Happy Reading, maaf jika menemukan typo :)
.
.
.
.
.Vanya terduduk rapuh di atas dinginnya lantai kamar mandi, ia harus mengetesnya dengan menggunakan tespack karena Vanya tersadar jika ia sudah terlambat datang bulan. seluruh tubuhnya gemetar hebat dan menyakitkan. Seharusnya ia bahagia, menjadi seorang ibu adalah impian semua wanita. Tapi, janin ini adalah kesalahan kehadirannya tidak tepat dan Vanya yakin jika janin yang singgah dalam rahimnya itu adalah keturunan Elard.
Vanya menelan saliva, pandangannya mengabut karen genangan airmatanya ia ingin menangis sesegukan bahkan berteriak histeris. Dua garis merah ini tak akan membuatnya bahagia, Vanya meremas perut datarnya ini bukan mimpi, semua itu nyata saat ini ia tengah mengandung.
"Kamu tak boleh hadir di sana."
Vanya memukuli perutnya, menampiknya dan berniat untuk menggugurkannya. Seandainya janin itu adalah benih dari Brian, Vanya akan sangat bahagia tapi alur dalam ceritanya berbeda. Wanita itu tak kuasa untuk semakin lam membendungnya dan luluh sudah airmatanya terjun bebas membasahi kedua pipi tirusnya. Hanya suara isakan yang menggema di dalam dan percikan air yang keluar dari shower sebagai peredamnya.
Wanita itu meremas kuat-kuat testpack dalam genggamannya beserta adegan panasnya bersama Elard. Pria itu benar-benar memberikannya mimpi buruk, kenapa harus memendam benih dalam rahimnya?
Isakannya memelan bersama deru napasnya yang mulai teratur jalan satu-satunya ia harus pergi ke dokter dan setelahnya segera melenyapkannya agar tak semakin bertambah masalah.
Ya, Vanya akan mengembalikan hadiah tak terduga itu kembali menghadap sang Pencipta. Vanya takut jika Brian tahu, ia tak mungkin membohongi suaminya tapi untuk berkata jujur ia belum siap.
Vanya beringsut menjauhkan diri dari cermin, ia berdiri dan mematut wajahnya dari jarak yang cukup jauh, siluet itu muncul.
Kenapa harus kamu?
Semua ini salah Vanya!
Kau, wanita yang bersuami dan hamil oleh pria lain itu sebuah kesalahan!
kau harus membunuhnya!
Melenyapkannya!
Suara itu menggema kuat beserta siluet Elard yang sedari tadi berdiri tepat di belakangnya seulas senyuman terukir singkat di sana dan pria itu menjauh.
Vanya memijat pelipisnya, buliran bening itu semakin deras membasahi kedua pipinya ia tak tahu keputusan yang mana, konsekuensi buruk apa yang akan ia terima tapi Vanya tak sanggup membunuhnya.
"Aku tidak bisa, menjadi ibu yang jahat!"
Pantulan wajahnya sendiri menjadi saksi atas semua ulahnya Vanya tak kuasa hanya untuk melihat tubuh hinanya, tubuhnya kotor dan menjijikkan.
Vanya mendesah pelan, "aku akan mempertahankannya."
"Apa pun resikonya."
Seorang pria tengah duduk dengan segelas minuman beralkohol, ini sudah ke tiga puluh kali pria itu menghampiri nightclub yang mempertemukannya dengam seseorang.
Elard menajamkan kedua manik miliknya semoga malam ini Tuhan berpihak padanya hanya satu kali saja ia ingin melihat senyum polos wanita itu mungkin jika itu adalah pertemuannya yang terakhir kali.
Elard akan sangat berterima kasih.
Arloji di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul dua dinihari waktu setempat, ia ingin menyerah tapi batinnya berkata tunggu.
"El?" seseorang menepuk pundaknya dari samping. "menyerahlah."
Elard menenggak habis minuman itu agar membasahi kerongkongannya, pria itu hanya menghela napas. "masih ada waktu satu jam lagi saja, kau tahu bukan aku tak mungkin tinggal di sini sampai batas waktu yang belum di tentukan."
Alva menganggukkan kepalanya sebagai respons," sudah sebulan kau kemari dan wanita itu sepertinya tak pernah kemari."
"Kau ini kaya, aku merasa terhina jika kau tak mampu menyewa detektif untuk hal enteng seperti ini."
"Masalahnya bukan di sana, bukan aku tak tahu alamat rumahnya." Elard menarik napas gusarnya.Alva mendengus kesal, pria itu tahu tempat tinggalnya dan memilih hanya menunggu. "jadi selama ini kau tahu rumahnya? dan memilih duduk diam di tempat seperti ini?"
Elard nyengir kuda dan memasang mimik wajah polos. "tentu saja aku tahu rumahnya, hanya saja aku tak mungkin datang kesana."
"Cinta tak di restui rupanya, hem?"
"Aku menyukai wanita yang sudah bersuami, nampak konyol tapi itu kenyataan bahwa aku benar-benar menyukai Vanya Magenzie."
Alva membungkam mulutnya yang nampak ingin protes, "istri Brian Luxio? ini tak lucu El." dengan di akhiri gelengan kecil.
Elard tahu ini semua salah, tapi ia tak bisa mengontrol atas perasaannya sendiri. "sebaiknya kita pergi kau benar, aku hanya akan membuang-buang waktu saja di sini. Sebaiknya aku memantapkan diri menghadapi pria tua bangka itu pindah sesegera mungkin ke Indonesia dan melihat secara langsung seorang gadis yang akan di jodohkan denganku."
"Boleh aku tertawa? ayolah, ini zaman modern kau pasrah saja banyak gadis di new york. Kau tahu di negara tropis itu kebanyakan umat muslim."
"Lalu? apa aku nampak peduli?" Elard meraih ponsel beserta kunci mobilnya, pria itu beranjak mengangkat bokongnya dari atas kursi.
"El, kali ini kau akan tertarik melihatnya." Alva berbisik dengan satu tatapan lurus ke suatu arah, "angka jarum jam dua belas."
"Bukan waktunya bercanda Al, kau tak lihat aku tak bersemangat?" Elard tetap dengan pendiriannya ia ingin segera merebahkan seluruh tubuhnya.
"Lihat sebentar saja." Alva menyampingkan wajah teman batunya itu dan setelahnya rahang kokoh milik Elard mengetat. "itu suami dari wanita yang kau maksud tadi bukan?"
Elard geram kedua tangannya mengepal sampai buku tangannya memucat, di sana seorang Brian Luxio baru saja keluar dari kamar vvip nightclub yang sama dengannya, namun bukan hanya itu saja Brian tengah mengamit tubuh ramping dan seksi itu dengan sangat intens dan Elard yakin mereka sudah bercinta.
Elard mengurai kepalannya, "sebaiknya kita pergi."
Alva menahan tubuhnya, "ini akan sangat menyenangkan El."
"Itu bukan urusan kita Al."
Elard tak suka berikut campur dalam urusan atau masalah oranglain apalagi masalah itu adalah Brian, Elard tahu jika pria itu diam-diam mencari tahu tentangnya. Elard diam? tentu saja tidak, ia menugaskan bodyguard khusus untuknya berjaga-jaga. Setelah cukup lama mereka terdiam manik itu akhirnya saling bertemu, "aku menyukai istrinya, tapi aku tak ingin bermain kotor." Elard menepuk pundak Alva untuk menyadarkannya dan berhenti menatap ke arah yang Elard tak ingin menjelaskan lebih jauh lagi.
Biarlah, pria itu bermain api di belakang istrinya. Yang Elard yakini adalah akan berusaha setia menatinya, meski terdengar mustahil.
Elard menyeret tubuh Alva agar tak memicu keributan, kedua pria dewasa itu akhirnya berlalu meninggalkan nightclub untuk terakhir kali bagi Elard. Karena ia akan segera pindah ke negara orang, jika bukan karena kakek satu-satunya keluarga terdekat yang gatal ingin segera menimang cucu.
"El, kamu yakin akan meninggalkan kota ini? Alva kembali dengan rasa penasarannya sebelum akhirnya menghidupkan mesin mobil. " lalu menerima perjodohan itu?"
"Aku rasa kau tahu jawabannya dari ekspresiku saat ini, untuk pemandangan tadi. Tolong kau merahasiakannya dari siapapun," katanya dengan nada suara santai namun terasa mencekam.
Alva tak habis pikir, padahal rencana yang ia susun akan berhasil untuk merebut sang wanita idaman. "padahal aku memiliki rencana agar kamu mudah mendapatkan idamanmu itu dan tak perlu menerima perjodohan dari kakekmu."
"Aku merasa itu adalah ide buruk Al."
![](https://img.wattpad.com/cover/215405454-288-k754854.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SURROGATE HUSBAND
RomantikVANYA & ELARD Mungkin ini hanya kisah klasik, sebagai seorang istri Vanya tahu jika kebahagiaan bukan hanya sekedar harta, kehangatan dalam rumah tangga sangat ia butuhkan saat ini. Vanya sangat mencintai suaminya namun perasaan itu lambat laun lunt...