Selalu ada menemanimu
Sampai kita dihapus waktu
Jadi besar dan bestari
Serap yang baik untukmu🌻🌻🌻🌻🌻
Kelana dan kemampuan memasaknya.
Jika ada yang bertanya hal apa yang bisa ia banggakan selama lebih dari 20 tahun hidupnya, Lana akan dengan percaya diri menjawab kemampuan memasaknya. Ia akan sangat bangga memberitahu orang-orang tentang hasil masakannya yang selalu terasa enak walau dengan bahan seadanya. Padahal, mengikuti pelatihan memasak saja tidak pernah. Ini yang sering disebutnya bakat alami. Lana hanya harus mengandalkan feeling.
"Ini Teh, aci nya."
Kata seorang laki-laki yang baru saja datang sambil membawa kantong berisi tepung tapioka. Tadi Lana meminta tolong untuk membelikan tepung tapioka di warung dekat rumah keluarga Soeharsono karena ia lupa membelinya di perjalanan.
"Thanks ya, De."
Gamma hanya mengangguk membalas ucapan terimakasih Lana. Kemudian mendudukkan dirinya di bar rumahnya. Memangku dagu. "Aci nya mau dibikin apa gitu, Teh?"
"Baso aci, Aa kamu bawel banget minta dibikinin ini dari kemaren. Kamu suka gak?"
Laki-laki yang usianya lebih muda darinya satu tahun itu kembali mengangguk. Kali ini anggukannya lebih semangat dari yang sebelumnya. "Pake kuah gitu, Teh?"
Kini Lana yang mengangguk menjawab pertanyaan Gamma. "Bumbu kuahnya mirip-mirip bumbu seblak gitu, pake cikur. Enak da, pokonya!"
"Hehehe percaya Gamma sama Teh Lana mah."
"De, ini Teteh ikut ngacak-ngacak dapur gini Bunda bakal marah gak?"
"Teh Lana mah kaya gak tau Bunda aja, mana mungkin marah, coba?" Jawab Gamma sambil terkekeh. "Lagian kaya sama siapa we. Kan udah biasa Teh Lana mah ngacak dapur sini." Sambungnya sambil terkekeh.
Iya juga, ya. Ini kan bukan kali pertamanya memasak di rumah keluarga Soeharsono tanpa ada Bunda Jihan. Tapi ini kali pertamanya memasak lagi di tempat ini setelah dua tahun berpisah dengan Raka.
"Gamma bantuin apa atuh, Teh?"
Tanya Gamma yang membuat Lana terkekeh untuk beberapa saat. Lucu saja melihat lelaki ini yang masih menggunakan bahasa Indonesia dicampur imbuhan Sunda jika berbicara di rumah. Belum lagi logatnya yang kental.
"Kalo gak ada Gamma mau main PS."
Lana langsung mengambil sekantung penuh cabai rawit dan memberikannya pada lelaki yang di panggilnya Ade itu. "Nih, petikin aja céngéknya."
Belum lama setelah cabai rawit itu berpindah tangan ke Gamma, lelaki itu sudah mengembalikan lagi cabai rawitnya pada Lana. Bedanya, cabai rawit yang ia berikan pada Lana sudah di petik batangnya.
"Lah, kok cuma segini? Tambahin, De! Gak bakal pedes segini mah."
"Gausah, ah. Gak apa-apa Teh, biarin sina gak pedes we."
Alis Lana berkerut keras. Tumben?
Pasalnya, Lana tau dengan sangat jelas jika baik Raka maupun Gamma, keduanya menyukai makanan pedas dan kuat memakannya. Di keluarga mereka, tidak ada yang tidak suka makanan pedas. Apalagi Gamma. Ia bahkan mengalahkan Lana dalam hal ini.
"Lagi gak mau makan pedes, ah."
Lana memicingkan matanya. "Gak, gak, gak percaya."
"Ih, curigaan amat!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelana (On Hold)
FanfictionJejak, tanda, alur cerita, dan Kelana. Since April 2019.