San

49 10 0
                                    

Mala belum mau membuka suara bahkan saat Naher turun di depan rumahnya dari mobil yang dikendarai Hiro. Gadis itu menatap bangunan-bangunan yang berdiri kokoh dari Buah Batu hingga jalan Soekarno Hatta dari balik kaca mobil dalam diam.

"Ke rumah kamu?" tanya Mala pada akhirnya, sebab ini bukan arah jalan menuju rumahnya.

"Di rumah cuman ada Enin, Yasa, sama Shaka," ujar Hiro. Ia mengerti apa yang sedang ada dalam pikiran Mala kali ini.

"Oh iya, aku dikasih banyak skincare sama Yasa." Mala menyerah, ia tidak bisa marah pada Hiro. Entah marah karena apa sebenarnya. Namun, melihat teman perempuan Hiro yang kecewa saat laki-laki itu pada akhirnya mengajak Mala pulang benar-benar membuat Mala takut. Dari gerak-geriknya, cara pandangnya, Mala tahu teman perempuan Hiro itu menyukai kekasihnya. Yang Mala takutkan karena temannya itu lebih cantik darinya.

"Udah bilang makasih sama dia?"

"Udah, tapi sama kamu belum."

"Alah, sebelum kamu bilang 'makasih' juga aku udah bilang 'sama-sama' duluan."

"Iya gitu, kok aku nggak tau ya? Nggak pernah juga tuh denger kamu bilang gitu."

"Dalem hati."

"Ya udah deh aku mau bilang makasih, tapi jawabnya jangan dalam hati."

"Iya...."

"Makasih."

"Makasih aja?"

"Makasih se-Bandungeun."

"Sama-sama se-Jawa Barateun."

Beberapa menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi terparkir di garasi rumah Hiro, lebih tepatnya rumah orang tua Hiro.

Hiro mengajak Mala turun. Namun alangkah terkejutnya gadis itu saat sebuah SUV putih terparkir juga di garasi yang sama.

"Aku tunggu sini aja, ya?" mohonnya pada Hiro.

"Ada aku." Hiro menggenggam Mala sangat erat. Tangan gadis itu sudah basah, ia semakin mengeratkan genggamannya pada Hiro saat perempuan yang seumuran dengan ibunya sedang duduk pada sofa kasur yang terletak di ruang keluarga. "Aku nggak tau kalau Bunda udah pulang, maaf."

Perempuan yang sedang fokus menekuri laptopnya menoleh saat mendengar suara salam Hiro.

"Baru pulang, Ro?" katanya ramah setelah menjawab salam dari Hiro.

"Iya, Bunda."

Perempuan itu adalah Alin, yang Mala ketahui sebagai bundanya Hiro serta sahabat ibunya dan saudara-saudaranya yang lain.

"Eh ada Mala, kemana aja? Udah lama nggak main ya." Alin mendekap Mala, bercipika-cipiki dengan gadis itu. Setelahnya Mala tersenyum kikuk.

"Iya nih udah lama banget ya, Tante gimana kabarnya?"

"Mala!" Mala menoleh, perempuan lain menyerukan namanya. Ia berjalan terpogoh karena usianya yang semakin renta membuatnya sedikit kesulitan berjalan.

"Emmm...Tante, sebentar ya." Mala menoleh ke arah Alin, menatapnya tak enak. Alin mengangguk menyetujui.

"Assalamualaikum, Enin. Enin, Mala kangen banget sama Enin." Mala memeluk perempuan berusia tiga per empat abad erat, ia sangat merindukannya.

"Mala damang*?"
(*Sehat)

"Alhamdulillah, Enin gimana?" tanya Mala sambil memapah Laras-neneknya Hiro- ke sofa dekat Alin.

"Kemarin 'kan ke RS, dirawat tiga hari. Mala nggak tau? Pantesan nggak ada kesana."

HIROSHIMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang