1. Apresiasi

3.9K 198 87
                                    

Happy Reading!💙
____________________

Matahari telah beranjak menyinari pagi yang indah. Hari ini, tepat acara perpisahan sekolah sekalian pengambilan ijazah. Acara dimana kita benar-benar lepas dengan tempat ilmu yang kita timba.

SMA Negeri 74, banyak kenangan yang telah Aisyah lewati di tempat itu. Setelah lulus nanti, bukan berarti kita melupakan pelajaran tang telah diajarkan oleh guru-guru kita.

Baju kebaya panjang berwarna biru kehijauan telah melekat di tubuh mungil milik Aisyah. Ia sangat cantik menggunakan kebaya tersebut. Tak lupa pula dipasangkan dengan rok bermotif batik.

Pemakaian hijab senada membuatnya semakin anggun. Setelah selesai berpakaian, ia berjalan keluar kamar untuk menghampiri keluarganya di ruang tengah.

"Ndaa, adek udah selesai," ucapku sembari menghampiri mereka.

"Ya ampun cakep banget adek gue yang satu ini," pungkas Habibi mengomentari penampilan Aisyah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ya ampun cakep banget adek gue yang satu ini," pungkas Habibi mengomentari penampilan Aisyah.

Annisa meilirik tak suka kepada kembaran nya itu. "Idih. Gue nggak lo puji tadi."

"Kan lo bukan adek gue, mau banget ya gue puji cantik? Kiw!"

"Edan!"

Bunda menggelengkan kepalanya, lalu bergegas untuk menghadiri acara kelulusan di sekolah anaknya itu. Tak hanya bunda yang menghadiri acara itu, ada ayah, abang dan kakak juga yang turut hadir.

Sesampainya di sana, Aisyah beserta keluarga duduk di bangku yang telah disediakan oleh panitia.

Lihatlah samping panggung, mereka adalah orang-orang hebat yang bersedia tampil di depan orang banyak. Pasalnya, tak banyak orang yang bisa berdiri di depan panggung.

Mereka memiliki kreatifitas dan bakat yang sangat bagus. Orang hebat itu bukan dilihat dari seberapa hebat dia melawan orang lain, namun adalah dia yang bisa menggapai prestasinya dengan kemampuan masing-masing.

Perlahan tapi pasti, sebentar lagi acara akan segera dimulai. Banyak yang akan ditampilkan di acara ini, seperti tari, pidato, puisi, menyanyi, qiroat, dan lain sebagainya.

Satu demi satu, acara telah ditampilkan. Penampilan mereka sangat menghibur untuk acara perpisahan seperti ini.

"Sampailah di penghujung acara, wah udah di akhir aja ini ya. Gimana semuanya? Masih semangat? Harus semangat dong ya pastinya. Nah, sekarang waktunya kita bacakan nilai raport dan nilai ijazah tertinggi. Wah, kira-kira siapa, ya?"

Siswa-siswi yang turut hadir kini saling menatap satu sama lain, berharap agar merekalah yang mendapatkan nilai tertinggi tersebut.

"Selamat untuk ... Aisyah Humairatu Jannah dengan nilai raport tertinggi dengan rata-rata 94 dan nilai ijazah tertinggi dengan nilai 396,78. Kepada Aisyah, mohon naik ke atas panggung."

Aku mendongak. Jantungku berdegup tak karuan. Bukan! Bukan karna ada orang tampan di depanku, tapi aku terkejut ketika namaku dipanggil atas nama prestasi. Ya Allah, keagunganmu sungguh indah
Aku masih tidak menyangka, benarkah aku yang mendapatkan nilai tertinggi? Aku menoleh ke arah kanan dan kiri, aku takut itu sebuah kesalahpahaman. Ya Allah, benarkah ini? 

"Sayang, kamu dapat nilai tertinggi, selamat ya, Nak. Kamu maju dulu gih nak, udah nungguin tuh sama pembawa acaranya," ucap Khadijah, Bunda Aisyah seraya mengucapkan selamat atas keberhasilan Aisyah. Aisyah pun memeluk sang bunda dan tak lupa juga memeluk ayahnya senang.

"Iya Bun, Aisyah ke depan dulu ya." Bunda dan ayahnya mengangguki perkataan Aisyah. Teman-teman Aisyah memberikan apresiasinya melalui tepuk tangan.
Bisa dibilang, aku sangat nervous. Sedari tadi, aku tak lupa mengucapkan sepatah kata 'Alhamdulillah' atas apa yang Allah berikan saat ini. Lihatlah, Allah sangat baik telah memberikanku kesempatan dalam nikmat-Nya.

Kepala sekolah membawa beberapa hadiah, kemudian menyerahkan sebuah sertifikat dan piala kepadaku. "Aisyah, silakan berikan beberapa patah kata." 
Aku menarik napas panjang, lalu menerima mic yang diberikan oleh pembawa acara. Ku kuatkan jiwa dan hati, bismillah, aku bisa!

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang teman-teman semua!" salamku.

"Wa'alaikumussalam, siang!" jawab mereka serentak.

"Bismillah, saya ucapkan Puji syukur kepada Allah subhanahu wata'ala atas karunia dan kasih sayangnya kepada saya. Terima kasih kepada Guru guru sekalian karna telah mengajarkan saya dengan sabar dan ikhlas. Tak lupa pula, saya ucapkan terimakasih kepada keluarga Aisyah. Aisyah mohon maaf kepada teman teman sekalian atas kesalahan Aisyah. Terimakasih wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Begitulah Sambutan dari Aisyah.

Perlahan, ia turun dengan membawa beberapa hadiah di tangannya. Raut wajah teman-temannya terlihat sangat bangga pada Aisyah, begitupun dengan keluarganya. Aku cukup terkejut dengan keberhasilan yang aku raih. Menurutku, aku tidak terlalu pandai sebab aku pun masih harus banyak  belajar. Mungkin ini adalah sebagian doa dari ayah dan bunda. Terima kasih Ayah, terima kasih juga, Bunda.

Aku memberikan hadiah yang baru saja aku dapatkan kepada ayah dan bunda. Tak menunggu lama, bundanya memberikan pelukan hangat kepada gadis kecilnya itu. Walaupun Aisyah sering bertingkah manis dan sedikit manja kepada orang tuanya, ia sama sekali tak pernah membuat orang tuanya kecewa.

"Kamu hebat, Nak, bunda bangga!"
"Ayah juga bangga sama kamu, pertahankan ya, Nak. Allah selalu ada bersama kamu, jangan lupa berdoa terus sama Allah agar dimudahkan jalan dan segala urusanmu suatu hari nanti." Aisyah mengangguk. Biar Air matang yang menjadi saksi perjalanannya hingga saat ini.

Habibi mengusap pucuk kepala adiknya itu, seraya berkata, "cengeng ah! Sini peluk dulu." Tangan Habibi terbuka lebar, lalu menangkup tubuh adik kecilnya itu.
"Selamat dan semangat terus kedepannya. Abang mungkin gak bisa ngasih kamu apa-apa, Dek. Nanti abang kasih 2 buku aja ya, awas aja ngelunjak."

"Abang dateng ke sini aja Ica udah seneng, kok. Makasih atas doa-doanya ya, Bang. Hiks." Tangisnya semakin pecah. Habibi bukannya ikut menangis, justru tertawa melihat adik kecilnya itu.

Di sela-sela tawa keluarga itu, tiba-tiba saja Hana menghampiri sahabatnya itu. "Syah, kamu tadi keren banget! Aku sampe speechless liat kamu pegang hadiah tadi. Selamat ya, Syah. Kamu hebat!" pujinya, lalu memelukku erat.

"Han, kamu juga keren, tau! Makasih ya, you are the best!" Tak sadar, air di pelupuk mata Aisyah pun jatuh dengan sendirinya. Aku tahu betul bagaimana Hana menemani langkahnya hingga mendapatkan apresiasi seperti ini.

"Nak Hana dengan siapa ke sini?" tanya bunda dengan sangat hati-hati. Hana perlahan melepaskan pelukan dan menghapus jejak air matanya.

"Biasa Nda, sama kakak." Bunda mengangguk paham.

"Maaf Permisi, mau jemput Hana."

***

Jazakumullahi katsiron yang udah baca ceritaku! Dukung terus cerita Ketulusan Cinta Aisyah, yaa

See u in the next part!❤

Ketulusan Cinta Aisyah - [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang