Siapa Sebenarnya Gus Yusuf Itu?

943 59 0
                                    

Ternyata pesantren yang akan kutempati tidak terlalu kecil. Aku sampai lupa jika Papa adalah kolongmerat besar. Ia tidak mungkin memilihkan tempat yang rendah. Untuk putri tunggalnya yang menurutnya memiliki masalah kejiwaan.

"Assalamu'alaikum ... Kyai Husein," sapa Papa pada lelaki bersoban itu.

What? Revan ada di sini ... mau apa dia? Apakah Revan ingin menuruti permintaanku? Yes ... yes ... yes ... aku akan bebas dari tempat ini. Dan membuat mereka percaya dengan semua perkataaanku selama ini. Aku tahu Revan tidak mungkin bisa menolak permintaanku.

Revan mulai mengeliling pesantren untuk mencari mangsa. Tunggu-tunggu dulu ... kenapa lelaki setengah baya itu menatap Revan dengan tajam? Seolah-olah ia mengetahui kehadiran Revan. Benar kata Revan jika tempat ini terlalu berbahaya untuknya.

Ayolah Nadya positive thinking saja ... jika Revan pasti mampu mengatasi semuanya. Mungkin saja lelaki setengah baya itu hanya sedang menebar wibawa saja di depan Papa.

Aku melangkah dengan gontai sembari melewati para santri yang menatapku dengan aneh. Lagi-lagi diriku dianggap aneh alias tidak waras di mata mereka. Ah, masa bodoh! Dengan semua pemikiran mereka tentangku.

Namun, kali ini setidaknya mereka sudah mengetahui jika selama ini aku tidak pernah berbohong dan halu. Dengan apa yang aku katakan tentang dunia ghoib. Jika tidak dibuktikan seperti ini maka aku selalu disudutkan oleh mereka.

Mungkin hari ini ratu halu tidak akan lagi menjadi julukanku. Ya aku memang harus bersyukur dengan rencana Mama untuk memasukanku di pesantren. Karena dengan cara ini aku bisa menunjukkan siapa diriku yang sebenarnya.

Aku mengelus-elus kepala santri itu dengan lembut. Dan membisikkan sesuatu kepada Revan agar ia segera meninggalkan tubuh santri cantik itu.

Namanya juga Revan si setan gila. Ia berusaha untuk berkilah untuk tidak mau meninggalkan jasad santri itu. Katanya kapan lagi ia merasuki gadis cantik kalau tidak hari ini. Sialan ...

Seharusnya kemarin aku sudah tahu jika Revan akan begini. Tetapi, bukan namanya Nadya kalau tidak bisa mengusir Revan dari tubuhnya.

Awas saja jika nanti ia keluar dari tubuh gadis itu. Akan langsung kutendang tubuhnya sampai melayang ke undara. Emangnya aku tidak bisa menghajarnya apa, iya memang tidak bisa sih.

"Pergi Revan!" teriakku dengan nada melengking sembari memukul-mukul santri itu.

Ah, ternyata Revan merasakannya juga karena jiwanya sekarang terhubung dengan santri itu. Revan melototiku lalu bergerak ingin menyerangku. Ah, itu tidak mungkin bisa dia lakukan. Sebandel-bandelnya Revan, dia tidak pernah melukaiku.

Revan ke luar dari tubuh santri itu dengan wujud yang menyeramkan. Bagaimana tidak menyeramkan, kali ini Revan hanya berwujud kepala dan usus yang melingkar.

Matanya sembabnya menatapku dengan tajam. Mungkin ia sedikit dongkol dengan kelakuanku. Ingin marah juga dengan Kyai Husein. Namun, ia tidak mungkin bisa membalasnya.

Tubuh santri itu mulai melemas. Dan jatuh ke tanah dalam keadaan tidak sadarkan diri. Semua orang mulai menjauh dariku mungkin mereka merasa takut.

Aku tidak peduli dengan itu semua. Toh, nantinya aku tidak mungkin jadi dipesantrenkan karena kelakuanku. Mana mungkin Kyai Husein mau menerimaku lagi. Jika pada kesan pertama saja aku sudah membuat onar. Dan menghebohkan pesantrennya.

Ah, rasanya puas melihat wajah Papa dan Mama menjadi pucat. Karena menyaksikan sesuatu yang tidak pernah mereka anggap nyata. Apa sekarang kalian baru percaya denganku, Pah, Mah?

Jika jiwaku baik-baik saja dan tidak gila. Mana bisa aku disembuhkan, Pah. Karena aku memang tidak sakit baik secara jasmani ataupun rohani. Hanya saja memiliki kelebihan khusus. Ya, hanya itu saja ....

Pesantren Untuk Gadis IndigoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang