-
Suara pintu apartemen dibuka terdengar. Dari luar, wajah Ninna terlihat kusut dengan sekotak kardus milik Kais, yang entah berisi apa, dia angkut sepanjang lantai bawah hingga ke dalam unit apartemen. Sementara itu, Kais yang juga tidak kalah kerepotan membawa barang-barang miliknya berjalan ke dalam dan meletakan benda itu ke dalam kamarnya.
"Thanks," ucap Kais menyambut kardus di tangan Ninna.
"Kamu bawa apalagi sih, Ka? Bukan barang-barang aneh lagi, kan?" gerutu Ninna berjalan menuju dapur untuk mengambil minum.
"Tugas mahasiswa, tadi enggak sempat aku cek di kampus," jawab Kais dari dalam kamar. "Karena besok nilainya harus udah masuk terpaksa aku bawa balik."
Ninna mendesis. Namun, guyuran air dingin yang melewati kerongkongannya seketika menghilang tanpa bekas ketika menemukan sisa piring kotor di meja makan. Belum lagi handuk bekas pakai yang Ninna jelas tahu itu milik Kais menyapanya dari sandaran kursi.
"Ka!" panggil Ninna dongkol.
"Kenapa, Na?"
Ninna melipat kedua tangannya ke dada. "Bisa keluar sebentar?"
"Ada apa?" tanya Kais sembari mengganti kemejanya dengan kaus polos.
"Ka, udah berapa kali aku bilang, kalau handuk basah itu digantung di luar," gerutu Ninna melemparkan handuk ke arah Kais. "Dan piring. Bisa enggak sih kalau selesai makan kamu taruh di tempat cucian piring? Kamu pikir ini restoran. Aku capek Ka kalau setiap hari harus beresin ginian."
Kais menarik handuk dari kepalanya. Raut wajahnya terlihat masam. "Iya."
"Kamu kan tahu ini bukan apartemen gede dan kita enggak mungkin punya ART. Lagian kamu sendiri yang sepakat kalau semua hal kita lakuin bareng-bareng. Tapi sekarang? Buktinya mana?" Sambil mencuci piring dari atas meja tadi, Ninna menggerutu tidak habis-habis.
Belum selesai sampai di sana, darah Ninna kembali naik menemukan tumpukan benda aneh setinggi satu meter masih duduk manis di pojokan dapur. Ninna menarik napas dalam-dalam, kemudian berbalik mendekati Kais yang malah duduk di sofa sambil menyalakan televisi.
"Ka!"
"Apa lagi sih, Na?!" tanya Kais mulai kesal.
"Mau sampai kapan tumpukan itu nongkrong di sana? Kamu mau bikin museum? Atau mau bikin ternak penyakit?!" tanya Ninna dengan penuh emosi menunjuk sudut dapur.
"Besok pulang dari kampus aku beresin," jawab Kais tanpa sedikitpun melirik Ninna.
Ninna menggeram marah. Dengan langkah lebar dia berdiri di depan televisi, sengaja menutupi arah pandang Kais. Sontak saja, Kais mendongak dan melirik Ninna tidak suka.
"Apa lagi?" tanya Kais ketus.
Sambil berkacak pinggang, Ninna memelotot sebal kepada Kais. "Kamu bisa enggak dengerin aku dulu. Kamu pikir, kamu doang yang capek hari ini? Aku juga, Ka."
KAMU SEDANG MEMBACA
224: Today, Tomorrow, Forever
RomanceNinna-wanita berumur 29 tahun penganut paham childfree-dijodohkan dengan Kais, pria asing dengan kelakuan yang eksentrik mengingat pertemuan pertama mereka yang di luar dari kata normal. Dapatkah Ninna dan Kais belajar apa arti pernikahan dengan kek...
Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir