Tania menghela napas berat. Meratapi nasibnya yang tidak beruntung untuk kesekian kali. Terkadang ia berfikir pria itu tidak pernah memperlakukannya dengan baik. Mengapa ia harus bersikap baik padanya? Mungkinkah karena ini sudah menjadi kebiasaan?
Ia berhentikan langkahnya. Tania tak mau lagi mengikuti pria yang lebih dulu jalan dihadapannya itu. Ia memilih balik badan dan kembali ke kelasnya. Hal bodoh apa yang baru saja ia lakukan ini?
"Tania."
Bagas memanggil gadis itu, gadis yang telah membalikkan tubuh ke arah berlawanan dengannya.
Tania yang sudah berjalan menjauh mendengar suara dari balik tubuhnya. Lantas ia berhentikan langkahnya. Membalikkan tubuh kembali menatap pria itu. Ia diam ditempat, mematung tak tahu apa yang akan diperbuat.
Sungguh suasana ini terasa canggung!
"Maaf," Bagas tahu dari kemarin ia bersikap terlalu dingin pada gadis itu.
Satu kata canggung terucap dari bibirnya. Pria itu memang berniat untuk meminta maaf. Bukan hanya sekedar basa basi.
"Maaf untuk apa?" tanya Tania.
"Soal kemarin sore, gue ninggalin lo gitu aja," jelas sang pria.
"Oh yang itu"
"Jadi mau kan maafin gue?" tanya Bagas sekali lagi.
Beberapa detik keheningan terjadi. Ntah mengapa bibir Tania terasa keluh, ia bingung harus menjawab pernyataan itu dengan kalimat apa. Jujur, ia belum menyangka jika Bagas akan meminta maaf.
Pria dihadapanya pun masih setia menunggu jawaban dari seorang gadis yang tiba tiba diam. Padahal, biasanya gadis itu selalu banyak bicara walaupun pada hal hal yang tidak penting.
"Pulang sekolah temenin gue ke gramedia, mau?" ajak Bagas, mau tak mau ia harus membuka suara lagi untuk menghentikan keheningan yang terjadi.
"Bo.. leh," jawab gadis itu.
"Ntar pulang sekolah, gue jemput lo ke kelas?" tanya pria itu, memastikan.
"Nggak, nanti kita ketemu ditempat biasa aja," jawab Gadis itu.
Ia tahu jika Bagas menjemput ke kelasnya. Sudah dapat dipastikan kelas itu akan heboh kembali, ya misalnya seperti tadi.
"Ok," balas pria itu.
Tania merasa darah segar mulai kembali mengalir dipermukaan tubuhnya setelah ia membeku beberapa detik yang lalu. Dasar gadis hiperbola!
*Matahari Pagi*
Bagas kembali ke kelasnya. Kelas itu sunyi, para siswa sedang sibuk pada bukunya masing masing. Berbeda 180° dengan kelas yang barusaja ia kunjungi. Sebab siswa siswi XI MIPA II akan mengikuti ulangan yang bisa dibilang ini pelajaran tersulit bagi para siswa IPA. Apa lagi kalau bukan Fisika, si pelajaran yang wajib hafal rumus! Kalau tidak? Ya siap siap tidak bisa jawab.Bagas bersiap untuk mengerjakan ulangannya hari ini. Ia mencoba fokus mengisi beberapa soal fisika yang biasanya ia anggap mudah. Namun ntah mengapa, hari ini soal itu terasa sulit. Lebih tepatnya ia sulit fokus untuk ulangan kali ini.
"Sudah selesai Bagas?" tanya bu Lasmi, guru fisika itu tiba tiba saja menghampirinya.
"Belum bu."
Bu Lasmi pun melanjutkan kelilingnya dikelas itu. Maklum jika tidak dipantau bisa saja para siswa akan saling mencontek.
"Gas.. Gas.. yang nomor ini gimana?" tanya Rico, teman sebangku Bagas.
Baru saja Bagas ingin menjelaskan soal tersebut. Dengan sigap bu Lasmi menegur mereka.
"Rico, ingat ini ulangan! Bukan kerjasama."
"Iya bu," balas Rico melemah, kalau sudah begini ia tidak tahu lagi bagaimana cara menjawab soal soal fisika ini.
Sedangkan seorang pria dengan percaya diri tinggi selalu saja mengumpulkan ulangan paling pertama dibandingkan teman - temannya. Siapa lagi kalau bukan sang ketua osis SMA Pelita, yang juga dikenal pintar itu.
"Ini bu," ucap Arya, memberikan secarik kertas ulangan beserta jawaban yang sudah ia isi dengan sangat yakin.
Teman - temannya yang lain pun hanya bisa menelan ludah tak percaya. Secepat itukah Arya mengerjakan soal soal fisika tersebut?
*Matahari Pagi*
Tet.. Tet... Tet....
Bel sekolah telah berbunyi, pertanda kegiatan belajar mengajar pada hari ini telah selesai. Tania memasukkan buku - buku yang berserakan diatas meja ke dalam sebuah tas berwarna pink susu miliknya.
Tak disangka, seorang pria telah menunggunya didepan pintu kelas. Tak elak peristiwa ini menjadi tontonan para siswa lainnya. Banyak siswa yang menyoraki mereka. Seketika wajah gadis itu memerah seperti kepiting rebus. Namun sang pria yang menjadi objek utama bersikap santai seolah tak memperdulikan teman - temannya yang antusias melihat pertemuan dua insan ini.
Tania heran, peristiwa ini sebenarnya biasa. Mengapa terkesan begitu dilebih - lebihkan? Apakah karena pria yang menghampirinya ini seorang ketua osis? Siswa yang terpandang di SMA Pelita.
Tania menghindar, menjauhi kerumunan yang berada tepat didepan kelasnya. Arya pun mengikuti langkah gadis itu yang ia percepat secepat mungkin.
"Tan.. tan tunggu," ucapnya, menarik lengan Tania.
"Apa?"
"Temenin gue ke cafe yuk!" pinta sang pria.
"Hari ini Arya nggak ada rapat osis?" tanya gadis itu memastikan.
"Nggak, makanya kita jalan yuk! Mumpung gue nggak sibuk, tau kan ketua osis itu sibuknya kayak apa?? Jadi kali ini gue nggak terima penolakan," jelas Arya.
"Oke!" gadis itu langsung mengiyakan tanpa aba aba. Tentu saja senyumnya merekah untuk pria yang berada dihadapannya ini.
*Matahari Pagi*
Sudah hampir 2 jam Bagas menunggu seorang gadis yang tak kunjung datang menghampirinya. Padahal jelas terucap dari bibir gadis itu ia akan menemui Bagas sore ini.
Tampak langit sedang tidak bersahabat. Para awan semakin menggelap. Hawa dingin juga mulai terasa. Sepertinya akan turun hujan. Ntahlah apa yang dipikirkan pria itu, ia masih tetap menunggu. Beberapa kali ia mencoba untuk menelpon namun sayang handphone gadis itu selalu berada diluar jangkauan.
Hujan mulai turun, rintiknya semakin deras. Akhirnya Bagas memilih untuk pulang saja. Ia yakin gadis itu tidak akan menemuinya. Seharusnya sejak awal ia sadar, Tania bukanlah seseorang yang begitu penting dalam hidupnya. Mengapa ia harus membuang waktu hanya untuk menunggu gadis milik orang lain?
"Buang waktu, nggak penting!" desisnya sinis.
*Matahari Pagi*

KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Pagi
Teen FictionKisah dua anak manusia yang berlindung dibawah kata pertemanan.