Sepotong Hati Tanpa Nama

Sepotong hati tanpa Nama

Jangan berharap begitu banyak pada pernikahan ini.

---

Handaru Atharrazka telah kehilangan kebahagiaannya sejak bertahun-tahun lalu. Meski kini ia memiliki segalanya. Perusahaan yang berkembang pesat. Keping-keping rupiah yang mengalir deras masuk ke rekening. Rumah besar yang megah. Dan seorang istri yang teramat menawan, yang selalu ia temukan saat menutup mata di malam hari dan membukanya kembali ketika matahari pagi telah menyusup jendela kamarnya.

Athar menyugar rambutnya. Dia sedang berada di dalam mobil, sepulang kantor dan masih terjebak di ramainya jalanan. Tepat saat lampu berubah hijau, Athar menjalankan mobilnya. Berbelok memasuki jalanan di pinggir rel kereta api. Ini Rabu sore, masih terlalu cepat baginya untuk tiba di rumah.

Toh, ia memang tahu jika tidak ada yang menyambutnya saat ia pulang cepat di hari ini.

Lelaki itu menghentikan laju mobilnya persis di seberang kafe minimalis yang tampak ramai sore hari ini. Bukan untuk mampir ke kafe itu dan membeli secangkir kopi, namun, Athar bertahan duduk di dalam mobil. Menoleh ke seberang jalan dengan kaca mobil yang sedikit diturunkan.

Di samping kafe itu ada sebuah kelas belajar yang dindingnya didominasi warna biru langit. Anak-anak duduk dengan rapi di belakang meja belajar, menghadap sebuah papan tulis putih besar di depan ruangan. Dengan seorang guru perempuan sedang mengajar. Dan di sanalah istrinya berada, membangun dunia penuh kebahagiaan dengan menjadi relawan pengajar di sebuah sekolah gratis bagi anak-anak jalanan.

Dari seberang jalan, Athar masih bisa menangkap dengan jelas bagaimana sang istri mengukir senyuman. Sebuah senyum yang Athar yakini bukan sebuah kepalsuan. Senyum tulus yang hadir dari dalam hati perempuan itu.

Athar menumpu sikunya di atas kemudi, dengan jemari menyentuh bibirnya yang mengulas senyuman samar. Setidaknya, meski ia tak bisa membuat ulasan senyum di bibir perempuan itu mengembang, ia bisa melihatnya dari kejauhan.

Galila Shakayla, perempuan yang empat tahun ini ia ikat dalam sebuah pernikahan tanpa tujuan.

Karena ia telah kehilangan satu kata berharga. Sebuah cinta.

***