07. Di Bioskop

13 6 0
                                    

"Arin!" Sapa Rania. Arin mengalihkan pandan dari ponselnya.

"Lo, sampai kapan mau terus ngerubah penampilan lo, kaya gini?"

"Sampai, Ra bisa ngelupain Arfa. Udah yuk, ke bioskopnya!" Rania menggandeng tangan Arin, menuju mobil Arin.

"Arin, udah dibolehin bawa mobil?"

Arin dengan semangat menganggukkan kepalanya.

"Yoi, secara udah 17 tahun."

Tidak ada percakapan lagi, Arin gokus menyetir, Rania fokus mendengarkan musik.

***
"Sampai juga, Arin mau popcorn?"

"Boleh," jawab Arin, diiringi senyum.

"Ya, udah. Ra, aja yang ke sana."

Rania pergi ke arah seorang penjual popcorn.

"Aduh ... Dompet Ra, dimana ya?" Rania sedikit khawatir, sambil merogoh tas.

"50.000 Kak."

Rania sedikit tersentak, kemudian tersenyum menutup kegugupannya.

"Tunggu, ya."

Tiba-tiba ada tangan yang mengulurkan selembar uang berwarna biru.

"Bayarin dia."

Penjual tersebut tersenyum dan mengangguk, Rania terbengong melihat Aldo yang tiba-tiba ada.

"Makasih ya Aldo, Ra nggak tahu kalau nggak ada Aldo."

"Payah, lo Dut! Ke bioskop kagak bawa duit."

Aldo mengacak-acak poni Rania, yang menjadi daya tarik. "Ya, maaf. Ra, perasaan bawa kok. Atau ketinggalan di mobil ya?"

Rania menggigit bibir mungilnya yang merah muda membuat Aldo sedikit tertegun.

"Bibir, nggak usah pake maju."

Rania segera menutupi bibir dengan kedua tangan.

"Aldo, sendirian disini?"

"Nggak, bareng pacar gue."

"Wah ... Kirain Aldo jomblo, kaya Ra."

Aldo nampak tak bersemangat jika membahas tentang pacarnya, entah masih dianggap pacar atau tidak sebenarnya.

Hanya antar jemput seperti sopir, dan menuruti segala permintaan juga mendengar berbagai macam omelan adalah hal memuakkan bagi Aldo.

"Kaya gini, gue juga laku kali. Udah yuk masuk. Keburu dah dimulai filmnya."

Rania mengangguk, lalu berlari kecil.
Baru kali ini, gue nemuin gadis sepolos dia, batinnya, tanpa sadar bibir tertarik keatas menunjukkan seulas senyum.
***

"Filmnya, asli menantang banget! Hantunya emang nggak serem tapi lumayan bikin jantungan!" Arin membahas film yang tadi ia tonton dengan semangat.

Rania hanya terdiam sesekali menelan ludah, setiap ia menutup mata pasti adegan film hantu yang menurutnya seram muncul.

"Ra, menurut lo. Kalau suster ngengsot mati pas jongkok, apa jadi suster jongkok?" Rania menepuk kepala Arin. Ada-ada saja imajinasi aneh diisi kepalanya.

"Awwh ... Sakit kali."

Arin meringis sambil menggosok-gosok kepalanya.

"RANIA!" Seseorang memanggil namanya, membuat mereka berdua sontak menengok kearah suara.

"Ersya? A--r." Ucapan Rania berhenti, sepertinya dugaannya kemarin benar, Ersya cewek yang pernah ia temui bersama ... Ah sudahlah.

"Rania, eh ada Kak Arin."

Ersya tersenyum kearah keduanya. Rania masih menatap cowok berbadan tinggi dibelakang Ersya dengan lekat.

"Dia, lebih tua dari lo. Panggil Kakak juga." Arfa berkata dengan ekspresi datar dengan tangan yang ia lipat di dada.

"Eh ... Iya Kak Rania."

Rania sedikit kikuk, namun tetap mencoba masih memasang senyum.

"Rania aja juga nggak kenapa-napa. Terserah Ersya, yang penting nyaman."

"Biasakan memanggil 'Kakak' pada yang kebih tua, biar ngerti cara sopan santun." Arfa menyela ucapan Rania, membuat Rania sedikit tak berani menatap matanya.

Situasi macam apa sekarang? Ersya dan Arin mencoba mencairkan suasana.

"Eh, Sya. Kalian juga nonton film hantu itu nggak tadi?"

"Iya! Asli serem banget. Iya nggak Bang?" Ersya menarik baju Arfa, membuat dia memutar bola matanya.

"Biasa, aja."

Bang? Rania menatap Ersya dengan tatapan bingung. Itu panggilan kesayangan buat orang pacaran zaman sekarang?

Ersya mengerucutkan bibirnya, gadis ini tampak sangat manja didepan Arfa. Entah kenapa hati Rania serasa nyeri.

"Ra, pulang yuk. Udah sore juga." Arin yang faham tatapan Rania menarik tangannya.

"Kita pulang dulu ya, Fa, Sya."

Di mobil, hanya keheningan dan deru mesin yang terdengar. Arin sesekali menatap Rania yang tengah menyenderkan kepala ke kaca mobil disebelah.

"Lo, nggak kenapa-napa?" Rania hanya menjawab dengan gelengan dan helaan nafas.

"Rin, menurut kamu. Ersya sama Arfa ada hubungan sesuatu nggak?"

"Emang kenapa?" Arin berusaha mendengarkan dengan baik walau tatapan matanya masih harus fokus kejalan.

"Enggak, kok."

"Ingat, Ra. Kalau lo ngerasa dia perhatian ke lo. Mungkin itu hanya sebatas rasa kasihan. Lo, juga harus tau posisi lo, udah nggak kaya dulu."

Arin bukan mencoba mematahkan dan menyakiti hati Rania. Tapi dia tidak tega melihat Rania yang masih saja belum bisa melupakan Arfa.

Memang wajar, baru satu bulan memang masih ada sekelebat kenangan. Namun, tanpa ada usaha dan selalu mengingat kenangan itu. Bukankah hanya dapat menyakiti hati sendiri?

"Iya, Rin. Ra, tahu posisi Ra sekarang, tapi Ra yakin Arfa nggak secepat itu bisa lupain Ra."

Arin menghembuskan nafas, sekeras apapun Arin berusaha menjauhkan Arfa dari Rania, hati Rania selalu mencari celah untuk selalu berfikir positif.

***
Terlalu banyak kata
Yang membuatku selalu mempercayai bahwa, cintamu akan selalu ada dan hadir dalam hati
***

Alhamdulillah selesai part 07.
Jangan lupa tinggalin jejak biar saya selalu semangat ngelanjutin cerita.

Maaf atas segala typo dan penempatan tanda baca yang salah.

Salam manis dari author❤️❤️

Mantan KakakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang