14. Mulai cemburu

111 18 1
                                    

Aksa memberhentikan laju mobilnya di kawasan pesawahan yang membentang luas sepanjang jalan. Hilir mudik angin menerbangi helaian rambut keduanya di area itu, hingga membuat perempuan satu-satunya yang duduk di dalam mobil porsche hitam itu menguncir habis rambutnya ke atas.

"Aksa!!" teriak Fe dari dalam mobil, tapi yang diteriaki malah tidak menyahut.

Di samping mobil Aksa berdiri dua pondok warung makan yang dibangun tepat di depan jalan setapak berlandaskan tanah merah yang rata. Aksa menginjakan alas sepatu sneakers-nya di atas tanah itu lalu berdiri di hadapan warung penjual makanan manis. "Beli dua bubur ketan sama kue-kuenya," pesan cowok itu pada mbak penjual — yang kelihatan masih berada pada fase usia dua puluhan.

"Sendirian aja Kak?" tanya anak perempuan itu sembari melempar senyum pada Aksa.

"Berdua." jawab Aksa.

"Sama siapa?"

Cowok itu berbalik, maka sepasang mata bulatnya menunjukkan sosok perempuan berkuncir cepol sedang duduk di dalam mobil, menatap layar ponsel sambil sesekali mengambil selfie.

"Oh," perempuan penjual bubur ketan itu tersenyum masam. "Udah ada pacar ternyata."

"Berapa?" tanya Aksa lagi saat dua cup bubur ketan tersodor ke arahnya.

"Sepuluh ribu." jawab perempuan itu lalu mendongak menatap Aksa yang jauh lebih tinggi. "Kuenya tadi mau yang apa aja Kak?"

Aksa tersenyum. "Yang mana menurut kamu enak? Soalnya saya nggak tau mana yang dia sukai."

"Dia yang Kakak maksud teh mbak pacar di dalam mobil itu?"

Aksa mengangguk.

"Biasanya cewek suka putu ayu sih Kak. Sama ini juga nih.." perempuan tersebut menjepit lemper dan memasukannya ke dalam kresek putih. "Jadi mau berapa kuenya Kak?"

"Sepuluh aja."

"Oke. Aku campur sama gorengan dan piscok ya?"

"Terserah kamu."

Maka Aksa selesai membeli cemilan ringan dan berjalan menuju mobilnya yang di parkir. Aksa membuka kembali pintu mobil tersebut, melempar senyum pada Fe. "Aku beli ini!"

"Apaan?" bola mata Fe melebar kaget. Tiba-tiba amat ini cowok beli jajanan.

"Keluar aja. Pemandangan di sini sejuk, bikin tenang."

"Memangnya ini dimana, sih, Sa?"

"Lho, kamu nggak tau?" Aksa menegakkan punggungnya lalu mengedari segala penjuru area. "Ini masih di kampus kita kali. Masa nggak pernah ke sini?"

"Nggak usah ngeledek," kata Fe sambil cemberut dan menghempaskan punggungnya ke senderan kursi. "Gue udah bilang belum sih sama lo kalau gue nggak pernah nongkrong di tempat-tempat hits kampus?"

"Ini bukan tempat hits. Ini tempat praktikum anak-anak pertanian."

"Oh ya?" mata Fe mengerling, ia beralih ke jendela mobil dan membuka kacanya. Tak lama dari itu ia berjumpa dengan bentangan sawah nan hijau serta pepohonan kapuk di sepanjang jalan.

"Ini fakultas pertanian?"

"Iya." Aksa mengangguk, tangannya yang tidak memegang plastik kresek berusaha menggapai tangan Fe, dan ketika akhirnya berhasil tergenggam ia langsung menarik tangan gadis itu keluar lewat pintu mobil yang dia buka.

"Ayo, sarapan diluar."

Ketika keluar dari mobil, Fe dengan patuh mengikuti gerak kaki Aksa membawanya pergi. Mereka berdua menyisiri jalanan yang penuh tanaman merambat. Fe bahkan bisa melihat di depan mata kepalanya sendiri bagaimana hijaunya dedauan sayur serta umbi-umbian di sepanjang pinggiran jalan yang ia lewati.

PRINCE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang