"Ingatlah selalu akan hari ini,
Saat aku mendekapmu erat,
dan detak jantung kita menyatu,ketika itu aku membisikkan sesuatu,
aku mencintaimu...
karena kamulah yang ditakdirkan Allah, untukku."***
*Presidential Suite Room*
Jemari Almer masih menyusuri surai hitam lembut dan halus milik istrinya. Diciumnya berulang puncak kepala Maira yang masih tertidur.
Ia terkejut mengetahui bahwa Maira ternyata berbohong padanya dengan mengatakan hal yang membuat mereka bertengkar di mobil, sebelum turun di bandara.
Penyesalan timbul karena ia sempat berpikiran negatif terhadap Maira. Padahal Gita sudah pernah meyakinkan Almer, tentang istrinya. Bahwa Maira belum pernah tersentuh oleh lelaki manapun. Dan betapa bodohnya dia, meragukan itu semua.
Almer mendekap Maira, seolah tidak ingin melepasnya lagi.
"Mmm... Jam berapa sekarang, Kak? Aku belum sholat Maghrib."
Almer tersenyum menatap Maira yang bertanya, tapi masih memejamkan mata. Ia benar-benar membuat istrinya lelah maksimal.
"Kita kan berada di lintas propinsi. Sholatnya dijamak juga nggak papa. Tidurlah lagi, aku masih kangen ingin peluk kamu lebih lama."
"Tapi Kakak berat."
Maira akhirnya membuka mata dan berusaha keluar dari lengan kekar yang masih memerangkapnya.
"Terimakasih Sayang, aku benar-benar nggak menyangka akan mendapatkan kejutan istimewa. Aku... juga baru pertama kali melakukannya. Maaf kalau sama-sama belum pengalaman."
Kedua pipi Maira bersemu merah.
"Iissh.. Apa sih Kak. Udah deh, nggak usah dibahas lagi. Malu tahu."
Maira menyembunyikan wajahnya di balik bantal.
"Mai..."
Almer menurunkan bantal yang menutupi wajah cantik milik istrinya.
"Kamu adalah hadiah terbaik yang dikirimkan Allah, untuk aku."
"Kakak juga, suami terbaik buat aku. Terimakasih ya, sudah mau menerima kekurangan aku. Maaf aku nggak bisa jadi istri yang sempurna."
"Kamu sudah menyempurnakan kebahagiaan aku. Itu sudah lebih dari cukup, buat aku."
Almer kembali menggenggam lembut jari-jari Maira yang terlihat mungil di antara telapak tangannya.
"Aku mencintai istriku, Maira Alfiana."
Cup...
Almer kembali menyatukan bibirnya di atas bibir istrinya.
"Aku juga."
Jawab Maira yang kesulitan menjawab karena ulah suaminya.
"Juga apa?"
"Aku... mencintai suamiku."
Almer tertawa.
"Susah ya, mengakui kalau aku itu memang tampan dan mempesona. Awww..."
Maira mencubit lengan Almer sampai berwarna kemerahan.
"Habis, waktu pertama kenal, Kakak begitu menyebalkan."
"Benarkah? Baiklah, mulai saat ini aku akan menghapus ingatan burukmu. Ingatlah semua yang baik-baik tentang aku. Kita akan selalu bersama, hingga maut memisahkan."
Kedua mata Maira tampak berkaca-kaca. Baru kali ini dia bertemu dengan laki-laki yang selalu mengatakan perasaan dan isi pikirannya dengan terbuka. Dan lelaki itu adalah suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENADE CINTA
RomanceAlmer merasa dijebak oleh kedua orangtuanya, untuk menikahi seorang gadis bernama Maira. Tidak ada yang menarik dari seorang Maira selain penampilannya yang kuno dan warna hijab yang dipakainya itu-itu saja. Berkisar coklat, biru tua, hitam dan abu...