4. Go home together

5.2K 284 6
                                    

“Kalau gue boleh jujur, saya kangen sikap kamu yang dulu.”

Rifaldo Winata.

***

“Aldo! Apa-apaan kamu?!” pekiknya. Ia kemudian beralih memandang Vita dengan tatapan penuh benci. Kakinya yang melangkah masuk mengentak keras karena amarahnya yang membara, menghampiri Aldo dan Vita.

Pemuda itu mengangkat sebelah alis. “Kenapa?” tanyanya. Ia bahkan terlihat santai menghadapi situasi.

Gadis itu mendengkus. “Ngapain kamu mijitin kaki adik kelas itu?” sentaknya, lalu menunjuk kaki Vita yang sedang dipijat oleh Aldo.

Sontak, pemuda itu mengerutkan keningnya tidak mengerti. “Apa urusannya sama kamu?”

“Kamu gak ngehargai aku?!” rajuknya manja.

“Memangnya kamu siapa saya?” tanya Aldo lagi.
Cewek itu terdiam kemudian mengentakkan kakinya ke lantai dan berlalu dari ruangan UKS dengan perasaan kesal, marah, dan malu.

Vita menatap Aldo. “Dia pacar lo?” tanyanya.

“Bukan.” Aldo kembali mengurut kaki Vita yang terkilir.

“Kok dia bisa semarah itu sama lo, pas tau lo lagi mijitin kaki gue?” tanya Vita lagi.

Pemuda itu mengedikkan bahunya tak acuh. “Saya gak tahu, Vita.” Ia mengurut kaki Vita dengan kencang yang membuat gadis meringis kesakitan.

“Sakit, aw!” rintih gadis itu.

“Makannya jangan tanya-tanya terus,” ucap Aldo yang kembali memijat kaki Vita dengan perlahan dan hati-hati.

Gadis itu menatap Aldo yang kembali sibuk mengurut kakinya. Ia tidak menyangka seorang ketua OSIS mau mengurut kaki adik kelasnya yang bahkan tidak bisa dibilang akur dengannya. Vita pikir, OSIS itu sombong dan ingin menguasai sekolah. Namun, melihat pemuda itu yang dengan tulus mengurut kakinya, ia jadi berubah dengan pemikirannya. Tanpa Vita sadari, dirinya memandang lekat Aldo sambil tersenyum kecil.

“Saya tahu kalau saya ganteng, jadi gak usah ditatap gitu,” ujar Aldo tanpa mengalihkan fokus dari kegiatannya. Vita yang menyadari kebodohannya langsung merutuki diri sendiri.

“Nggak! Siapa yang liatin lo! Pede banget, sih!” elaknya.

“Tadi itu apa?” tanya Aldo yang membuat Vita membisu.

“Gu-gue, eh, itu ada nyamuk di kepala lo!”

“Alesan,” cibir Aldo yang membuat Vita mengerucutkan bibirnya kesal, Aldo yang melihat itu hanya menahan senyumnya. “Jangan gitu! Kamu gak imut tau!”

Vita melotot tidak percaya, kemudian ia mengulum bibirnya rapat-rapat. Aldo tidak bisa lagi menahan rasa gemasnya. Tangan yang masih berminyak karena tadi mengurut kaki, ia gunakan untuk mencubit gemas kedua pipi gadis itu. “Kamu gak bisa nyembunyiin sisi lembut kamu dari saya?” gumamnya yang tidak dapat didengar Vita.

Gadis itu meringis dan menepis tangan Aldo dari pipinya. “Jangan pegang! Tangan lo berminyak!” kesalnya sambil memegang pipi yang jadi terkena minyak. Ia pun mengambil kapas yang berada di kotak P3K di sampingnya, kemudian mengelap pipi yang terkena minyak dari tangan Aldo dengan kapas itu.

“Hehe, sorry habis kamu gemesin,” ucap Aldo terlalu jujur.

Pipi Vita memanas. Ia yakin bahwa pipinya memerah sekarang. Otomatis gadis itu memalingkan wajahnya agar Aldo tidak menyadari bahwa pipinya memerah karena blushing. Tidak! Aldo tidak boleh tahu.

“Kamu tambah gemesin kalau pipi kamu merah gitu.” Aldo tehkekeh kecil, Vita mencibir, laki-laki itu sepertinya senang menggoda dirinya. “Udah bel pulang sekolah, mau pulang bareng, gak?” tanya Aldo.

Vita melirik jam di tangannya. “Iya, anterin yak!” pintanya.

Aldo mengangguk dan mencuci tangannya yang habis memegang minyak urut dengan air di wastafel yang ada di ruang UKS, kemudian ia teringat sesuatu. “Tas!”
Pemuda itu lantas mengeluarkan ponsel dan menelepon seseorang. Saat telepon tersambung, Aldo segera bertanya kepada seseorang di seberang sana.

“Naufan, tas saya sudah diambil belum?” tanyanya.

“Udah,” jawab seseorang tersebut dari ujung sana.

“Oke, makasih Fan, nanti malem kirim aja ke rumah ya, sekalian main sama anak-anak.” Panggilan diputus sepihak oleh Aldo setelah Naufan mengiakannya.

“Tas gue gimana?” tanya Vita pada dirinya sendiri.

“Udah dibawain sama temen kamu,” jawab Aldo yang mendengar hal tersebut.

“Kata siapa?”

“Feeling saya yang bilang gitu.”

“Lo, mah!” kesal Vita.

“Loh, saya kenapa?” tanya Aldo yang tampak selalu menyebalkan di mata Vita.

“Feeling lo mah, sesat!” dengkus gadis itu kemudian.

Aldo mencubit hidung mancung Vita. “Feeling saya selalu benar, kok.”

“Sok romantic.” Gadis itu mengelus hidungnya yang dicubit Aldo.

“Memangnya siapa juga yang mau romantisan sama kamu?”
“Tuh ‘kan, keluar nyebelinnya.” Vita mendelik kesal.

Namun, Aldo tidak menanggapinya. Ia berjongkok di hadapan gadis. “Naik!” perintahnya.

Vita menatap Aldo bingung, kebiasaannya saat di dalam kondisi canggung adalah, ia jadi telmi mendadak. “Naik Vita.” Aldo menepuk punggungnya.

“Gue digendong?” tanya Vita menunjuk punggung tegap pemuda di depannya.

Aldo berdiri kembali dan menatap Vita geram. Ia kemudian menelusupkan tangan di leher dan lekukan lutut gadis itu, lantas menariknya. Pemuda itu menggendong Vita ala bridal style, lagi.

“Aduh!” pekik Vita yang lagi-lagi terkejut karena digendong tiba-tiba oleh Aldo.

“Gak usah cerewet,” komentar Aldo membuat Vita bungkam. Sepertinya Aldo benar-benar menyebalkan!
Pemuda itu berbelok saat sampai di kelas Vita. “Gak ada tas kamu, ‘kan?” tanya Aldo, dalam gendongannya Vita mengangguk.

Ia menggendong Vita ke parkiran, mendudukkan gadis itu di jok motor Ninja Kawasaki miliknya, kemudian menaiki motor dan mengenakan helm full face-nya.

“Pegangan, atau kamu mau jatuh?” perintah Aldo. Ragu-ragu, Vita memegang jaket yang dikenakan pemuda tersebut.

Aldo yang gemas karena Vita tidak mau memegangnya lebih erat. Ia lantas melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, membuat Vita mau tidak mau memeluk Aldo erat dan memejamkan matanya. Di dalam helm full face miliknya, Aldo terkekeh geli.

Ketika Aku Menemukanmu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang