Tatapan nanar seorang pria tepat tertuju pada pria lain yang sedang duduk bersebelahan dengan gadisnya. Ntah apa yang sedang dibicarakan mereka namun ia merasa tatapan gadis itu tak pernah memandangnya sedekat itu. Tatapan penuh arti yang tak pernah ia dapatkan dari seorang gadis yang dicintainya. Apakah benar perkataan siswa siswi lain tentang mereka? Arya rasa tidak, ia masih sangat percaya pada gadis itu, gadis yang menyimpan segala kenangan indah bersamanya sejak setahun lalu.
Arya tampaknya telah kehabisan kesabaran. Ia tak pikir panjang, satu tinjuan tepat mendarat di pipi kanan pria yang ia anggap saingannya. Membuat bola mata Tania membulat sempurna ke arahnya, tak percaya. Bahkan seisi kelas XI IPA II juga tak menyangka dengan kejadian ini. Seperti merasa tidak puas, Arya melayangkan lagi satu tinjuan tepat dibibir pria itu hingga bibirnya sedikit robek dan meneteskan percikan darah.
Bagas tak tinggal diam kali ini, ia menarik kerah baju sang lawan. Membalas tinjuannya tanpa dosa. Ntahlah biasanya Bagas selalu berkepala dingin, tapi tidak dengan hari ini rasanya ia ingin menghabisi lawannya detik ini juga. "Stoopp!!" Teriakan Tania tak dihiraukan oleh keduanya. Mereka terus berkelahi. Tanpa memikirkan kondisi dan situasi. Ada beberapa siswa yang mencoba melerai mereka untuk menyudahi perkelahian itu tapi ada juga siswa siswi lain yang menjadikan ini sebagai bahan tontonan mereka.
"Apa apaan ini??!!" teriak bu Sari, selaku guru bk yang berada tepat didepan pintu kelas. Kebetulan sehabis istirahat Bu Sari mengajar di kelas XI IPA II.
Seketika perkelahian sengit diantara keduanya terhenti, dengan wajah Arya yang sudah membiru tak karuan dan percikan darah dibibir Bagas yang terus menetes. Kelas pun menjadi hening. Tak ada lagi suara sorak menyorak menebak siapa yang akan memenangi pertarungan tak sehat itu.
"Arya! Bagas! Ikut saya ke ruang BK!"
Dua pria itu masuk ke dalam ruangan yang penuh keheningan dengan wajah pasrah. Mereka tahu sebentar lagi hukuman akan mendatangi mereka dengan rentetan pertanyaan yang pastinya lebih sulit dari ulangan fisika kemarin. Disini hanya ada tatapan penuh introgasi dari bu Sari yang tentunya tak menyangka dengan kejadian seperti ini terjadi pada dua siswa kebanggaan sekolah.
"Kalian tahu, kalian siapa?" tanya dingin bu Sari memulai percakapan.
Mereka hanya terdiam, tidak ada yang menjawab pertanyaan itu. Keduanya kali ini kompak untuk bungkam. Sebagai siswa yang berprestasi dan terpandang disekolah ini, kasus seperti ini sangatlah memalukan bagi mereka. Perkelahian antara keduanya pasti akan menyebar dari mulut ke mulut bahkan sampai ke sekolah lain. Arya sudah terlanjut terkenal dengan image sebagai ketua osis yang bijaksana. Sedangkan Bagas, ia merupakan siswa yang selalu mewakili SMA Pelita dalam ajang olimpiade bergengsi.
"Kalau saya bertanya ya dijawab!" bentak bu Sari.
"Arya, kamu ini ketua osis harusnya mencontohkan perilaku baik kepada teman teman kamu. Bukannya malah berkelahi seperti ini," sambungnya.
"Iya bu, maaf."
"Bagas, kamu juga kenapa bisa berkelahi? Biasanya kamu selalu berkepala dingin," tanya bu Sari.
"Saya gak ada tujuan untuk berkelahi bu, tiba tiba Arya nyerang saya," jawab Bagas apa adanya.
"Itu benar Arya?"
"Saya tidak mungkin main tangan bu, kalau tidak ada penyebabnya," jawab Arya penuh penekanan.
"Apa penyebabnya?"
"Saya tidak bisa menjelaskannya bu," lirih Arya.
"Kenapa?!" ucap bu Sari penuh tanda tanya.
Beberapa menit kemudian bu Sari tetap menunggu penjelasan dari keduanya, namun tetap saja tidak ada yang mau untuk membuka suara dan memberi penjelasan. Bagas dan Arya kompak saling menatap tajam, seakan kedua bola mata mereka mengeluarkan percikan api. Tidak ada niat perdamaian bagi Arya begitupun Bagas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Pagi
Teen FictionKisah dua anak manusia yang berlindung dibawah kata pertemanan.