18. Nggak apa-apa!

115 19 11
                                    

Sore-sore ditemani hujan rintik yang turun menapaki bumi. Fe dengan sepatu sneakersnya berlalu lalang dari sudut ke sudut ruangan, mencari keberadaan Viona lalu menemukan sosok berkulit putih itu mengobrol akrab dengan tiga orang cowok. Setahu Fe sih dia nggak kenal dengan mereka semua. Kendati begitu, dia tetap mendekat.

"Balik yuk!" ajak Fe sambil memiringkan tasnya. "Masih mau di sini lo?"

Viona menoleh, sudut bibirnya menyengir lebar. "Buru-buru amat, emangnya lo mau kemana sih? Ini kan sabtu. Libur. Dan kita juga nggak ada kuliah."

"Iya tapi kan bazar-nya juga udah kelar." dan bicara tentang bazar pun, bikin Fe teringat ajakan Ayi tadi siang. "Eh, elo diajakin Ayi makan-makan tuh. Gue lupa."

Fe bersiap untuk pergi karena dia tahu Ayi hanya mengajak Viona makan, nggak termasuk dirinya. Maka dari itu lebih baik dia duluan saja pulang tanpa harus nungguin Viona selesai akan perbincangannya dengan cowok-cowok itu.

Satu diantara mereka melirik Fe sembari melempar senyum. "Temen lo, ya, Vi?"

"Iya, sohib gue malah." Viona mengulurkan tangan, menarik Fe ke sebelahnya. "Gue ajak kenalan deh, Ini Ryan," katanya kemudian berbisik. "Ini temannya Aksa, Fe. Pernah ketemu belum? Ganteng kan mereka?"

"Oh." Fe membulatkan bibir.

"Temen kelas Aksa juga?" Ryan bertanya, sedikit mengangkat sebelah alisnya yang tebal. "Gue Ryan, anak teknik."

Fe cuma mengangguk kecil lalu mengamit tangan Ryan. Gadis itu menyebutkan namanya, dan diam setelah itu.

Dua cowok lainnya bergantian mengulurkan tangan mereka,  dengan amat terpaksa pun Fe meladeni.

Dari perkenalan singkat tersebut Fe akhirnya tahu kalau cowok yang waktu itu berantem di lapangan adalah Ryan dan Kris. Dia masih mengingat wajah keduanya, namun tidak untuk sosok berjaket denim biru ala Dilan yang berdiri di samping Kris. Cowok itu tidak begitu menggubris kehadiran Fe dan lebih memilih fokus pada chat yang ada di ponsel.

Saat keheningan merambat, Fe benar-benar mutusin untuk pulang. Dia melempar senyum tipis pada Viona dan ketiga cowok itu, meskipun cuma disahutin basa-basi doang oleh mereka, seperti; hati-hati di jalan, jangan ngebut, dan bahkan sekadar anggukan kepala saja. Fe nggak terlalu repot mencari perhatian juga, sih. Menurutnya, Ryan dan kawan-kawan mirip persis seperti Aksa—tipikal cowok-cowok yang hidupnya jujur lurus, dan nggak pernah ada track record bandel sama sekali. Nggak kayak Harris dan Ragen.

"Nggak usah buru-buru, diluar kan masih hujan. Lagian gue mau ngajak lo ikut traktirannya si Ayi."

"Ayi cuma ngajak lo." sungut Fe.

"Tapi lo juga bantuin dia ngedekor. Dia pasti mau traktir lo. Percaya sama gue," Viona sengaja memelankan suaranya, namun Fe yang mendengar sontak tergugu.

"Lo gila ya? Gue bukan pengemis traktiran, tauk. Nggak perlu pake ngajakin gue segala, gue nggak mau ikut."

"Ih..," Viona tiba-tiba merengek. "Kan ada Aksa juga, Fe."

Justru karena ada dia gue nggak mau, bego!

"Emang kenapa kalau ada Aksa?"

"Lho, kalian di sini?"

Pertanyaan yang tertuju untuk Viona tadi belum sempat terjawab ketika sebuah suara tiba-tiba berbicara dari kejauhan. Aksa berdiri di sana. Dia tersenyum seraya mendekat. Sosoknya yang berdiri tepat di samping Ryan seketika menepuk pundak cowok itu. "Lo semua tau darimana gue ada di sini?'

"Yang nyari lo siapa juga? Gue ke sini buat Ayi." jawabnya sengak.

"Tau. Pede banget lo minta dicariin segala? Kita ke sini buat nyemangatin Ayi, Sa. Sorry banget. Dia sendiri yang minta kita datang, entahlah ya, gue kayak mencium bau-bau akan ada yang jadian sebentar lagi." Kris menimpali sambil tersenyum jahil kepada Aksa.

PRINCE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang