“Apa salah jika aku terlahir di Dunia ini sebagai anak haram?”
Pricilla Evyta Aurora.***
Vita melamun di sepanjang perjalanan, ia masih mekirkan pertengkaran antara Valen dan Dareen, air mata terus mengalir dari pelupuk matanya tanpa tau kapan harus berhenti.
Septian yang menjalankan mobilnya, tanpa sengaja melihat Vita yang berjalan dengan lesu, “kenapa kita harus ketemu terus?” tanya Septian frustasi, ia tertawa takdir yang terus mempertemukannya dengan gadis itu, tadinya Septian tidak ingin mempedulikan Vita, tetapi saat mobilnya melaju di samping Vita, pria itu melihat Vita terus menghapus air matanya yang tak kunjung berhenti, Septian menepikan mobilnya, ia menggeruru pada dirinya sendiri yang tidak tega membiarkan Vita menangis.
Septian turun dari mobilnya dan berjalan menghampiri Vita, begitu ia mensejajarkan langkahnya dengan Vita, ia menahan tangan Vita yang terus mengusap air mata di pipinya, Septian ganti mengelap air mata Vita dengan sapu tangannya.
“Nangis aja, tumpahin semua kesedihan lo, gue siap nunggu lo sampe lo berhenti,” ucap Septian lalu memegang bahu Vita dan membawanya duduk di mobilnya.“Kenapa gue harus terlahir sebagai anak haram? Kenapa ada orang yang tega fitnah gue?” tanya Vita, ia begitu terkejut mengetahui fakta bahwa dirinya adalah anak haram dari Valen dan Dariel. Septian berjongkok di hadapan Vita, pemuda itu membawa tangan Vita dalam genggamannya.
“Tuhan punya rencana sendiri untuk setiap mahkluknya Vit, mungkin hari ini lo sedih, tapi bisa aja hari esok lo bahagia,” Septian mengelus tangan Vita yang berada dalam genggamannya. “Jangan terus menjadi lemah, lo harus buktiin kalau lo kuat, lo harus bisa selesain semua masalah yang saat ini lo hadapi,” katanya, “gue anter lo kemanapun lo mau,” Septian menutup pintu mobil, lalu berjalan memutari mobil dan duduk di kursi kemudi.
Vita terus memikirkan perkataan Septian sepanjang perjalanan, sampai akhirnya ia berkata, “Septian, bantu gue buat cari tahu semua kebenarannya.”
***
Vita pulang ke rumah, ia melihat barang-barangnya tergeletak di depan pintu rumahnya, “ada apa ini? Kenapa barang-barang gue ada disini?”
Mbok Jum dari samping menghampiri Vita lalu memeluk gadis itu, “yang sabar ya Non,” ucap Mbok Jum sambil menangis.
Kini Vita tahu apa yang sebenarnya terjadi, ia tertawa tanpa suara, air matanya kembali jatuh, Vita melepaskan pelukan Mbok Jum.
“Bunda! Ayah! Vita udah inget semuanya, tolong jangan usir Vita, Vita janji akan cari bukti kalau Vita gak bersalah,” katanya sambil menggedor-gedor pintu rumahnya. “Bunda Vita mohon, jangan usir Vita kayak gini, Vita harus pergi kemana? Ayah, Vita gak bersalah! Tolong jangan kayak gini sama Vita,” gadis itu terduduk di lantai, Vita menyembunyikan wajahnya di lututnya, “kasih Vita waktu buat buktiin Vita gak bersalah!” Vita beteriak sambil terus menggedor pintu rumahnya. “Bukah salah Vita karena harus terlahir sebagai anak haram, kenapa kalian memperlalukan Vita seperti ini? Hiks.”
Mbok Jum yang menyaksikan itu ikut terisak, lalu Mbok Jum menghampiri Vita, “Non, Non Vita di suruh ke rumah Kakek Wijaya, sama tuan. Katanya mulai hari ini Non Vita tinggal disana.”
Vita menggelengkan kepalanya beberapa kali, “jadi Vita benar-benar di buang?” tanyanya.
Vita mengusap air matanya sambil menarik rambut depannya, ia memasukkan barang-barannya ke dalam koper kosong yang ada di sana, lalu melangkahkan kakinya meninggalkan pekarangan rumah yang menjadi tempat tinggalnya selama beberapa bulan, Vita memang pindah dari rumah lamanya kesini karena insiden kala itu, dimana Vita di tuduh.
Vita terus berjalan tanpa arah, hari sudah malam Vita yang lelah akhirnya duduk di trotoar, langit mulai bergemuruh, tidak lama kemudia hujan turun mengguyur tubuhnya, langit seolah ikut bersedih dengan keadaan Vita saat ini. Vita menengadahkan tangannya menikmati hujan, “hujan, apakah salah bila aku terlahir di dunia ini sebagai anak haram? Jika aku bisa memilih, aku tidak ingin di lahirkan sebagai anak haram,” lirih Vita, gadis itu mengusap wajahnya, Vita memeluk dirinya sendiri yang kedinginan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Aku Menemukanmu (END)
Ficção Adolescente"Vita," panggil Aldo pelan. Mendengar panggilan Aldo, Vita yang duduk di samping pemuda itu segera menoleh. "Ya?" "Jangan nangis, saya gak suka liat kamu nangis," ujar Aldo sambil menangkup kedua pipi Vita dan menghapus sisa air mata di sudut mata g...