Fourteenth Petal

57 8 9
                                    

Hal pertama yang terlihat adalah lautan mayat. Jasad-jasad tidak dikenal mengelilinginya. Tidak ada seorangpun yang terlihat, kecuali dia sendiri. Bahkan tangan dan pakaiannya pun berlumuran darah. Manik merahnya membulat sempurna, terkejut dan tidak percaya dengan pemandangan mengerikan yang menyambutnya.

Shiragiku membeku di tempatnya berdiri saat ini. Dia yakin seratus persen jika semua ini hanya mimpi. Tidak mungkin dirinya akan membunuh orang sebanyak ini. Bahkan sampai berniat membunuh pun tidak akan pernah. Kalaupun ini mimpi, semua itu terlihat sangat jelas. Seolah dia mengalaminya di kehidupan nyata.

"Urgh...,"

Terdengar suara rintihan berat di belakangnya. Dia menoleh ke arah suara itu dan melihat sesosok pria dengan luka sabetan yang panjang di leher berjalan ke arahnya. Pria tersebut menatapnya dengan tatapan marah, lalu berbicara dengan suara parau.

"Tidak bisa dimaafkan... kau akan membayar semua ini... Hanazuki Shion...,"

Shiragiku tertegun. "S-Shion?"

Pria itu kembali berujar dengan suara serak. "... pergilah kau ke neraka... pembunuh...," seketika tubuhnya terkapar ke tanah, tidak bergerak sama sekali.

Shiragiku mundur dengan rasa takut menjalar ke sekujur tubuh, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan. Dan nama barusan... Shion? Bukankah itu adalah nama si calon pewaris yang dinyatakan meninggal? Apakah dia pernah membunuh orang-orang tidak bersalah sebelum kabur dari kediaman atau telah ditangkap dan dieksekusi sebagai pembunuh?

"Apa maksudnya? Kenapa dia menganggapku sebagai Shion?"

Tanpa sengaja, gadis itu menabrak seorang laki-laki yang berdiri tepat di belakangnya. Si krisantemum putih perlahan menoleh ke arahnya dengan mata yang masih menyiratkan rasa ketakutan. Wajah laki-laki itu tertutup hoodie, namun dia dapat melihat sebuah seringai dingin yang terlukis. Kedua tangannya pun menyentuh bahu Shiragiku hingga yang disentuh mendadak merasakan dingin sekaligus ketakutan yang semakin menjadi.

"... kau yang terakhir, adikku."

Tubuh Shiragiku membeku ketika melihat laki-laki tersebut mengayunkan pisaunya yang telah berlumuran darah. Hal yang terakhir dilihatnya sebelum pisau tersebut meluncur ke arahnya.

"Hah...,"

Shiragiku tersentak bangun. Dia bangkit dengan napas terengah-engah, sebelum akhirnya menyadari jika dia berada di atas kasurnya sendiri.

"Mimpi itu lagi, ya...,"

Si krisantemum putih mengatur napas, lalu melihat ke arah jendela. Langit masih terlihat gelap, disertai hujan yang turun deras.

Gadis itu memegangi kepala. Ini sudah ketiga kalinya dia melihat mimpi buruk itu. Terlebih, dia sama sekali tidak bisa mengenali laki-laki misterius yang ada di mimpi itu. Seringai dingin itu, serta pisau yang diayunkan ke arahnya. Semua itu terlalu jelas untuk bisa disebut mimpi.

Petir menggelegar keras, hingga Shiragiku sontak memeluk bonekanya. Dia paling tidak tahan mendengar gemuruh petir yang menakutkan. Ditambah dengan pikirannya yang masih tertuju kepada sosok di mimpi barusan.

"Siapa sebenarnya orang itu?" gadis itu kembali membatin. Dia melirik ke arah kucingnya, Kuroyuri, yang tengah tertidur di ujung kasur. Shiragiku mengelus bulunya yang lembut, sebelum memutuskan untuk kembali tidur.

*

Akhir-akhir ini, entah kenapa Shiragiku kerap kali mengalami mimpi yang sama setiap malam. Mimpi tentang dirinya yang bersimbah darah berdiri di tengah lautan mayat. Kemudian pria yang memanggilnya "Shion" dan laki-laki misterius yang memanggilnya dengan sebutan "adik". Dan mimpi buruk tersebut masih berulang hingga detik ini.

[End] Chrysanthemum & Camellia 2: Second TrialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang