Pria setengah baya itu menghisap rokok dalam-dalam. Berdiri tepat di samping jendela, lantas mengembuskan asap ke udara malam. Saat seseorang masuk ke ruangannya, ia memilih untuk mematikan rokok dan fokus pada pria muda yang kini berdiri di hadapannya.
"Bagaimana?" tanya pria setengah baya itu sembari menyugar rambutnya.
"Anak buah kita sedang melakukan pengejaran, Tuan Ando. James membawa gadis itu piknik dengan kapal pesiar."
Tuan Ando terkekeh, raut wajahnya terlihat bersinar. "Kita mengubah strategi. Tangkap gadis itu hidup-hidup, lalu kita akan memaksa Romeo untuk menandatangani kesepakatan bahwa ia menyerahkan seluruh hartanya untuk kita. Tujuh puluh lima persen untukku, dan dua puluh lima persen untukmu."
"Ide bagus. Romeo pasti tidak akan tega melihat adiknya berada di dalam genggaman kita. Dia sangat menyayangi adiknya, terlebih saat dia tahu bahwa ada yang tidak beres dengan peristiwa kecelakaan itu."
"Segera bawa gadis itu ke hadapanku."
"Hanya perlu menunggu dalam hitungan jam, Tuan Ando. Kita akan menjadi pemenangnya." Pria muda itu melirik jam tangan di pergelangan tangan, lantas menyeringai lebar. Tangannya mengambil sebatang rokok dan menyalakannya, membuat ruangan itu dipenuhi oleh polusi udara.
***
Alsen turun dari atas sekoci. Kaki telanjangnya menyentuh dinginnya air laut. Ia meraih ransel hitam dan meletakkannya di punggung.
"Kita sampai. Anda bisa turun sekarang, Nona Flo," ucap Alsen.
Flora berdiri di atas sekoci, melongok ke kaki Alsen yang terendam air laut hingga sebatas lutut. Lantas, Flora menatap Alsen tidak suka. "Kau ingin membuat gaun mahalku terkontaminasi air laut?"
"Hanya gaun, Anda bisa membelinya lagi."
"Memang, tapi ini gaun bersejarah. Dengan gaun ini, aku pertama kali berdansa dengan James. Gaun ini juga yang menjadi saksi saat James mengungkapkan perasaannya padaku."
"Apa kenangan lebih penting dari harga sebuah nyawa?"
"Jangan mengajariku. Kau pria tidak romantis, wajar jika kau tidak mengerti arti sebuah kenangan. Mungkin seharusnya kau membentangkan karpet merah di pulau ini sebelum mengajakku datang ke sini. Aku— aaaahhhhh ...."
Ocehan Flora berganti dengan sebuah teriakan kecil, saat Alsen tanpa permisi menarik tubuh gadis itu. Hanya dalam hitungan detik, Flora sudah berpindah ke dalam gendongan Alsen.
"Singkirkan sekoci dari sini, jangan sampai meninggalkan jejak!" perintah Alsen pada anak buah kapal.
"Siap, Tuan." Anak buah kapal kembali mendayung sekoci, membawanya menjauh dari Alsen dan Flora.
Dengan membawa beban di depan dan belakang tubuhnya, Alsen melangkah tergesa-gesa, sementara Flora berseru panik. "Hati-hati, jangan sampai air laut itu terpercik dan mengotori gaun kesayanganku."
Alsen terdiam, semakin mempercepat langkahnya. Flora menghela napas kasar, kedua lengannya mengalung di leher Alsen. Diam-diam, matanya mencuri pandang pada wajah Alsen. Baru kali ini ia bisa melihat wajah bodyguard-nya dari jarak dekat.
Pria itu memiliki hidung mancung, mata tajam laksana elang yang sedang mengintai mangsanya, serta alis tebal melintang di atas kedua mata. Rahangnya nampak kokoh, bulu-bulu halus yang tumbuh di sana semakin membuat Alsen terlihat maskulin.
Argh ...! Tidak! Flora tidak bermaksud memuji apalagi mengagumi Alsen. James jauh lebih tampan! James jauh lebih seksi! James jauh lebih macho!
Dan apa ini? Alsen menggendongnya seperti seorang pria yang sedang membawa pengantin wanitanya dengan begitu romantis. Ya ampun, kenapa Flora harus selalu terjebak dalam kondisi seperti ini bersama Alsen? Masih membekas jelas dalam ingatannya saat kemarin malam Alsen membawanya kabur dari butik seperti pasangan pengantin yang bersiap melakukan ritual malam pertama di hotel.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow of Black Rose
RomancePeristiwa pembunuhan kedua orang tuanya, membuat Romeo bersikap waspada. Ia pun menyewa seorang bodyguard terlatih untuk melindungi saudara kembarnya, Flora. Namun, Flora justru membenci kehadiran sang bodyguard. Ia merasa kehidupan pribadinya mulai...