11. Tidak pernah di anggap

3.8K 205 7
                                    

“Tau rasanya tidak dianggap oleh keluarga sendiri? Sakit, itu yang aku rasain saat kalian tidak pernah menganggapku ada.”
Pricilla Evyta Aurora.

***

Vita menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menutupi semburat merah di wajahnya, “lo pergi aja deh Al, kata-kata lo gak baik buat kesehatan jantung gue!”

Vita berjalan lebih cepat, gadis itu bahkan tidak melihat jalan yang ia lewatim al hasil Vita hampir jatuh karena tersandung batu untung dengan sigap Aldo yang berjalan mengikuti Vita segera menahan kedua bahu gadis itu, Vita mengelus dadanya, hampir saja. Vita menolehkan kepalanya menatap Aldo yang menahan kedua bahunya, Aldo yang di tatap lekat oleh gadis itu dengan jahil mengedipkan sebelah matanya.

Vita mendorong tubuh Aldo hingga sedikit terhuyung ke belakang dan menarik tangan Kejora agar menjauhi Aldo, Aldo yang melihat Vita salah tingkah terkekeh pelan dan mengikuti kedua gadis itu dari belakang.

Hari sudah malam, matahari berganti tugas dengan bulan. Saat ini semua pekerjaan masing-masing kelompok sudah beres semua. “Jadi, karena semua sudah beres, sekarang kita diberi tugas, dan tugasnya akan disampaikan oleh Pak Asep saat semua sudah kumpul di tengah-tengah lapang bumi perkemahan,” jelas Aldo kepada kelompoknya.

Sekarang semua kelompok sudah berkumpul, tinggal menunggu Pak Asep yang akan menyampaikan sesuatu.

“Jadi anak-anak, malam pertama kita akan adakan penjelajahan di hutan. Temanya adalah mencari Botol. Untuk peta sudah kami siapkan, petunjuk arah juga sudah. Di setiap petunjuk ada surat yang akan memberitahu di mana letak botol yang kalian cari.
Jumlah botol dalam permainan ini ada lima, setiap botol ada teka-teki yang harus diselesaikan. Semoga kalian bisa melaksanakannya dengan baik.” Pak Asep tampak menjelaskan. “Dan saya akan memperkenalkan senior alumni yang sudah menjadi mahasiswa. Ada Derta, Aji, dan Septian dari Universitas Bina Nusantara yang datang kesinini menyusul.”

Ketiga orang yang namanya disebut oleh Pak Asep pun maju memperkenalkan diri. “Saya Aji,” Aji berucap ramah seraya tersenyum hangat.

“Saya Septian,” Septian tampak datar saat mengucapkan itu. Wajahnya dingin tanpa ada senyum di sana. Aldo membuang muka saat Septian sempat meliriknya.

“Saya Derta.” Derta tersenyum ramah.

“Derta itu punya adek loh, di sini,” kata Aji, agar Derta segera memperkenalkan yang mana adiknya. Pasalnya Aji sudah penasaran sekali dengan adik Derta yang katanya cantik itu, biasa lah, playboy mah beda.

Derta menanggapi dengan senyuman, sebuah suara dari salah satu siswi sontak terdengar. “Adeknya namanya siapa, Kak? Siapa tau bisa jadi mak comblang aku sama Kakak,” kata salah satu siswi menatap Derta genit. Lelaki itu terkekeh, tidak berniat menjawab.

“Siapa Adek lo, Ta?” Aji menyenggol Derta.

“Iya, namanya siapa?” semua siswa-siswi berteriak minta diberitahu.

“Kamu ‘kan Vit, adeknya Bang Derta?” Aldo menatap Vita yang berada di sampingnya.

Vita menggedikkan bahu tak acuh. “Gak tau.” Aldo menggelengkan kepalanya melihat respon Vita yang tampak tidak peduli.

Derta menjawab pertanyaan dari mereka semua. “Adik saya namanya, Nala.”

Aldo kembali menoleh ke arah Vita. “Nala? Bener, Vit? Bukannya adiknya Bang Derta itu kamu? Atau Nala juga Kakak kamu?” tanyanya meminta jawaban.

Ketika Aku Menemukanmu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang