Seharusnya 3 langkah lagi Tania sampai didepan kelas XI IPA I. Namun seorang pria bertubuh tegap sembari membawa gitar menghalangi gadis itu untuk masuk ke dalam kelasnya sendiri. Pria yang sedang fokus memetik gitar itu tepat duduk didepan pintu kelas dan seolah tak peduli dengan keadaan.
Bersikap acuh tak acuh pada gadis yang kini tepat berada didepannya. Malah dari raut wajah sang pria ia tampak senang dengan kondisi seperti ini sembari tersenyum licik menatap dua bola mata gadis itu yang kian memanas. Ia masih larut dalam lantunan gitarnya dan suara yang... Ya Tania akui suaranya memang merdu.
"Minggir Raffi!" perintah gadis itu
"Waduh ceweknya ketua osis lewat nih," balas Raffi santai, seolah mengabaikan perintah Tania.
"Tania mau lewat, minggir Raffi!" perintahnya sekali lagi.
"Kalau gue gak mau, lo mau apa?" balas Raffi dengan tatapan tajamnya.
Pria yang hobbynya bermain gitar ini memang selalu mencari masalah dengan Tania sejak ia masih duduk di kelas X. Sial apa yang menimpa Tania hinggs ia harus dua tahun sekelas dengan makhluk semacam Raffi.
"Fi!"
Suara lantang itu terdengar jelas dari balik tubuh Tania. Ya siapa lagi kalau bukan Deyfan! Si pria baik hati. Sekelas dengan Deyfan untuk dua tahun merupakan anugrah bagi Tania. Tiga tahun juga gak papa, Tania ikhlas ya Allah.
"Wleek..!!" olok Tania pada Raffi yang gagal dengan jahilannya.
Mau tak mau kali ini Raffi harus mengalah. Karena Deyfan, sang ketua kelas yang memerintah. Jika ia menolak, ya siap tidak siap pasti masalah akan beruntun panjang hingga ke wali kelas.
"Aelah Deyfan, dibantu segala," sahut Raffi tidak terima.
Deyfan hanya membalasnya dengan senyuman licik. Menandakan perintahnya tak pernah ditolak oleh siapapun.
"Deyfan mah baik, emang lo!" balas Tania, tak mau kalah.
Setelah melewati drama Raffi dan dapat memasuki kelasnya sendiri. Tania menaruh tas dibangkunya.
"Pagii Taniaa," sapa seorang Pria sambil mengacak rambutnya yang sudah rapi.
"Aryaaa!!" balas Tania tak suka dengan hal itu.
"Masih pagi Ar, udah kesini aja lo," sahut Tisa, teman sebangku Tania.
"Bukan urusan lo juga kan Tis," balas Arya santai.
"Udah ngapel aja nih bro!" ucap Raffi, yang seketika menghampiri mereka.
"Ya dongg bro!!" balas Arya sambil tertawa canggung, berusaha mencairkan suasana.
Tania mencoba larut dalam suasana itu. Mencoba ikut tertawa walau tidak ada yang lucu. Malah mereka terlihat garing bagi Tania. Ntahlah perlu diakui atau tidak, ia rindu Bagas pagi ini! Gadis itu merasa semua orang disini tak ada yang dapat menghiraukannya untuk tidak memikirkan Bagas.
Mulai dari Raffi dan sebuah gitar yang sebenarnya asik, Deyfan si pria baik hati yang menolongnya dari kejahilan Raffi, hingga Arya sang kekasih yang rela menghampirinya pagi pagi begini.
Gadis itu berada dikelasnya. Namun seolah fikirannya tidak berada ditempat yang sama. Mengapa Bagas tidak memberinya kabar? Sejujurnya Tania menunggu permintaan maaf dari pria itu karena ulahnya kemarin sore. Namun sayang, tampaknya Bagas tak punya niat untuk meminta maaf. Dan.. harus Tania lagi yang mengalah.
"Tan," ucap Arya membuyarkan pikiran gadis itu.
