7. Kangen

168 20 6
                                    

Sejak kedatangannya pagi itu di sambut dua adik tingkat yang bermaksud meminta tanda tangan Aksa, seisi kelas 3-B seketika menjadi riuh dan rusuh.

Teriakan salah satu cowok di kursi paling pojok dimana dia menyuarakan siulan serta gombalan pada satu persatu adik kelas di depan pintu, pemandangan tersebut entah bagaimana membuat Aksa merengut sebal. Ia tak suka menjadi pusat perhatian, apalagi Ragen, yang juga satu komplotan dengan Ryan, Genta, dan Harris kerap kali suka menggodai para adik tingkat di jurusannya, seperti yang terjadi saat ini. Nggak heran jika Aksa enggan bercengkrama dengan mereka itu, terlalu berisik.

"Kak, aku juga boleh dapat tanda tangannya nggak?" Melisa menyodorkan surat rektor pada Aksa, terdapat bagian di paling bawah tempat Aksa seharusnya menyematkan tanda tangannya di sana. Segera Aksa tanda tangani agar supaya tidak bertele-tele, ia malas berdiri terlalu lama di depan pintu dan mendengar Regan cs masih saja betah berteriak-teriak heboh dari dalam.

"Ada lagi?"

Satu cewek terakhir maju. "Surat undangan proposal buat PMO nanti, kak. Banyak yang nyaranin ke aku tanda tangannya minta ke kakak dulu baru bisa di urus ke dekan."

Aksa manggut-manggut, tangannya kembali bergerak menanda tangani surat yang disodorkan padanya.

"Kak Aksa.. rapat Himpunan nanti kapan digelar? Ketua Hima udah pada nanyain soalnya."

"Itu urusan nanti, ya? Gue sibuk, beberapa UTS udah nungguin nih, gue nggak mungkin kan ngelewatin ujian gue?"

Benar, pikir dua anak perempuan itu. Mereka pun mau tak mau harus membiarkan Aksa beralih masuk ke kelas.

"Dek mau kemana? Buru-buru amat? Duduk sini aja sama abang?!!" teriak Ragen di kursinya yang sudah dia maju-mundurkan untuk mendapat perhatian. Sepintas Melisa bergidik geli tatkala netranya bersinggungan dengan mata hitam pekat milik Regan, buru-buru dia mengajak temannya pergi.

Saat Aksa duduk di kursinya, Ragen mendekat. "Sa, cewek yang rambut coklat tadi siapa?"

"Selena Gomez tuh pasti." ceplos Harris, asal.

Aksa nggak menjawab. Dia hanya mengeluarkan sesuatu dari dalam tas kemudian membaca isi jurnal yang dia keluarin itu ke atas meja sambil coret-coret bagian yang penting dan sekiranya masuk di UTS nanti.

"Beneran mirip Selena gomez anjir, pangling gua," kata Ragen, masih belum selesai memuja keindahan lekuk wajah Melisa, yang Harris kira mirip Selena gomez itu.

Harris mengangguk. "Yoi, gue juga mikirnya gitu. Coba tanya Aksa berapa nomor Wa-nya?"

Ragen auto nengok ke Aksa, meski jarak kursi mereka lumayan jauh. "Sa, bagi-bagi kali nomor WA cewek sebening itu. Jangan lo embat sendiri."

Lagi, Aksa nggak menanggapi. Dia masih saja diam.

"Susah emang ngomong sama botol karbol, salah dikit lo bisa digaspol." celetuk Genta pada Aksa, yang disetujui Harris sambil cekikikan.

"Lo pada digas beneran sama dia baru tau rasa," sembur Harris, melirik ke belakang dimana dia berharap Aksa akan sedikit menunjukkan ekspresi.  Sayangnya nggak sama sekali ada reaksi yang dia harapkan dari Aksa sampai akhirnya Regan, Genta, dan Harris capek sendiri ngomong terus dari tadi tapi tak digubris oleh yang bersangkutan.

Masuk dosen analisis politik ke kelas dan mengubah suasana ruangan menjadi lebih kondusif.

Saat itu fokus Aksa bukanlah penjelasan Dosen di depan, alih-alih mendengar Pak Andy berceloteh mengenai peraturan UTS, Aksa malah mengitari pandangan ke segala penjuru kelas.

Mendapati tidak adanya eksistensi seorang Ferenica diantara 38 mahasiswa yang duduk membuat Aksa gusar dengan sendirinya. Hingga UTS dimulai dan kelas mulai hening, Aksa barulah menyadari Fe tidak masuk hari ini.

PRINCE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang