat ini hanya ingin sebuah pelukan yang bisa membuat nya semangat untuk kembali hidup.

"Ayo masuk!" Evan masih memeluk Vina sambil terus berjalan menuju ke mobil, sampai di depan Vina menoleh dan menatap Evan bertanya.

"Baju aku basah kak? Gimana?"

"Gue juga basah." Evan tertawa pelan, ia hanya mendorong Vina untuk masuk dan segera masuk ke dalam mobilnya.
Keduanya diam, tak ada pembicaraan sedikitpun, sesaat kemudian Vina menoleh dan menatap Evan polos.

"Aku udah nggak kuat? Aku pengen mati aja."

Pertanyaan itu lantas membuat Evan mengerjap kan matanya pelan, sesaat kemudian ia menatap Vina tajam. Wajah yang tadi terlihat tenang terlihat menahan marah.

"Lo ngomong hal gila gini kenapa?"Tanya Evan tanpa peduli bahwa kini mobilnya berhenti di tengah jalan yang sepi ditemani oleh rintik hujan yang benar benar membuat suasana tambah mencekam.

"Aku nggak tau tapi suara suara itu bilang boleh!"

"Nggak! Nggak!" Evan menatap Vina kesal, ia benar benar tak suka mendengarkan nya.

"Aku ingin pulang! Aku ingin pergi yang jauh! Aku ingin ini semuanya berakhir! Tapi kenapa? Kenapa nggak ada yang bisa berpihak sama aku?" Vina menatap wajah Evan dengan sendu ia kesal,marah.

"Vina? Lo jangan kayak gini!" Evan berkata lirih menatap mata Vina dengan sorot sedih ia juga merasakan sakit itu tapi ia berusaha kuat sekarang. Jangan lemah. Ia tak boleh terlihat lemah saat ini tapi Vina terlalu banyak menahan sakitnya sendirian.

"Aku lelah! Aku lelah! Aku lelah dengan semua ini! Apa salah aku? Apa salah aku di sini." Vina menunduk dengan wajah basah lagi, lagi dirinya benar benar terlihat lemah bahkan kini keadaan nya sangat buruk.

"Aku ingin pulang."

"Gue anterin sama rumah deh, Lo mau pulang kan?"

"Bukan rumah tapi ke tempat lain, tempat yang biasa nya akan membuat semua orang tenang."

"Maksud Lo apa? Lo mau pulang tapi kemana?."

"...."

"Bilang sama gue."

"Hiks.."

"Jangan menangis."
Evan mengusap air mata Vina dengan lembut hal itu membuat Vina mendongak lantas tersenyum kecil.

"Aku mau sama ibu."

"Aku mau sama ibu."

"Kalo gitu kita balik ke sana!" Evan berniat untuk balik arah namun Vina menahannya dan segera menggeleng cepat.

"Jangan, aku nggak mau ke sana." Vina menangis pelan. Rintikan air hujan yang turun membuat kedinginan, bajunya juga basah ia sangat kedinginan saat ini.

"Aku mau pulang sekarang." Vina menggenggam lengan Evan kuat ia tak menoleh namun dengan cepat memberikan alamat rumahnya.

____

Setelah sampai di rumah Evan langsung pulang tanpa bertanya, sedangkan Vina masih di depan rumah menunggu waktu yang tepat untuk masuk. Ia tak sanggup mengatakan nya, tapi bukankah selama ini ayahnya memang menginginkan ibunya mati lalu apakah ini kabar bahagia untuknya.

"Jika saja aku bisa memilih ibu, aku ingin pergi bersamamu dan hidup tenang di sana."
Vina berkata lirih tak ada lagi air mata, ia bahkan sudah tak merasa sedih. Hatinya beku dan tak ada yang bisa membuat nya mencair. Bahkan sepanas apapun bumi segersang apapun tanah apakah langit akan peduli. Ia mendongak ke atas ia menatap langit yang masih menurunkan hujan untuknya dengan sendu.

"Kamu ternyata ngerti perasaan aku langit."  Vina tersenyum tipis, bibirnya melengkung cerah tak ada lagi alasan untuk nya sedih. Ibunya pergi darinya karena ingin tenang, tentu saja ia yakin itu.

"Aku pasti bahagia Bu,tenang aja."
"Aku nggak akan lemah Bu, aku janji."
...

Married By Accident ( Selesai.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang