8. Perkara Cokelat

46 6 0
                                    

"Semuanya lo Lupa Tan, kemarin motor, hari ini bekalan, besok apa lagi?" celetuk pedas sang pria pagi ini.

"Atau lo cuma ingat cireng abang abang yang biasa lo beli?" sambungnya.

"Bagas gak bisa diam ya? Nyambar mulu kayak petasan! Nanti predikat cowok cool nya hilang loh," balas Tania menghentikan celetukan pedas pria itu.

"Ih dih!"

"Kan lo yang bilang gue cool, gue sih gak ngerasa."

"Ini non bekalannya," ucap bi Iyem, memberi bekalan berwarna pink itu.

"Makasih bi.."

"Sama sama non."

Bi Iyem tertawa licik melihat kelakuan dua anak manusia ini. Katanya bersahabat, tapi tak pernah akur. Aneh sekali!

Kedua anak manusia itu masih bertatap tajam. Tania tak terima dengan ucapan Bagas, begitupun pria itu yang menilai ucapannya lah yang paling benar. Mereka membenarkan pendapat masing masing.

"Mau berangkat sekolah nggak?" tanya Tania menekan.

"Ya udah naik."

Pagi ini jalanan ramai, padat merayap. Semua orang ingin lebih dulu sampai pada tujuannya. Jika sudah begini, pasti tidak akan ada manusia yang mau mengalah. Dengan terpaksa pria itu harus menggunakan keahliannya pagi ini. Apalagi jika bukan mengebut! Walaupun ia tahu sebenarnya ini perilaku terlarang.

"Tan, siap siap ya!" ucap pria itu memberi aba - aba pada gadis yang diboncengnya.

"Kenapa?"

Kali ini Bagas tak menyia - nyiakan keahliannya itu. Begitu handal ia menyalip beberapa mobil yang berada di depan motornya. Membuat gadis yang ia bonceng ketakutan bukan main. Tania hanya berharap ia sampai di sekolah dengan selamat.

"Semoga Tania nggak kenapa napa ya Allah!!" teriak gadis itu ditengah jalan.

"Lebay!" sahut Bagas.

"Kejam!" teriaknya lagi sembari memukul pundak pria itu.

Pria yang di pukul pun tak menghiraukan sang gadis. Ia tetap membawa ninja putih itu dengan kecepatan tinggi supaya tak terlambat sampai di sekolah. Mau tidak mau Tania harus memeluk erat pinggang pria itu, jika ia tak mau nyawanya melayang sia - sia. Percayalah!! Ini terpaksa.

Mereka tiba di sekolah sekitar pukul 06.50 pagi, itu berarti masih ada sekitar 10 menit sebelum bel masuk.

"Nih minum, bibir lo pucat," ucap Bagas memberi botol minumnya pada gadis yang sedang shock itu.

"Nggak perlu, Tania punya minum sendiri," tolaknya.

"Ya udah."

Tanpa rasa bersalah dan tentunya enggan untuk meminta maaf. Bagas meninggalkan gadis itu di parkiran sekolah yang sedang ramai. Ia segera masuk ke dalam kelasnya. Bagas tak mau jadi tontonan para siswa lain akibat pagi ini mengantar Tania ke sekolah.

"Ekhm, diantar Bagas nih.." bisik seorang pria resek tepat ditelinganya.

"Raffi!!"

Seisi parkiran itu tertuju pada sumber suara. Wajah sang subjek utama pun memerah seperti udang rebus. Sungguh Tania sangat malu, akibat teriakannya pagi ini. Tanpa fikir panjang, ia tinggalkan keramaian itu menuju kelasnya. Diikuti Raffi yang memang sekelas dengannya dan pasti tujuan mereka sama.

Pagi yang sangat menyebalkan bagi seorang gadis bernama TANIA SALSHABILA

*Matahari Pagi*

Matahari PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang