22. Semakin jelas 2

3.4K 176 24
                                    

Mendengar semua kenyataan yang terlontar dari mulu Anna, Vita masih tidak bisa menerima kenyataan itu, jadi hanya karena warisan Bella bersikap seperti itu? Vita mulai mengingat kepingan-kepingan memori yang muncul belakangan ini.

Vita kini tengah berada di depan gerbang sekolahnya, menunggu sopir keluarganya menjemputnya, namun tiba-tiba ada panggilan telpon, Vita melihat siapa yang menelponnya, ternyata panggilan tidak di kenal, “paling cuma orang iseng,” ucap gadis yang baru saja menduduki kelas IX itu. Lalu Vita mematikan panggilan itu, setelah beberapa detik, panggilan telpon dari nomor yang sama kembali berderig, Vita pun akhirnya mengangkat panggilan itu setelah beberapa detik ia berperang antara batin dan pikirannya.

“Halo?”

“Vita Kakak ada di hotel melati, Kakak baru aja pulang dari London, tapi Kakak gak bisa ke rumah karena kamu tahu sendiri gimana sikap Kakek ke Kak Bella kan? Kamu bisa kesini? Kakak butuh uang karena dompet kakak hilang tadi,” ucap Bella sedih.

“Kakak udah gak marah sama Vita?” Vita senang karena Bella menghubunginya, semenjak Bella di kirim untuk kuliah di London, Bella sama sekali tidak pernah menghubunginya, kadang pun di angkat sambil melontarkan kata-kata tidak menyenangkan untuknya.

“Maafin kakak pernah marah sama kamu, tapi sekarang kamu harus kesini cepat Vit.”

Vita menganggukkan kepalanya walaupun tahu Bella tidak akan melihatnya, “kasih alamat rincinya Kak.”
“Hotel melati lantai sembilan nomor 224,” lalu Bella memutuskan panggilan telponnya, dan Vita segera mencari taksi, begitu sudah ketemu ia meminta sopir taksi itu untuk mengantarnya ke hotel melati.

Setelah sampai Vita berjalan menuju lift dan menekan nomor sembilan, setelah sampai di lantai sembilan Vita memeriksa setiap kamar disana, lalu begitu menemukan kamar 224 Vita segera memencet Bel, lalu terbukalah pintu.

“Kakak siapa?” tanya gadis berseragam biru putih itu takut-takut, karena melihat ada seorang pria disini, ini ‘kan kamar hotel yang di pesan Bella.

“Kakak ini pacar kakak kamu.” Seorang lelaki berseragam putih abu-abu di hadapannya tampak menyeringai. Gadis itu mundur kala lelaki itu terus berjalan maju mendekatinya. “Kamu sayang kakak kamu, ‘kan?”

Vita mengangguk mantap. “Vita sayang Kak Bella, Kak Derta, dan Kak Nala,” katanya tampak yakin.

“Kamu gak mau Kak Bella kenapa-kenapa, ‘kan?” tanya lelaki itu lagi. Begitu polosnya, Vita mengangguk. Lelaki di depannya tampak menyeringai. “Kalau kamu gak mau kakak kamu kenapa-napa kamu harus ikut Kakak.” pemudaa itu membekap mulut Vita hingga kesadaran Vita menghilang. Ia ambruk di lantai. Saat gadis itu terbangun, ia menatap ke sekeliling. Ada seorang lelaki yang terbaring bersamanya. Tepat saat itu pintu didobrak dengan keras.

Ayah dan ibunya muncul. Mereka menatap dengan tidak percaya apa yang tampak di hadapannya. Sedangkan Dareen dengan kemarahan di matanya langsung menarik Vita kasar. “Papa kecewa sama kamu,” katanya dengan nada dingin.

Sedangkan di sampingnya, keadaan Valen tidak jauh berbeda dengan Dareen. Tatapannya jelas mengisyaratkan kekecewaan yang mendalam.
“Ini salah paham Ayah!” ujar Vita mencoba meyakinkan. “Ayah!”

Dareen dan Valen berjalan meninggalkan Vita, gadis itu terus mengejar Ayahnya yang terus berjal;an, kaki Vita tersandung sesuatu sampai akhirnya gadis itu terjatuh, Vita melihat Ayah dan Bundanya sudah memasuki lift, Vita pun memutuskan untuk mengejar mereka lewat tangga darurat, begitu sampai di lantai bawah, Vita berlari begitu melihat Ayah dan Bundanya sudah memasuki mobil, Vita mengejar mobil Dareen yang melaju cepat tanpa sadar bahwa ia berada di tengah-tengah jalan, Vita yang mendengar suara klakson mobil pun menoleh, ingin berlari namun terlambat karena mobil itu berhasil menghantam tubuhnya. “Ayah!” kata itu terlontar sebelum akhirnya tubuh Vita terpental di aspal.

“Kak Bella?” beo Vita, “apa semua kesalah pahaman ini ada hubungannya dengan Kak Bella?” tanya Vita pada dirinya sendiri.

Bel berbunyi, tetapi Vita tetap diam di tempatnya. Ia termenung memikirkan semuanya yang semakin lama semakin jelas, jadi apa benar Bella yang menjebaknya?
Lalu toba-tiba botol dingin menempel di pipinya, Vita mendongkak untuk melihat wajah si pelaku, ternyata Davin.

“Ini minuman seger buat lo, gue liat tadi lo ngelamun terus, mungkin lo butuh yang seger-seger, makannya gue bawain lo ini,” kata Davin menjawab pertanyaan di benak Vita.

“Makasih,” ucapnya seraya tersenyum tipis, kemudian menerima sodoran jus jeruk kemasan yang di berikan dari lelaki di depannya.

“Kenapa lo ada disini? Padahal bel udah bunyi dari tadi?” tanya Davin, pria itu mendudukkan dirinya di samping Vita.

“Lo juga, kenapa ada disini?” Vita balik bertanya.
Davin terkekeh mendengar Vita membalikkan pertanyannya, “menemani bidadari gue?” Davin mengangkat sebelah alisnya.

“Bidadari lo? Siapa? Pacar lo?” Vita menolehkan kepalanya kesekeliling, mencari keberadaan seseorang di taman belakang sekolah, namun tidak ada, disini hanya ada dirinya dan Davin.

“Calon pacar lebih tepatnya,” jawab Davin sambil terkekeh.

Vita yang peka pernyataan itu untuknya kemudian menghela nafas, “gue punya pacar,” ucapnya dengan penekanan di setiap katanya. “Disini masih banyak perempuan yang bisa suka juga sama lo.”

“Perempuan emang banyak bukan cuma lo, tapi yang seperti lo itu yang gak ada.”

“Kenapa harus seperti gue?” Vita bertanya sambil menolehkan kepalanya untuk menatap Davin.

“Karena lo itu bidadarinya gue, penyemangat hidup gue,” Davin tesenyum sambil balas menatap Vita.

Vita mengalihkan tatapannya, “kita baru aja ketemu kemarin, dan lo ngomong seolah kita udah kenal lama,” Vita terkekeh.

“Cuma butuh beberapa detik buat gue jatuh cinta sama lo Vit,” jawab Davin.

“Ngaco lo!” Vita memukul pelan paha Davin, ia terkekeh tidak ingin mempercayai semua pernyataan Davin.

“Gue cinta sama lo, Vit.” Vita membulatkan matanya tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
Davin membawa tangan Vita ke dalam genggamannya, “gue cuma mau mengungkapkan perasaan gue, gue juga gak minta lo buat terima gue, gue cuma pengen lo tau perasaan gue ke lo.”

Sadar, Vita segera melepaskan genggaman tangan Davin, gadis itu sedikit tersentuh dengan kata-kata Davin, namun sekarang ini ia pacar Aldo, “gue pergi,” ucap Vita lalu berlalu dari hadapan Davin yang kini tersenyum sendu.

Ketika Aku Menemukanmu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang