"No way ... Pah, Mah! Nadya tidak mau masuk pesantren," tolakku langsung tanpa basa-basi.
Revan hanya meringis ketika mendengar tolakanku. Kali ini ia mengubah wujudnya menjadi wanita berhijab. Namun, dengan wajah berlumpuran darah. Untuk mengejek penderitaanku kali ini. Tidak lucu ....
Kenapa sih Papa dan Mama selalu tidak percaya denganku? Jika kejiwaanku baik-baik saja.Aku akan buktikan semua perkataanku itu pada mereka. Lihat saja nanti akan terjadi tragedi di pesantren jika aku benar-benar di terima di sana.
"Mau tidak mau kamu harus pergi ke sana, Nad. Papa dan mama sudah tidak tahu lagi harus apa lagi." Ucapan Mama membuatku lebih dongkol.
Aku meninggalkan mereka tanpa mengeluarkan sepatah kata. Tangisku seolah-olah tidak bisa keluar lagi. Terlalu banyak air mata yang sudah keluar selama ini. Tidak ada yang bisa memahamiku selain Revan. Sayangnya ia hantu bukan manusia sepertiku.
Kenapa sih aku harus terlahir sebagai gadis indigo? Mungkin saja jika aku bukan gadis indigo. Maka aku akan menjadi bintang dalam segala bintang. Ya, mungkin saja ....
Cantik, pintar, dan berbakat pula ditambah lagi dengan anak anggota dewan. Seharusnya itu menjadi nilai plus dalam diriku. Belum tentu orang bisa seberuntung diriku. Namun, sayang aku memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain.
Kelebihan yang diluar nalar manusia. Aku bisa melihat yang dunia ghaib seperti layaknya dunia nyata. Hal itulah yang membuatku menjadi aneh. Kelebihan yang seharusnya bisa menjadi anugerah malah menjadi musibah. Indigo ....
Aku duduk di ayunan dengan meratapi hidupku. Aku melirik rumah mewah yang bersebelah dengan rumahku itu. Bertahun-tahun aku sudah mengetahui jika rumah itu bukanlah rumah yang biasa. Melainkan rumah persugihan.
Namun, sekali lagi tidak ada yang percaya denganku. Bagaimana mungkin seorang bisnis man melakukan praktek persugihan. Menurut mereka aku hanya mengarang cerita saja.
Itulah alasanku tidak mau makan makanan pemberian mereka. Katanya itu menu terenak dari restoran mereka. Aku akui restoran mereka adalah restoran terlaris di kota ini. Ya, iyalah ... cara yang digunakan kotor.
Namun, nyatanya makanan itu sudah diludahi oleh pocong agar laris manis. Itulah alasan lain yang membuat papa ketagihan dengan menu restoran mereka. Ciuh ... menjijikkan masa iya aku harus makan bekas ludahan pocong sih.
Revan mendorong ayunanku dengan sedikit keras. Hantu bocah itu bisa menghilangkan kegundahan. Pastinya ia akan membantu rencana gilaku ini. Mana Revan mana bisa menolak permintaanku.
"Kamu bisa bantu kakak, kan?" tanyaku penuh harap. Kalau dia tidak mau, aku akan guling-guling di depannya. Agar dia iba padaku dan menuruti apa yang aku mau.
"Bantu apa? Aku tidak mau melakukan hal-hal yang lagi," jawabnya dengan sedikit ogah-ogahan. Dasar setan tidak tahu diri.
"Hanya buat orang kesurupan. Gampang, kan?" jawabku dengan tersenyum tipis.
Tangan Revan langsung menunjuk ke arah rumah mewah itu. Itu artinya aku disuruh untuk meminta bantuan ke setan persugihan itu. Lalu ia hilang entah ke mana. Pastinya ia tidak mau melihatku guling-guling di hadapannya.
Dasar teman tidak setia! Awas saja aku akan diam saja jika ia datang lagi padaku. Ya Allah ... apa yang harus aku lakukan sekarang? Apakah aku benar-benar akan masuk pesantren? Oh, no! Berbaur dengan banyak orang.
•••
Gamis maroon yang menjulang sampai ke mata kaki. Ditambah dengan hijab plasmina panjang senada dengan gamisku. Membuatku semakin cemburut dan kesal saja. Ah, rasanya gerah dan panas sekali di tubuh seksiku ini.
Biasanya aku hanya menggunakan you can see saja. Atau pakaian-pakaian seksi yang masih tren di zaman sekarang. Membuat lekuk tubuh terlihat indah. Namun, masih tetap saja tidak ada laki-laki yang mau mendekatiku.
Sekali lagi karena kemampuanku yang aneh. Membuat mereka takut untuk mengenal dan mendekatiku. Kali ini untuk pertama kalinya aku akan berbaur dengan banyak orang.
Apakah aku bisa bergaul dengan mereka? Bercanda atau curhat mungkin. Ah, rasanya itu mustahil. Karena biasanya aku hanya bergaul dengan Revan–si hantu kecil. Atau makhluk-makhluk halus yang tidak jelas itu.
"Nak, apakah kamu sudah siap?" tanya Mama sembari mengetuk pintu kamarku.
Ingin rasanya aku kabur, tetapi mau kabur ke mana? Teman atau sahabat tidak punya apalagi pacar. Dan kali ini Revan juga tidak mau membantuku. Padahal dari semalam aku sudah merengek-rengek di hadapannya.
Masa iya aku harus meminta bantuan kepada pocong persugihan itu. Seperti sarannya semalam. Untuk merasuki salah satu santri nantinya. Agar aku bisa membuktikan pada mereka. Jika selama ini aku berkata benar.
Namun, jika itu yang terjadi nantinya. Bisa-bisa semuanya bisa jadi bubar tak karauan. Pocong itu pasti meminta yang tidak-tidak padaku. Amit-amit deh kalau sampai ia minta tumbal. Terlalu mengerikan dan nekad.
"Nak, apa kamu udah siap? Dari tadi mama berkali-kali bertanya tapi kenapa tidak dijawab? Kamu baik-baik saja, kan?" Mama semakin keras mengetuk pintuku. "Mama harap kamu tidak melakukan hal yang aneh di dalam sana.
Aku menggigit jari, andai aku punya teman. Pasti sekarang diri ini tidak akan ada di sini. Kenapa hidupku sesulit ini? Rasanya aku hidup sendiri di dunia ini.
"Ya Mah, aku udah siap," jawabku sembari ke luar dari kamar.
Aku tidak yakin jika aku akan betah tinggal di sana. Pastinya fasilitas tidak akan sesuai denganku. Dan lebih menakutkan lagi di sana banyak orang. Yang mungkin saja membuatku tidak akan bisa nyaman.
Mama dan Papa menggandengku dengan penuh kasih sayang. Baru kali ini aku merasa diri ini ada dalam hidup mereka. Biasanya mereka terlalu sibuk dalam dunia bisnis atau pun politik. Hingga tidak menyadari jika aku juga butuh dukungan mereka.
🍁🍁🍁
Ternyata pesantren yang akan kutempati tidak terlalu kecil. Aku sampai lupa jika Papa adalah kolongmerat besar. Ia tidak mungkin memilihkan tempat yang rendah. Untuk putri tunggalnya yang menurutnya memiliki masalah kejiwaan.
"Assalamu'alaikum ... Kyai Husein," sapa Papa pada lelaki bersoban itu.
What? Revan ada di sini ... mau apa dia? Apakah Revan ingin menuruti permintaan? Yes ... yes ... yes ... aku akan bebas dari tempat ini. Dan membuat mereka percaya dengan semua perkataaanku selama ini. Aku tahu Revan tidak mungkin bisa menolak permintaanku.
Revan mulai mengeliling pesantren untuk mencari mangsa. Tunggu-tunggu dulu ... kenapa lelaki setengah baya itu menatap Revan dengan tajam? Seolah-olah ia mengetahui kehadiran Revan. Benar kata Revan jika tempat ini terlalu berbahaya untuknya.
Ayolah Nadya positive thinking saja, jika Revan pasti mampu mengatasi semuanya. Mungkin saja lelaki setengah baya itu hanya sedang menebar wibawa saja di depan Papa.
"Sepertinya ada tamu yang tidak diundang telah datang ke mari," ucap lelaki setengah baya itu masih mengawasi Revan.
Apakah ia memiliki kemampuan sepertiku? Ah, bodoh ... dengan itu semua. Aku tidak peduli. Pasti dalam hitungan ketiga dalam hitunganku kali ini. Akan ada yang menjerit di dalam sana. Satu ... dua ..., dan tiga.
"Hahahaha ...." Suara tawa khas anak-anak menggema di blakon itu. Revan mulai beraksi. Lanjutkan ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesantren Untuk Gadis Indigo
HumorKisah cinta antara Gus Yusuf, Nadya, dan Ruqayah