"Iya, Ar?" tanyanya, seketika ia fokuskan pandangan pada Arya.
"Aku ke kelas dulu ya, udah bel."
"Ok."
*Matahari Pagi*
Pagi ini guru kimia tidak masuk. Para murid XI MIPA 1 hanya mendapatkan sejumlah tugas yang diantarkan oleh guru piket. Alhasil suasana kelas ribut, ricuh dan berisik seperti pasar ikan, maklum karena sedang tidak ada guru yang mengawasi. Walaupun kelas ini terkenal dengan siswa siswi yang pintar dan mudah memahami pelajaran. Namun kelas ini juga adalah kelas teribut dari 6 kelas MIPA lainnya.
Tania mencoba fokus mengisi beberapa jawaban soal kimia dihadapannya itu. Namun teman sebangkunya seperti tidak tahu kondisi dan situasi. Ia terus bertanya tentang hal hal yang sebenarnya tidak perlu Tania jawab. Sesosok manusia kepo yang hanya ingin tahu tentang hidupnya.
"Tan.. Tan..," sahut teman sebangkunya itu.
"Hm," balas Tania, terkesan malas untuk menanggapi.
"Bagi tips dong Tan," ujar Tisa, tampaknya gadis itu berniat untuk mengganggu temannya.
"Tips apaan?" tanya Tania membulatkan kedua bola matanya fokus pada tatapan Tisa.
"Cara dapetin ketua osis yang pintar kayak Arya, itu gimana?" balas Tisa dengan nada penuh semangat.
"Pertanyaan lo nggak penting!" ucap Tania ketus dan kembali pada soal - soal kimianya lagi.
"Aelah Tan, kan gue nanyak," balas Tisa, tak mau kalah.
Tania tak membalasnya lagi. Ia tahu temannya itu tidak akan berhenti bicara jika ia terus menanggapi.
*Matahari Pagi*
Seorang pria memasuki sebuah kelas, bukan kelasnya, ini kelas si gadis periang. Pria itu membawa beberapa tumpukan buku tulis milik siswa siswi XI MIPA 1. Pintu kelas terbuka, ia ketuk pintu tersebut dan kemudian masuk ke dalamnya.
"Bagas," ucap Tania menghampirinya tepat didepan pintu kelas.
"Kan bener dia nggak marah," batinnya.
Melihat wajah Tania yang ceria pagi ini. Bagas pastikan gadis itu tidak marah karena ulahnya kemarin sore.
"Buku tulis kelas lo Tan," ucap Bagas memberikan beberapa buku yang ia ambil dari ruang guru kepada gadis itu.
"Bagaaaassss!!!!" sahut seorang gadis dari balik tubuh Tania.
"Pagiii Bagassss," sahut gadis lainnya.
"Apa kabar Bagas?" tanya Lia, gadis itu memang hobby mengganggu Bagas.
"Bagas semangat olimpiadenyaa," timpal Dinda tak mau kalah mencari perhatian pria itu.
"Sumpah Bagas tambah ganteng! Bagi jawaban matematika dong," sahut Wawa, gadis itu memang selalu memuji Bagas tapi kalau ada maunya.
Para gadis itu hanya mendapatkan sebuah balasan senyuman dari sang pria. Terpaksa? Tampaknya iya, supaya tak disangka sombong saja.
Tania heran, bergidik geli. Sepopuler itukah Bagas? Hingga para anak perempuan dikelasnya antusias ketika pria itu datang dengan tujuan hanya untuk mengantar buku.
Tak mau berlama lama dikelas "Pasar ikan" itu. Bagas memilih untuk balik ke kelasnya.
"Kapok ya mas, berkunjung ke kelas saya?" tanya Tania, mengejar pria itu. Mencoba menyamai langkahnya.
"Nggak," balasnya singkat.
*Matahari Pagi*

KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Pagi
Teen FictionKisah dua anak manusia yang berlindung dibawah kata pertemanan.