Fifteenth Petal

45 9 3
                                    

Kigiku terlihat mengerjakan sebagian besar laporan di ruang kerjanya. Matanya dengan teliti memeriksa setiap lembar, mengecek laporan yang masuk dari kasus yang telah diselesaikan. Sudah sejak pagi tadi wanita itu berada di ruangannya, bekerja menjadi kepala polisi menggantikan sang suami yang sampai detik ini belum kunjung ditemukan. Beliau sudah bertekad akan bekerja keras dalam memimpin departemen kepolisian, sama seperti yang dilakukan Kuroba.

Wanita bersurai hitam panjang itu menghela napas. Kemudian melirik bingkai foto di sebelah cangkir teh yang kosong. Foto mereka sekeluarga di halaman depan kediaman. Di sana terlihat jelas dirinya, Kuroba, Shiragiku, dan Tsubaki tersenyum.

Kigiku meraih bingkai tersebut. "Mau sampai kapan aku menunggumu? Sudah hampir delapan tahun kau menghilang dari kediaman,," ujar beliau lirih. "Anak-anak masih mengharapkan kepulanganmu. Mereka sudah tumbuh menjadi detektif-detektif muda yang bisa membantu kepolisian nantinya. Aku hanya berharap suatu hari kau mendengar keberanian mereka memecahkan kasus tanpa campur tangan polisi sama sekali."

Didekapnya bingkai tersebut dengan pelan. Setetes air mata meleleh dari matanya yang merah cerah. "Kumohon kembalilah, Kuroba. Aku tidak ingin keluarga kecil ini menjadi retak. Sudah cukup aku dulu pernah kehilangan seorang kakak dan kedua orang tuaku. Shiragiku dan Tsubaki juga masih membutuhkanmu."

Sebuah ketukan pintu terdengar. Kigiku buru-buru menghapus air matanya dan menaruh kembali bingkai foto tersebut ke meja. "Masuklah."

Seorang petugas polisi pun melangkah masuk dan memberi hormat. Tangan kirinya menjinjing tumpukan kertas laporan. "Nyonya Kigiku, saya membawakan laporan yang anda butuhkan hari ini. Semuanya sudah disusun rapi dari kasus sebelumnya hingga kasus yang baru saja ditutup."

"Baiklah. Taruh saja di meja. Akan saya periksa," ujarnya dengan nada tegas. "Laporan lainnya sudah diterima. Kerja yang bagus, seperti biasa. Namun untuk kasus kali ini, saya tidak akan mengampuni satu kekeliruan kecil. Pastikan semuanya sesuai dengan penyelidikan yang telah dilakukan. Kasus yang kita hadapi bukan pembunuhan biasa. Lakukan semuanya dengan baik."

"Baik!" pria itu memberi hormat lagi, kemudian berjalan keluar dari ruangan.

Kigiku menghela napas panjang dan memijat kening. Satu lagi hari yang melelahkan. Dia sudah senewen oleh kasus pembunuhan yang terjadi belakangan ini. Tidak ada petunjuk, saksi mata, ataupun sesuatu yang bisa dijadikan barang bukti. Dan korban selalu bertambah setiap malam, tidak peduli seberapa cepat kepolisian mencoba melacak keberadaan pelaku. Seolah si pembunuh menghilang dan muncul kembali dalam sekejap di malam berikutnya.

Jujur saja, Kigiku sudah kelelahan menangani kasus tersebut. Kelelahan tidak hanya secara fisik, namun juga mentalnya. Tidak peduli divisi-divisi terbaik yang dikirim untuk melakukan investigasi. Beliau tidak ingin si kembar ikut terlibat. Biarlah mereka menikmati keseharian di sekolah, belajar dan menjalani kehidupan layaknya pelajar. Toh, keduanya sudah menjadi calon kandidat kepolisian sesuai keahlian masing-masing dan memiliki masa depan terjamin.

Kigiku sudah akan kembali memeriksa laporan ketika sebuah lembaran foto terjatuh tepat di samping kakinya. Wanita itu sudah akan memungut foto tersebut ketika sekujur tubuhnya seketika membeku. Pupil merahnya mengecil.

Dengan tangan gemetaran, Kigiku memungut foto tersebut. Foto itu memang sama dengan yang ada di bingkai barusan. Namun mereka sedang berfoto berlima, bukan berempat. Wanita itu seketika merasakan mual yang hampir tidak tertahankan ketika melihat sosok kelima di foto itu.

"Shion...,"

Mendadak, kepalanya pening. Firasat buruk seketika merayapi hati. Bayangan Shiragiku dan Tsubaki seketika terbesit di benaknya. "Apa-apaan, perasaan ini...,"

[End] Chrysanthemum & Camellia 2: Second TrialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang