Seorang pria berjalan melawati koridor sekolah yang tampak ramai. Wajar saja ini memang jam pulang sekolah. Jadi tak heran jika para murid memenuhi area diluar kelas yang tentunya akan sangat ribut. Oleh sebab itu Bagas menggunakan earphone putih miliknya untuk menghindari hingar bingar sekitar.
"Dor!" teriak seorang gadis membawa es krim favoritenya sembari menyamakan langkah dengan pria itu.
"Udah gak marah?" tanya Bagas melepaskan earphone dari telinganya.
Tania tak membalas ucapan itu, ia hanya tersenyum lebar sembari menikmati es krim miliknya.
"Buat gue mana?" tanyanya lagi.
"Beli sendiri!"
"Ya udah, ayo beli!" ajak pria itu.
Tanpa fikir panjang, Bagas menarik lengan gadis itu, mengajaknya ke kantin yang menjual es krim tersebut.
"Diluar mendung lo Tan," ucap pria itu sembari membuka bungkus es krim tersebut lalu duduk di bangku kantin yang tersedia.
"Terus?" balas gadis yang masih menikmati es krimnya itu.
"Nggak, cuma bilang."
"Tapikan Tania nggak nanyak," balas gadis itu menahan tawanya.
"Gue ngegame dulu," ucap Bagas mengalihkan pembicaraan.
"Gas..."
Pria itu tetap asik dengan game yang ada di handphonenya. "Bentar, gue naik ring dulu."
"Hm," balas Tania pasrah.
Ada beberapa siswa yang masih berada ditempat ini. Ntahlah apa tujuan mereka, pastinya ingin membeli makanan untuk mengganjal perut yang sudah lapar. Atau mungkin hanya mengisi waktu luang untuk berkumpul bersama teman temannya.
Satu jam berlalu, Tania sudah mulai bosan mengotak atik instagram. Membuka semua akun yang ia sukai, mulai dari artis, penyanyi, hingga quotes keren yang terdapat di sosial media itu. Tapi tetap saja menunggu pria ini menyelesaikan gamenya tidak akan pernah selesai. Huft menyebalkan!
"Tania pulang!" ucap gadis itu, berdiri ingin meninggalkan kantin tersebut.
"Gue antar!" balas Bagas yang seketika mematikan handphonenya.
"Bagas main game aja, Tania bisa pulang sendiri," ucapnya ketus.
"Gue udah selesai ngegamenya," balas pria itu, berjalan terlebih dulu dari pada gadis yang masih berdiri di sebelah bangku kantin.
Tania menghela napas berat, menghadapi pria ini memang butuh kesabaran extra. Lagi dan lagi dengan terpaksa ia harus mengikuti langkah pria itu hingga menuju parkiran sekolah tempat dimana Bagas menyimpan motornya.
"Mata gak perlu disinisin gitu, gak ada sinis sinisnya bocah!" ucap Bagas sembari mengambil motornya.
Gadis itu menatap Bagas penuh kekesalan. Apalagi dengan perkataannya barusan! Pria yang ditatap pun seolah tak menghiraukan. Bagas tetap bersikap biasa saja, semacam orang tak berdosa.
"Mau tetap diam disitu?" tanyanya pada gadis yang tetap saja mematung sembari memegang helmnya.
"Nggak," ketus Tania.
"Ya udah cepetan naik, jangan banyak drama!" timpal pria itu.
"Iya."
Bagas pun melesat jauh mengendarai motornya. Membuat gadis yang duduk dibelakang itu merasa ingin terbang seketika.
"Bagas, jangan ngebut!" bentak Tania sembari memukul pundak pria itu.
"Udah mau hujan, Tan."
Terpaan angin mewarnai perjalanan sore itu. Cuaca memang sedang tak bersahabat, Tampaknya hujan deras akan turun. Langit juga terlihat sangat mendung. Benar saja beberapa menit kemudian hujan deras itu turun membasahi bumi dan seisinya. Mengharuskan mereka untuk menepi ke sebuah halte yang terletak di persimpangan jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Pagi
Novela JuvenilKisah dua anak manusia yang berlindung dibawah kata pertemanan.