Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi

4. Selalu sesukanya

53.6K 4.9K 114
                                    

4. Selalu Sesukanya


Pukul sembilan pagi, selepas sarapan dan usai memotong puding mangga yang ia buat kemarin, Galila mendatangi taman belakang. Di mana ada ibu mertuanya dan Saras di meja dekat kolam renang. Sedangkan Athar sedang berada di sudut lain, berdiri membelakangi dengan sebelah lengan terangkat tampak menggenggam ponsel.

"Kamu bawa apa, La?"

Pertanyaan Arni—ibu mertuanya, membuat Galila segera mengalihkan pandangan ke arah perempuan paruh baya itu. Dia mengulas senyuman dan merendahkan tubuh untuk meletakkan sepiring puding ke atas meja. Dekat dengan cangkir teh milik Arni dan Saras. "Puding mangga, Bu. Kemarin Galila membuatnya."

"Wah, puding mangga. Aku mau ...." Saras menyambut antusias dengan tubuh condong ke arah meja. Menilik potongan puding yang baru saja Galila letakkan.

Galila hanya mengulas senyuman melihat Saras mengambil sepotong puding dan segera melahapnya. Sedangkan Arni hanya menggeleng pelan. Sebelum ia tertarik pada satu kilau yang menyapa netranya saat melihat telinga Galila.

"Anting kamu cantik, La. Enggak salah kalau Athar bilang anting itu memang cocok untuk kamu."

Galila yang baru saja mengambil duduk di sofa depan Arni segera mendongak dan melihat sang ibu mertua dengan kedip pelan.

"Athar bilang, Galila sukanya yang kecil tapi manis, Bu. Jangan yang kegedean. Enggak akan dipakai." Arni kembali bersuara, menirukan perkataan Athar tempo hari saat menemani dia memilih perhiasan. Awalnya dia sendiri yang berniat membelikan perhiasan untuk sang menantu, namun Athar mengambil alih.

Galila tersenyum manis dengan pipi bersemu. Mendengar penuturan ibu mertuanya membuat dadanya mengembang bahagia. Padahal semalam ia sudah percaya dengan ucapan Athar tentang asal muasal perhiasan baru yang dibelikan Arni. Rupanya lelaki itu hanya membual.

"Oh, diam-diam Kak Athar kasih hadiah." Saras ikut bersuara di sela kunyahan puding di mulutnya. "Antingnya cocok banget dipakai Kak Galila. Jadi kelihatan berkali lipat lebih cantik dan manis. Pasti Kak Athar enggak akan ngalihin pandangan. Tergila-gila, begitulah," imbuhnya, lalu tergelak pelan.

"Telan dulu pudingnya, nanti tersedak," Arni memperingati, yang dibalas dengan patuh oleh sang putri. Saras segera mengatupkan bibir dan menelan habis puding di mulutnya.

"Kamu berlebihan, Ras." Galila menggumam malu. Tidak mengambil hati ucapan sang adik ipar karena tahu persis Athar tidak akan pernah tergila-gila padanya. Kalau pun itu terjadi, mungkin hanya ada di mimpi-mimpinya. Sebagai bunga tidur yang terlalu muluk-muluk.

Galila sudah akan menyandarkan punggung pada sandaran sofa, namun terhenti ketika seseorang mengambil duduk di sebelahnya, terlebih melingkarkan lengan di bahunya. Wangi tubuh yang menyapa indera penciumnya membuat Galila tak perlu repot menoleh.

Dan dekapan itu pun sudah teramat ia hapal. Lengan kokoh yang terasa protektif mendekapnya. Meski Galila tak yakin, apakah Athar akan sungguhan menjaganya jika sesuatu yang buruk menimpa dirinya. Selama ini, Galila hanya berpikir dekapan Athar adalah sebuah formalitas belaka.

"Lagi ngobrolin apa? Keliatannya seru." Athar bersuara. Begitu santai.

"Ngomongin Kak Athar yang beliin perhiasan buat Kak Galila." Saras menjawab ringan dengan lengan terulur, kembali mengambil potongan puding.

Athar segera melirik ke arah Galila bersamaan dengan sang istri yang juga menoleh ke arahnya. Tatapan keduanya bertemu dengan sejuta makna tak terucap. Lalu, tatapan Athar beralih ke telinga Galila dan menemukan kilau di sana. "Kamu suka? Kupikir enggak akan kamu pakai."

Sepotong Hati Tanpa NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang