Maaf jika banyak typo ✌✌
.
.
.
.Vanya kehilangan kesabaran, entah berapa malam lagi ia harus bertahan bahkan makanan yang sudah ia tata rapih lima jam yang lalu sudah tak menyelerakan. Brian kembali dengan ulahnya, pulang larut malam dengan keadaan mabuk dan aroma yang asing untuk Vanya.
Wanita itu akhirnya menyerah, harus sampai kapan ia menunggu? bahkan ponselnya sama sekali tak berdering, pesan yang ia kirimpun di abaikan. "selalu seperti ini."
Vanya bernostalgia sejenak, mengingat masa-masa tahun pertama mereka menikah. Vanya mengenal Brian dengan keberaniannya di saat ia masih berduka, waktu itu Brian serius ingin menikahinya. Katanya ia pengagum berat seorang Vanya sejak masuk universitas.
Harus ia akui jika wajahnya memang mampu memikat kaum pria dengan mudah tapi ada minusnya kenapa para pria hidung belang tak berani mendekatinya karena sifat bar-barnya, jika kalian tahu sifat yang satu itu Vanya pastikan bahwa kalian akan menarik kembali ucapan.
Okay! sudah cukup mengingatnya, saat ini Vanya merasa usahanya sia-sia. "moodku selalu jelek, mungkin efek kehamilan."
Wanita dengan piyama malam itu mulai menjauhi pintu utama, dengan malas ia menaiki setiap undakan anak tangga. Surai cokelat panjangnya ia biarkan tergerai menutupi punggung indahnya, di sisi lain Vanya tak naif wanita itu tengah memikirkan sang ayah dari janin yang tengah ia kandung, ralat! Pria menyebalkan dengan penuh tanda tanya itu tentu Elard Hudsonn. Sejenak Vanya berpikir haruskah ia memberitahu kehamilannya? itu tidak mungkin.
Vanya masih sangat jelas mengingat sosok menyebalkan itu, memang tampannya tak bisa di ragukan lagi tapi cara bicara serta tatapan penuh mantra itu selalu membuatnya merasa tak berdaya. "Shit! hanya memikirkannya saja sudah membawa petaka." Vanya mengumpat di sela-sela jemari tangannya mengusap lembut jempol kakinya, ada cairan merah yang merembes di sana. "pria itu benar-benar membawa musibah!"
Ia menarik kembali niat awalnya untuk memberitahu kehamilannya, sudahlah hanya memikirkan kedua hal itu sebentar membuat kepalanya berdenyut nyeri.
🌺🌺🌺
Vanya menyeka kasar wajah tirusnya, setelah beberapa titik sinar matahari menyentuh wajahnya melalui celah gorden yang tersingkap sedikit. Sungguh pagi yang tak ingin Vanya sambut karena setiap ia bertemu pagi hari akan mengingatnya kembali saat bersama Elard.
Pria itu!
Ah! kenapa tiba-tiba ia merasakan hal aneh? efek kehamilan itu benar-benar membuat Vanya merasakan memiliki Alter Ego. Secepat mungkin Vanya mengelak dengan di iringi selimut tebal itu tersingkir dari atas tubuhnya. Sebentar! Brian tak pulang? kira-kira hanya lima belas detik Vanya menyentuh sisi ranjang di mana Brian tempati, nampak masih rapih dan tak tersentuh.
Huek! huek!
Vanya segera membungkam kedua mulutnya bersamaan dengan ia segera melenyapkan diri dalam kamar mandi, wanita itu terduduk kaku di dekat klosrt dan segera memuntahkan apapun yang mendesaknya keluar. Mulutnya terasa pahit dan kering, Vanya tak tahu kenapa setiap ia bangun pagi rasa mual dan muntah itu terus ia rasakan.
"Brian tak boleh tahu, semalam aku sudah memikirkannya masak-masak."
Vanya bertekad ia tak mungkin memiliki keduanya secara bersamaan, maka mau tak mau Vanya harus memilih salah satu dari keputusannya. Cukup lama Vanya mematut diri di hadapan cermin menyaksikan tubuh rampingnya yang tak akan lama lagi akan semakin berisi, sesekali Vanya mengulas senyum singkat akan sisi bahagianya menjadi seorang ibu, di sisi lain ia merasa terluka karena telah melakukan kesalahan.
"Ibu akan memilihmu Baby."
Dengan langkah pasti Vanya menuruni kembali setiap undakan anak tangga, niatnya mantap tapi berbeda dengan hati kecilnya. Ia merasa sangat takut dan berkecil hati, bukankah sudah pernah ia berkata jujur jika Vanya mencintai Brian?
Wanita itu tersenyum kecil ketika manik itu membalas tatapannya, wajahnya nampak tenang. Auranya memang selalu dingin tapi kali ini terasa menusuk, Vanya menelan salivanya lalu duduk tak jauh dari Brian, meski nampak acuh pria itu menyempatkan diri untuk melirik ke arah istrinya.Istrinya?
Ralat, akan segera menjadi mantan istri karena apa? Brian tahu kelakuan tidak bermoral yang tengah di lakukan oleh Vanya. Tidur dengan Elard, sang rival berbahaya dalam dunia bisnis karena keinginannya sudah tercapai ia akan melepasnya.
"Kita harus berbicara." Vanya membuka suara ketika mereka hanya saling berdiam.
Brian tak menjawab pria itu semakin menyibukkan diri.
"Aku ingin kita bercerai Brian." Vanya meremas keras jemari lentiknya ketika ucapan itu terlontar dari mulutnya.
Brian terdiam sejenak, melepaskan semua aktifitas kerjanya. "Baiklah, jika itu maumu."
Wow! sebuah fakta menyakitinya. Vanya pikir jika Brian akan menolak, tapi lihatlah dengan wajah tanpa dosa pria itu menyetujui permintaannya.
"Aku yang akan mengurus semuanya, dan kamu terima beres."
'Bagus Elard, kamu benar-benar ingin bermain denganku? apa kamu sudah kehabisan stock wanita sampai menyukai istri oranglain? sayangnya, aku sudah puas dengan tubuhnya tentu beserta hartanya juga.'
Brian berlalu dengan laptop di satu tangannya, pria itu sempat menoleh seraya tersenyum kecut ia tak harus bersusah payah menceraikannya, dengan sendirinya wanita itu yang meminta.
Maka dengan senang hati Brian mengabulkan tanpa harus berencana terlebih dulu.
Berbeda dengan Vanya, wanita itu masih bergeming tak berdaya. Seharusnya ia mampu bernapasega karena ia mampu melalui proses kehamilannya dengan begitu tenamg, tidak ada yang harus ia bohongi lagi kali ini atau harus berpura-pura jika oke Fine semua baik-baik saja. "Rupanya memang kamu tidak pernah mencintaiku, Mas."
Setelah berisak cukup lama, Vanya beranjak bangun sepertinya lebih cepat lebih baik, ia akan kembali menempati rumah lamanya dan mulai kehidupan baru, tanpa Brian dan tentu saja tanpa Elard. Hanya memikirkan kedua pria itu salu berhasil membuat kepalanya berdenyut nyeri. Vanya beranjak, dengan lelah ia kembali menaiki undakan anal tangga untuk menuju kamarnya dan mengemasi semua barang miliknya.
"Kamu pasti bahagia meski tanpa Brian."
Memotivasi diri sendiri jauh lebih penting, ia harus berdiri tegar di atas kakinya dan berhenti membohongi kenyataan sesungguhnya. Vanya mematung di ambang pintu, wanita itu menarik napas dan sejenak menatap lekat punggung Brian yang tengah berdiri di balkon kamar, pria itu nampaknya semakin tak perduli keberadaan Vanya.
Dengan sangat hati-hati ia memasuki kamar dan mendekati lemari pakaiannya.
"Kamu kenapa tiba-tiba ingin bercerai denganku?" Brian bertanya setelah tubuhnya kini berbalik arah menatap raut wajah Vanya.
"Apa ada pria lain?"
Vanya semakin merasa canggung, pikirannya kusut setelah pertanyaan kedua Brian lontarkan, ia mulai was-was untuk angkat bicara, Vanya masih berdiam diri dan mencari kosakata yang tepat untuk membantah, meski itu kenyataannya tapi ia tak bermaksud berselingkuh.

KAMU SEDANG MEMBACA
SURROGATE HUSBAND
RomanceVANYA & ELARD Mungkin ini hanya kisah klasik, sebagai seorang istri Vanya tahu jika kebahagiaan bukan hanya sekedar harta, kehangatan dalam rumah tangga sangat ia butuhkan saat ini. Vanya sangat mencintai suaminya namun perasaan itu lambat laun lunt...