Bagas menghela napas berat, dimana gadis itu? Ia bingung harus mencari kemana lagi dan sang gadis pun tak ditemukan keberadaannya. Namun terdapat sebuah tempat disekolah ini yang belum ia kunjungi yaitu taman hijau dibelakang sekolah.
Bagas tersenyum picik sambil menatap bangku kosong yang berada disana. Dulu ditempat itu, Tania akan bercerita banyak hal, mulai dari yang penting untuk dibicarakan hingga yang tak perlu dibahas.
Kini, mereka sudah jarang melakukan hal itu. Ntah karena kesibukkan masing masing, atau memang sudah tak ada waktu untuk berbagi cerita lagi.
Melirik pada sudut taman tersebut, Bagas merasa sedikit lega. Akhirnya ia telah menemukan seseorang yang sedari tadi ia cari. Gadis itu duduk disebuah bangku kosong panjang sembari menundukkan pandangan seolah tak mau diganggu. Perlahan pria itu mendekat, ia yakin gadis ini pasti Tania!
"Tan..."
"Tania..."
Bagas mengambil tempat, ia duduk disamping gadis itu sembari menunggunya berhenti menangis. Pria itu memang tak pandai dalam hal membujuk apalagi sekedar basa basi. Terdengar jelas isak tangis gadis yang berada disebelahnya ini, walaupun ia memalingkan wajah darinya.
Gadis itu mencoba menenangkan diri, menahan untuk tidak menangis lagi. Jujur, Tania malu jika diperhatikan seperti ini. Ia beranikan diri mengangkat pandangannya kemudian menatap mata Bagas lekat. Kesalnya, pria itu menatap tanpa ekspresi.
"Apa?" balasnya serak.
"Tan, gue nggak bermaksud buat lo nangis," ucap Bagas menatap wajah lesuh gadis dihadapannya ini.
"Bagas marah sama Tania?" Tanya gadis itu polos.
"Nggak, Tan."
"Kenapa Bagas bentak Tania?" tanyanya lagi.
"Padahal Bagas nggak pernah bentak Tania sebelumnya," sambung gadis itu menahan isak tangisnya, tanpa permisi bendungan bening itu kembali membasahi pipinya.
Bagas terdiam, sejenak berfikir agar tak menyakiti hati gadis itu lagi. Ia harus lebih bersabar menghadapi makhluk ajaib ini!
"Gue lagi banyak pikiran Tan, maaf lo dapat imbasnya," balas Bagas tulus.
"Kenapa nggak cerita sama Tania?" Tanya gadis itu lagi dan lagi.
"Nggak ada waktu yang tepat," jujur pria itu.
"Bagas ada masalah?"
Pria yang diberi pertanyaan itu pun terdiam, ia benar benar tak tahu harus menjawab apa. Seharusnya Bagas tak mengatakan hal ini pada gadis itu.
Tet... Tet... Tet...
"Udah bel, gue masuk deluan ya Tan," balasnya, mengalihkan pembicaraan.
Bisa dibilang bel masuk kali ini sangat membantu Bagas dalam mengatasi pertanyaan yang sulit untuk ia jelaskan itu.
Gadis dihadapannya hanya terdiam, menatap dengan pandangan kosong. Bagi Tania, Bagas tak pernah mau benar benar menyelesaikan masalahnya. Pria ini hanya berulangkali menghindar.
"Bagas pikir dengan menghindar bisa menyelesaikan masalah yang sebenarnya?" tanya Tania.
Pria itu lagi lagi diam, ntahlah apa yang harus dijelaskan.
"Sesibuk itu sampai gak punya waktu buat cerita?" Tanya gadis itu lagi.
"Gue atau lo yang nggak ada waktu?" Tanya Bagas balik.
"Maksudnya?"
"Bukannya, sekarang lo sibuk sama ketua osis itu?" jawab sang pria ketus.
"Nggak gitu Gas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Pagi
Teen FictionKisah dua anak manusia yang berlindung dibawah kata pertemanan.