Indigo Nadya Hilang

1.1K 70 16
                                    


❤❤❤
Yogyakarta. Apa yang melintas dalam benakmu ketika mendengar kata Yogyakarta? Ya, provinsi yang dipimpin oleh sultan bukan gubernur. Daerah yang masih sangat kental dengan kebudayaan dan tradisi Jawanya.

Aku dan Agus–si manusia kutub tiba di Yogyakarta bersama rombongan saat ufuk barat memerah.  Kota Marioboro masih terlihat sangat ramai dengan peloncong asing.

Agus tersenyum manis saat melihat segerombolan Ibu-Ibu menyambut mobilnya. Mobil kami mulai memasuki perkampungan. Namun, suasana perkampungan itu terasa sedikit seram dan mencengkram.

Aku melihat banyak orang-orang berbaju hitam memperhatikanku dengan aneh. Lalu orang-orang berbaju hitam itu menghampiriku dengan membawa peti mati. Aku berteriak, tetapi seolah-olah mulutku terkunci.

Aku meneriaki Gus Yusuf, tetapi manusia kutub itu sepertinya tak bisa mendengar teriakku. Orang-orang berbaju hitam itu semakin mendekatiku. Aku seolah-olah  keluar dari mobil karena dorongan mereka.

Langkah cepatku mengikuti langkah mereka. Seolah-olah ada magnet yang sedang menarikku ke dalam genggam mereka. Peti mati itu terbuka dengan perlahan. Aku bisa melihat dunia mereka di peti mati itu. Sepertinya aku sudah berada di dimensi lain.

"Sebenarnya apa yang kalian inginkan dariku?" tanyaku saat mereka memaksaku untuk memasuki peti itu. Baru kali ini aku baru  merasakan takut saat menghadapi mereka. Mereka hanya terdiam lalu tertawa ketus. Mereka menyeret peti mati itu dengan asal. Tubuhku terombang-ambing di dalamnya

"Gus ... Gus ... Gus Yusuf, tolooong aku," teriakku dengan gemetar dan keringat dingin sudah membasahiku sekujur tubuhku.

Rasa pegap bercampur dengan aroma busuk yang muncul di dalam peti itu.  Semakin membuatku takut dan pasrah dengan keadaanku sekarang. Entah apa sebenarnya yang mereka inginkan.

"Keluarkan aku dari sini!" titahku dengan berteriak-teriak. Aku sudah terbelengu di dalamnya. Semoga saja Gus Yusuf bisa menolongku dari jeratan mereka.

"Kami tidak bisa mengeluarkanmu dari sana. Leluhurmu sudah berjanji pada kami untuk menyerahmu. Kau tidak akan bebas dari kami," jawab salah satu dari mereka dengan ketus.

"Lepaskanlah gadis itu, wahai para jin! Kalian tidak berhak mengusik kehidupan kami. Tugasmu bukan untuk menyakiti kami, tetapi hanya menggoda." Itu suara Gus Yusuf, bagaimana dia bisa datang ke sini? Siapa yang sudah membawanya ke dimensi lain?

"Kami tidak sedang mengusik kalian. Hanya saja sedang menagih janji dulu yang tertunda. Kenapa kau harus ikut campur, wahai manusia alim? Manusia bisa memilih jalannya. Dan leluhurnya memilih jalan kami." Para jin itu bersitegang dengan Gus Yusuf.

Ternyata semuanya benar apa yang dikatakan Gus Yusuf padaku. Jika indigoku ini berkaitan dengan janji leluhurku dulu. Janji yang tertunda karena tumbal mereka harus mati terlebih dulu sebelum dikorbankan.

Ya aku ingat sekarang, Mama pernah bercerita sebenarnya ia bukanlah anak tunggal keluarga Wardhana. Uwaku meninggal karena DBD saat kakek baru saja berjaya.

Mama dipaksa untuk melakukan ritual siram bunga disetiap malamnya. Namun, Mama selalu menolaknya karena tak percaya. Dengan hal yang dianggapnya lelucon dan irasional.

Entah kenapa kakek tak memaksa Mama lagi untuk melakukan ritual itu. Dan kini aku tahu alasannya. Karena jin pesugihan itu memilihku bukan Mama.

"Kau sudah mendapatkan janji itu sedang dulu." Ya Allah ... itu suara Revan. Ternyata dialah yang membantu Gus Yusuf  untuk ke dimensi lain. "Bukankah jiwa penyembahmu telah kau jadikan budak? Lalu janji apalagi yang ingin kau tagih?"

Tiba-tiba peti matiku terbuka dengan lebar. Aku lega karena bisa melihat Gus Yusuf dan Revan lagi. Orang-orang berbaju hitam tadi sudah berubah menjadi makhluk yang menyeramkan.

Aku melihat sekeliling banyak jiwa-jiwa manusia yang telah mereka siksa. Ada yang dijadikan pagar dan keset sebagai alas kaki  mereka Jiwa-jiwa itu meronta dan meminta. Mungkin inilah akibatnya menduakan Tuhan.

"Kamu beruntung karena ada bangsa kami yang mau ikut campur. Kami tak bisa menjeratmu lagi. Kini kau tak terikat janji leluhurmu." Jin itu melirik Revan yang dari tadi sudah bersiap-siap untuk menolong kami.

Revan menghampiriku dengan tersenyum manis. "Kini tugasku sudah selesai, Kak. Mungkin kita tidak akan pernah bertemu lagi." Aku menangis dan ingin memeluknya, tetapi hantu kecil itu melarangnya. "Kakak sekarang seperti mereka. Janganlah menangis, Kak!

Hantu kecil itu terbang dan membawa kami kembali. Aku sedikit terperangah rupanya kami masih di dalam mobil. Kini aku bukan lagi gadis indigo. Semuanya telah menjadi kenangan termasuk sahabat karibku–Revan.

Sekian.

Kisah cinta Ruqayah, Gus Yusuf, dan Nadya akan berlanjut di novel ya.

Pesantren Untuk Gadis IndigoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang