“Sebel!” gerutunya tiada henti semenjak ia dan Septian berada di dalam mobil menuju rumah sakit. “Apaan coba tuh bapak perut buncit! Udah dibilangin masih aja ngeyel! Kesel!”
Menghela napas sejenak, Septian melirik Vita sekilas. Ia tidak mengucapkan apa-apa. Gadis itu menoleh, mengerling Septian jengkel. “Lo gak risih dengerin bapak tua itu ngoceh tadi?”
Septian menoleh sekilas lalu menggeleng, membuat Vita semakin sebal saja. “Dasar! Emang hati lo itu ‘kan es! Jadi gak risih pas bapak tua itu ngomong!” sebalnya.
Mengabaikan, Septian membelokkan mobilnya di parkiran rumah sakit. “Turun!” titahnya singkat.
Kesal, Vita melempar kepala Septian dengan boneka bantal untuk mobil. Namun sayang, dengan sigap Septian menangkap boneka bantal itu. Vita yang masih kesal turun dari mobil sambil mengentakkan kakinya.
“Dasar! Manusia Es!” gerutunya tiada henti. Septian geleng-geleng kepala melihatnya. Lalu ia ikut turun dan langsung menarik lengan Vita menuju ruangan bundanya.
Saat sudah sampai di ruangan, Alena mengernyitkan dahi heran melihat wajah kesal Vita dan wajah datar Septian. “Kenapa? Kamu apain Vita, Septian?” tanya Alena langsung.
Septian menggelengkan kepalanya singkat, sedangkan Vita malah tambah mencebikkan bibirnya. “Enggak ada apa-apa ko Dok,” jawab Vita.
***
Aldo menatap proposal-proposal di hadapannya dengan kening berkerut. Free class bagi siswa lain memang menyenangkan, tetapi tidak untuknya. Pak Asep, pembina OSIS, Malah memintanya mengurusi semua keperluan anggota OSIS dan keuangan anggota untuk acara-acara tertentu dengan alasan sibuk mengerjakan rapor.
Dibantu Naufan, ia jadi sedikit lega. Setidaknya ia tidak akan terlalu pusing memikirkan proposal keuangan anggota OSIS untuk acara yang akan diadakan. Namun, masalahnya adalah, ia bosan dengan celotehan dua teman absurd-nya yang menjadi bucin, Dimas yang bucin karena balikan dengan Anna, dan Zaky yang masa pendekatan lagi dengan Kareen.
“Gila! Daripada nemenin lo, mending gue nemenin Anna ke mal!” celetuk Dimas. Dasar bucin. Dulu saja saat jomlo, cowok itu selalu mengikutinya ke mana saja seolah menjadi benalu. Lalu, setelah balikan dengan sang pujaan hati, ia seakan menjadi kacang lupa kulitnya.
“Bukan lo aja kali, Dim! Gue juga udah ada janji sama Kareen, eh gara-gara si kutu kupret gue jadi terjebak di ruangan OSIS suntuk ini!” tambah Zaky. Aldo memijat pelipisnya, ia menatap Zaky dan Dimas bergantian.
“Kalian kalau nggak niat buat bantu saya mending pergi!” sentaknya yang membuat seluruh orang-orang yang ada di ruang OSIS terdiam. Di ruangan ini bukan hanya ada mereka berempat, tetapi para anggota OSIS yang lain juga ada.
Zaky dan Dimas saling menyikut, menyalahkan satu sama lain. Mereka tahu jika Aldo sudah berani membentak, itu artinya Aldo benar-benar pusing dengan tugasnya.
Naufan menepuk bahu Aldo, menenangkan, dan bola matanya mengisyaratkan Zaky dan Dimas agar cepat keluar dari ruang OSIS. “Lo kenapa, sih?” tanya Naufan heran.
Aldo memijat pangkal hidungnya. “Tadi, saya liat Vita naik mobil bersama Septian.” Perkataan singkat Aldo mampu membuat Naufan terdiam.
Mencoba menenangkan, Naufan kembali menepuk bahu Aldo. “Vita gak mungkin khianatin lo, lo tenang aja."
Aldo menatap Naufan sekilas. “Tau dari mana? Kamu gak tahu apa-apa.” ketusnya, Naufan menghela nafas.
“Vita dan Alisa itu beda Al.”
Tatapannya jelas menggambarkan rasa frustrasi. Aldo tidak ingin kehilangan Vita, seperti ia kehilangan Alisa karena si brengsek Septian.
***
Setelah konsultasi dengan Alena, Septian memutuskan untuk mengajak gadis itu untuk makan malam, Vita tampak memikirkan perkataan Alena yang berkata bahwa kondisi ginjalnya semakin memburuk, dan Alena memintanya untuk terus terang kepada keluarganya. Lalu Vita menoleh menatap Septian yang baru saja memasuki mobil.
“Kita makan malam ke mana?” tanya Vita.
“Restoran seafood,” balas Septian singkat. Cowok itu berbicara memang seperlunya saja, dan itu jelas membuat Vita sebal.
Vita membulatkan matanya. “Itu ‘kan mahal, Dodol! Gue mana punya duit buat makan di situ!"
Septian tersenyum simpul, ia mengacak rambut Vita. “Kan gue yang ngajak makan, berarti gue yang traktir.”
Gadis itu menepis lengan Septian yang mengacak rambutnya.“Oh, yaudah.”
Saat ini mereka berdua duduk berhadapan menunggu pesanan datang. Ponsel Vita berbunyi, dengan segera gadis itu membuka ponselnya.
Pacar
|Di mana? Koper kamu masih di mobil aku.Vita menggigit bibirnya, bingung harus menjawab apa. Septian yang menyadari raut wajah Vita bertanya. “Siapa?”
“Aldo,” jawabnya.
Septian mengangguk. “Jawab yang sejujurnya aja.”
Kemudian Vita mengangguk kecil. Jarinya mulai mengetik balasan.PricilaEvyta
Aku makan malam sama Seprian, maaf gak sempet izin.|Di seberang sana, Aldo menghela napas lega. Vita jujur, itu artinya tidak ada apa-apa di antara mereka.
Pacar
|Oke, aku kesana, kamu share lokasi kamu.PricillaEvyta
Iya. Hati-hati di jalan, Aldo!|Lalu Vita mengirim lokasinya, pesan terakhir hanya dibaca. Vita menghela napas. “Gue punya petunjuk tentang kesalah pahaman ini,” ucap Vita setelah menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya, lalu ia mulai menceritakan semuanya pada Septian.
Setelah mendengar semuanya dari Vita, termasuk apa yang di ceritakan oleh Anna pada gadis itu, Septian ke toilet untuk menelpon seseorang di seberang sana.
“Cari tahu apa yang terjadi,” ucapnya datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Aku Menemukanmu (END)
Fiksi Remaja"Vita," panggil Aldo pelan. Mendengar panggilan Aldo, Vita yang duduk di samping pemuda itu segera menoleh. "Ya?" "Jangan nangis, saya gak suka liat kamu nangis," ujar Aldo sambil menangkup kedua pipi Vita dan menghapus sisa air mata di sudut mata g...