VANYA & ELARD
Mungkin ini hanya kisah klasik, sebagai seorang istri Vanya tahu jika kebahagiaan bukan hanya sekedar harta, kehangatan dalam rumah tangga sangat ia butuhkan saat ini. Vanya sangat mencintai suaminya namun perasaan itu lambat laun lunt...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Elard mematung, perasaan beserta pikirannya tidak sinkron. Di sisi lain mendukungnya tapi sisi satunya lagi berkata menyerah, pria itu tak mengerti apakah perasaan ini murni mengenai hatinya atau hanya sebuah obsesi semata bahkan Elard tak menyangka jika alur hidup dalam cerita ini benar-benar pelik.
Pria itu nampak sedang menarik napas tak ada aura semangat di sana, bahkan sejak setengah jam yang lalu Alva sang partner kerjanya masih terus memperhatikan dalam diam. Alva bukan sengaja ia hanya memberikan waktu sejenak untuk berpikir dalam masalah yang pria itu buat.
Bukan tega, sebagai seorang pria dewasa harus mampu mencari solusinya sendiri maka Alva membenarkan hal itu, mereka bukan anak kecil lagi melainkan seharusnya mereka sudah memiliki anak.
Kedua pria tampan itu terdiam kembali, Elard tahu jika Alva sudah berada dalam ruangannya tanpa menyapa, tapi untuk saat ini ia tak perduli jika moodnya sangat baik Elard sudah yakin akan memarahi temannya itu habis-habisan.
Sabar! bukan saatnya.
Maka Elard kembali menarik napas memberikan pasokan oksigen baru untuk paru-parunya, pria itu akhirnya menoleh. "aku harus pergi."
"Menemuinya sebelum pergi ke Indonesia."
Alva menautkan kedua halisnya tak percaya, "dan bertemu dengan Brian?"
Elard mengangguk.
"Aku rasa itu bukan ide bagus, wanita masih banyak di luaran sana dan kau tidak terlalu buruk."
Elard tak suka di rendahkan, wajahnya memang tampan dan untuk mengenai harta jangan di tanya lagi, tapi sejauh ini banyak wanita yang hanya memanfaatkannya saja dan Elard muak untuk hal itu.
"Mmmmph, ada hal lain sebagai rahasiaku ... dengan Vanya."
Ucapan kali ini berhasil membuat pria bernama lengkap Alva lurezio merasa menarik, pria itu membenarkan posisi duduk agar lebih serius. "apa itu?"
"Ra-ha-sia." Elard mengejanya dengan berbisik lalu terkekeh garing setelah berhasil membuat Alva melongo tak berdaya.
Alva mendelik, "Ish!"
"Aku pergi dulu dan kau Alva Lurezio aku peringatkan kau agar tak melakukan hal mesum di dalam ruangan kerjaku, aku sangat memperingatimu!"
"Baik Bos."
'Padahal baru saja muncul ide mesummya itu untuk sedikit bermain-main dengan sekertarisnya Elard.' Alva membatin sejenak sebelum akhirnya ia ikut serta mengangkat bokongnya dan keluar dari ruang kerja Elard.
🌺🌺🌺
Vanya enggan keluar dari Taxi yang ia tumpangi, ia berhasil keluar dari kediaman Brian dengan hanya membaqa satu koper. Dan ia pergi, di hadapannya gedung pencakar langit dengan nama Elard Hudsonn terpampang jelas oleh kedua manik miliknya. Vanya tak tahu apakah hal ini benar atau salah, sejenak Vanya merenung jika seandainya pria itupun sama ingin melenyapkan janin ini Vanya benar-benar berjanji akan tetap melahirkannya dan pergi sejauh mungkin dari negara ini.
Cukup lama berpikir, akhirnya Vanya menampakkan diri beserta sang sopir Taxi ikut serta turun dan mengeluarkan koper miliknya. Ya, Vanya mengemasi barang-barangnya setelah tahu jika Brian nampak bahagia dengan perceraian mereka. Mau tak mau Vanya haru kembali menyiapkan hatinya untuk kembali menerima kenyataan jika Elard pun tak menginginkan janin ini.
"Vanya?"
"Kamu Vanya Magenzie kan?" pria itu mengulangi pertanyaannya dan sempat melirik koper yang ia bawa.
"Anda siapa?" Vanya memasang mimik heran ia benar-benar tak kenal dengan pria itu.
"Aku Alva, temannya Elard dan kamu pasti Vanya bukan?" Alva mengulurkan satu tangan kanannya.
Vanya mengangguk dan menerima jabatan tangan dari Alva. "ya aku Vanya, apakah Elard ada di ruangannya?"
"Anu--"
Alva menggantung ucapannya ketika Vanya tiba-tiba saja mual hendak memuntahkan sesuatu, untungnya ia tak jauh dari mobil miliknya dengan sigap pria itu menyuruh Vanya untuk masuk ke dalam mobil beserta kopernya. "apa kamu baik-baik saja?"
Vanya mengangguk dengan beberapa lembar tissue yang ia jadikan untuk menyumpal mulutnya. Setelah merasa cukup membaik Vanya menjawab pertanyaan dari Alva, "aku baik-baik saja. Apa aku bisa bertemu dengan Elard?"
sial! Alva lupa jika Elard pergi menemui Brian. Sebaiknya ia tidak berkata jujur.
"Dia sebenarnya sudah pergi, karena beberapa hari lagi pria itu akan pergi ke Indonesia." Alva berusaha menjelaskan setenang mungkin, bukankah hubungan mereka ini tak menemukan jalan keluar.
Opsi pertama yang Vanya pikirkan adalah jika Elard harus pergi ke Indonesia untuk perjalanan Bisnis, Brian sering melakukannya.
"Baiklah jika pria itu sibuk, aku akan turun."
"Eh, tunggu!" Alva menghentikan pergerakan Vanya, "Sebaiknya kamu tidak menemui Elard lagi karena pria itu akan bertunangan dengan wanita asal Indonesia."
Vanya nampak sangat terkejut, harapannya pupus sudah kali ini, Brian membuangnya dan Elard akan menjauhinya juga, sungguh lelucon dalam kehidupannya sangatlah mengerikan.
"Aku paham maksudmu." Dengan segera Vanya menarik handle pintu mobil Alva.
Alva menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Bukan begitu maksudku."
"Vanya, maaf aku harus menyakiti perasaanmu. Tapi kalian memang di takdir tidak bersama."
Vanya menggeret kopernya dengan segera, dan tak perduli lagi pria bernama Alva itu justru masih berusaha untuk menjelaskan maksud dari ucapannya, namun hatinya sudah sangat paham betul kemana arah pembicaraan mereka, pria itu ingin Vanya menjauhi Elard.
"Kita akan baik-baik saja." Sebari mengelus perutnya yang masih datar.
Vanya kembali menghentikan taksi dan memberikan alamat tujuannya, ia akan kembali ke rumah lamanya bersama kenangan kedua orangtua nya disana, rupanya takdir itu begitu sangat misterius, sempat Vanya merasa menjadi wanita paling beruntung sedunia karena menikah dengan Brian Luxio, tapi hanya melihat sampulnya saja tanpa tahu isinya juga salah.
Vanya berisak pelan, kehidupannya tak jauh lebih baik setelah menikah. Ia pikir akan selamanya dengan suaminya itu nyatanya hanya bertahan sampai usia pernikahan lima tahun lebih, miris memang namun Vanya masih sangat memiliki hak untuk membela harga dirinya yang selama ini sempat Vanya hiraukan, bahwa kenyataan yang menyakitkan sejak lama itu adalah kebohongan bagi Vanya.
Nyatanya luka yang paling menusuk untuk saat ini, Vanya semakin banyak menangis dan nada suaranya semakin gemetar setelah dengan sangat bodoh ia justru tidur dengan pria lain yang jelas-jelas seharusnya Vanya tahu jika pria seperti Elard Hudsonn itu tidak mungkin pria lajang, Vanya semakin merutuki kesalahannya yang begitu patal, dan janin tak berdosa yang berada dalam rahimnya harus menjadi korban.
"Ibu akan selalu melindungimu, nak."
Itulah janjinya saat ini, ia harus tetap menjalani hidup dan melahirkan anaknya dengan selamat dan sehat, menjalani kehidupan bebasnya hanya bersama anaknya kelak tanpa kehadiran pria manapun, Vanya yakin akan ada kehidupan indah yang baru baginya dan untuk anaknya kelak, Vanya harus bangkit ia tak boleh egois karena sekarang kehidupannya tak hanya seorang diri melainkan akan ada makhluk kecil yang semakin membesar dalam perutnya.