*The Reunion @Gita's house*
Maira yang didaulat menjadi pembawa acara reuni siang ini, sudah bukan sosok mahasiswi pemalu yang dulu enggan berbicara di depan kelas.
Gadis itu tampak percaya diri
membuka acara dan mempersilahkan Ustadzah Maya mengisi materi mengenai keberkahan silaturahim.Tidak sia-sia dulu Nuri mengajak Maira bergabung di Medical Magazine di kampus untuk memegang rubrik Profil. Mau tidak mau setiap sebulan sekali menjelang deadline, mereka berdua harus membuat janji bertemu dengan tokoh yang akan mereka wawancara. Kebanyakan narasumber mereka adalah dokter konsulen yang juga staf pengajar di kampus.
Maira tidak hanya belajar cara berkomunikasi dengan seorang narasumber, tapi dia juga mendapatkan banyak pelajaran dan motivasi dari dokter-dokter yang diwawancarainya.
Ustadzah Maya pernah menjadi pengisi kajian muslimah saat Maira masih SMA. Beruntung gadis itu selalu menyimpan nomer telepon siapa pun yang dikenalnya. Acara reuni mereka hari ini menjadi lebih bermakna sekaligus penuh do'a agar persahabatan mereka tetap terjalin dan juga untaian do'a atas kehamilan putra ketiga Gita.
"Do'ain aku cepat menyusul ya."
Adiba yang baru saja menikah beberapa bulan lalu, meraba perutnya yang masih rata. Hawa-hawa pengantin baru masih menyelimuti Adiba dan suaminya. Rafa, suami Adiba sengaja menemani sang istri tercinta dari Banjarmasin ke Jakarta dan sekarang sedang mengobrol bersama Bang Galen, suami Gita, di ruang tamu.
Setelah acara pengajian ditutup, mereka mulai makan siang bersama dan benar-benar hanya mereka berlima seperti kembali ke masa lalu. Suasana ruangan yang sengaja disetting Gita dengan foto-foto mereka saat dulu kuliah, ditaruh di beberapa tempat.
Foto saat mereka tertidur saat laporan jaga, selfie di depan kamar operasi sebelum masuk, latihan pemeriksaan fisik dengan stetoskop unyu-unyu di depan ruang periksa. Mereka semua menebak dimana tepatnya foto itu diambil.
Gita menaruh bingkai-bingkai foto berjajar di dekat meja sebelah televisi dan di meja tengah. Lengkap dengan bunga mawar berwarna-warni di antara foto itu.
"Gue berasa kayak lagi datang ke pesta kawinan."
Ulya tertawa.
"Ssst... Ada berita bahagia nih. Ulya sama Nuri jangan mau kalah dong. Sebentar lagi Maira mau married lho."
Maira hampir tersedak karena dia baru saja menyendok satu suap kue triple chocholate kesukaannya. Gita... Bener-bener Ibu satu ini paling nggak bisa menyimpan rahasia.
"Beneran Mai? Mau dong lihat foto calon suami kamu."
Ulya terlihat penasaran, menggoyang bahu Maira, pelan.
"Belum tentu jadi nikah. Calon suamiku... Dia sudah punya pacar. Kami cuma dijodohkan."
Begitu berat bibirnya mengucapkan kata 'calon suami', sejak kemarin dia menjumpai Almer dengan perempuan cantik yang mengaku calon istrinya.
"Gimana kabar Kakak kelasmu yang kuliah di Amerika? Atau mending sama dia aja Mai. Lebih jelas masa depannya." Ulya bisa membaca ketidaknyaman Maira saat menyebut 'calon suami' di depan mereka.
Gita menjitak Ulya.
"Ini lagi, pakai dibahas. Kan kita sudah tahu kalau cowok itu sudah hilang ditelan bumi. Nggak ada yang tahu keberadaannya sekarang. Menurut aku, mending Maira sama adik ipar aku aja. Biar kita bisa saudaraan. Ya nggak, Mai."
Gadis berhijab abu itu tersenyum tipis. Dia berharap segera beralih topik dan Adiba yang memahami suasana hati Mai, membahas topik yang lain. Setelah makan siang, mereka akan memanjakan diri untuk 'me time' bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENADE CINTA
RomansaAlmer merasa dijebak oleh kedua orangtuanya, untuk menikahi seorang gadis bernama Maira. Tidak ada yang menarik dari seorang Maira selain penampilannya yang kuno dan warna hijab yang dipakainya itu-itu saja. Berkisar coklat, biru tua, hitam dan abu...