Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi

7. Temen Jadi Demen

34.5K 3.3K 161
                                    

-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-

Kantin di lantai bawah Blue Building tampak padat. Beberapa karyawan bahkan harus rela mengular di depan counter-counter makanan. Tempat duduk yang berjumlah hampir lima puluhan itu pun penuh, tidak cukup menampung jumlah karyawan. Apalagi hujan deras tengah mengguyur Jakarta sejak pagi tadi, kontan saja makin banyak karyawan yang enggan keluar gedung.

Beruntung, Ninna, Mutia, dan Osa, art director Tiger, berhasil menempati satu meja di kantin, sehingga mereka tidak perlu menahan sabar dan lapar hanya untuk mendapatkan tempat duduk.

"Jadi, gini Sa. Permintaan Pak Boni itu sebenarnya simpel dan enggak perlu debat macam di grup WhatsApp tadi. Dia cuma minta poster yang ini jangan kebanyakan grafik. Soalnya dia mau keterangan yang ada di file pdf masuk semua ke poster," jelas Ninna meletakkan tabletnya ke tengah meja mereka.

Ninna menarik napas dalam sebelum melanjutkan diskusi. Seharusnya, tugas account executive atau bawahannya yang menerangkan ini langsung. Namun, karena kondisinya sudah rawan gesekan, sebagai jembatan antara klien dan timnya maka harus Ninna yang turun tangan.

"Nah, menurut dia poster kemarin kurang ngejelasin itu. Too fancy to get people's attention, which is meaningless. Menurut dia."

"Buset! Pak Boni mau buat skripsi atau poster?" seru Osa tetap keras kepala. Lelaki berambut cepak itu menyeruput es kopinya dengan mata mengawasi layar tablet. "Gimana orang bisa aware sama programnya kalau wording semua? Kacau nih orang."

"Iya, tapi kan lo bisa main aman. Misalkan dengan tambahin keterangan program di area bawah? Daripada gambar batik kayak gini. Atau lo akalin jadi dua page?" usul Ninna menyantap nasi gorengnya dan menatap Mutia seperti meminta saran. "Kayaknya dia enggak masalah buat nambah page."

Mutia mengedik. "Gue ngikut aja."

"Jadi, gue bikin dua versi nih?" tanya Osa menyerah. Ninna mengangguk cepat. "Deadline?"

"Jam empat, gimana?" cetus Ninna enteng sambil tersenyum lebar. "Bisa, kan? Bisa dong."

Osa mencibir. "Lo kira tim design Sangkuriang bisa bikin desain sekali kedip? Pagi deh."

"Klien is a king, guys," gumam Mutia menahan tawa dengan mulut penuh nasi uduk.

Kepala Ninna mengangguk. Dia paham betul di dunia ahensi atau digital advertising, benda yang bernama revisi kadang kala turun setelah makan siang. Bahkan, lebih parahnya lagi sebelum jam pulang kantor. Makanya, begadang dan lembur seringkali menjadi makanan sehari-hari bagi timnya. Bila tidak punya imunitas setingkat Thanos, infus dan ranjang rumah sakit menanti.

"Pagi sebelum jam 9, gimana? Nanti gue bantu nego nih ke Pak Boni. Kalau lebih dari itu gue enggak bisa," terang Ninna mengangkat kedua tangannya.

Osa mengangguk akhirnya. Sementara Mutia yang bertugas sebagai digital strategist menahan tawa melihat ekspresi Osa. Sampai pandangannya terpaku ke arah counter penjual ayam crispy. Seorang lelaki berkemeja rapi termangu seorang diri dengan tangan membawa piring dan tatapan memutari kantin seperti mencari tempat kosong.

224: Today, Tomorrow, ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang