SEPULUH

5.9K 692 33
                                    

"Aku ingin menjadi orang pertama yang menyentuhmu. Meskipun ku tahu, kamu mungkin akan menolakku, jika mengetahui kebenarannya."

(Almer)

***

*Almer's side*

Almer baru selesai mandi dan sudah berganti pakaian dengan kaos polo biru navy. Rambutnya yang hitam sedikit bergelombang masih belum sepenuhnya kering. Ia baru sampai rumah, setelah mengantar Sonia ke bandara.

Gadis itu diundang sebagai bintang tamu acara talkshow di luar kota dan mengejar pesawat paling pagi. Mereka sampai di bandara Halim pukul 2.30. Setelah Almer memastikan gadis itu sudah masuk dan menunjukkan boarding pass, ia segera pulang.

Berulang kali ia menguap selama perjalanan. Semalam ia dan Maira menemani Mama, Papa, Opa Al dan Opa Sam makan malam. Dilanjutkan mengobrol antar orangtua sampai hampir pukul sebelas malam. Baik ia dan Maira sama-sama kelelahan karena sepulang kerja, mereka harus menyiapkan semuanya agar terlihat seperti 'pasangan normal yang bahagia'.

Akhirnya, sampai juga Almer di rumah tercinta. Ya Tuhan, sudah hampir pukul 03.30 pagi, ia bahkan belum sholat Isya. Satu hal yang mulai rutin dilakukannya setelah menikah adalah sholat Shubuh dan Isya. Selebihnya ia sholat di kantor karena masih berada di luar rumah.

Bukan karena ia mendadak berubah menjadi lelaki sholeh. Tapi karena di waktu genting itulah, alarm jam weker di kamar Maira berbunyi nyaring. Padahal kamar mereka saling berjauhan. Tapi bunyi alarm milik istrinya, sudah seperti gempa bumi lima skala Richter. Mulai dari suara Bel pintu 'ting tong' sampai bunyi 'petok ayam' dan terakhir suara "tukang jualan sate' sahut menyahut, membuat Almer terpaksa mengetuk pintu kamar Maira. Seperti kejadian pagi ini.

"Mai... Alarmnya tolong dimatikan. .. Berisik... "

Terdengar suara erangan dari dalam dan gadis itu tidak juga mematikan alarm. Akhirnya Almer terpaksa membuka pintu.

Klik...

Perlahan Almer masuk mengendap seperti pencuri di rumahnya sendiri. Maira memang tidak pernah mengunci pintu kamar. Dilihatnya pemandangan di depan mata, sudah mirip kapal pecah. Segala bentuk kekacauan tercipta. Bantal dan guling berserakan di lantai. Demikian juga dengan bed cover yang sudah tergeletak di tepi tempat tidur, hampir jatuh.

Almer menatap wajah Maira yang masih tertidur pulas sambil memeluk boneka beruang teddy. Mulut gadis itu setengah terbuka dan tampak mengerikan. Beruntung tidak sampai keluar air liur. Cepat ia mematikan alarm dan mencabut baterai.

Hampir setiap hari dia menyaksikan pemandangan ini. Ingin rasanya membuang jam weker itu ke tempat sampah. Almer baru akan melangkah pergi saat menatap sesuatu yang tampak putih bercahaya, tersingkap di antara baju tidur milik istrinya.

Ya Tuhan... Apa itu... Dengan gemetar Almer melihat perut Maira yang sebagian permukaannya tidak tertutup baju tidur. Tenang Al... Itu hanyalah sebatas permukaan halus berukuran enam senti kali lima senti. Tapi kenapa hanya dengan melihat hal sekecil itu saja, bisa membuat jantungnya berdetak tak beraturan. Sepertinya otaknya mulai tidak waras.

Almer berjongkok di lantai dan menutup kembali kancing baju Maira yang terlepas. Masih ada waktu untuk memejamkan mata sejenak karena azan Shubuh satu jam lagi. Tiba-tiba ia merasa sangat mengantuk. Diambilnya semua bantal dan guling yang terjatuh dan juga posisi bed cover seperti semula. Maira meringkuk seperti bayi dan sedikit menggigil, pertanda sebenarnya gadis itu kedinginan.

Lengan Almer yang kekar, menopang kepala Maira dan ia menyelipkan bantal di bawah gadis itu. Tanpa sadar, Almer mengusap pelan pipi Maira.

"Hmmm... "

 SERENADE CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang