8. Asisten Dosen

1.2K 105 15
                                    

Happy Reading!💙
___________________

"Syah, gimana? Kamu nggak dimarahin sama Pak Fauzan, kan?" tanyanya saat aku baru saja keluar dari ruang dosen.

Bukannya menjawab, aku menyodorkan 10 lembar kertas di tanganku. "Di suruh Pak Fauzan buat fotocopy, terus di kasih ke temen-temen yang lain."

Ia tidak terkejut sama sekali. Malah, ia senyum-senyum tak jelas entah apa yang dimaksud. Lihatlah, wajahnya sampai memerah karena terus-terusan senyum.

"Kamu aneh, kenapa senyum-senyum gitu?"

Gelak tawanya semakin menjadi. "Kamu nggak boleh gitu sama Pak Fauzan. Nanti jodoh bahaya, loh! Bisa-bisa, 24/7 disuruh fotocopy tugas temen-temen kelas, hahaha!"

"Semoga nggak. Dosen yang satu itu nyebelin banget. Masa ya Han, tadi pas aku masuk ke ruang dosen aku disuruh diem aja 10 menit, katanya,'tunggu sebentar ya, saya mau ketik yang ini dulu' eh taunya lama banget! Aku sebel!" kesalku.

Aku tahu, kehidupan kuliah memang tak selamanya mudah, pasti ada kesusahan di dalamnya. Salah satunya ini, aku tak tahu menau soal tugas yang diberikan dosen, tiba-tiba saja aku dipanggil untuk perwakilan per-fotocopyan ini.

Lagi dan lagi, Hana masih tertawa semakin jadi ketika melihat wajah kesal ku. "Hana! Jangan liatin, aku malu!"

"Hahaha, muka kamu merah kayak tomat kalo lagi marah, tau! Pak Fauzan kalo liat mahasiswinya kayak gini, pasti beliau juga ngakak deh, Syah! Haha!"

Tak perlu jauh-jauh, dari awal aku masuk kuliah kalau misalnya nggak nabrak Pak Fauzan, mungkin kuliah ku aman-aman aja. Nggak ada tantangan dan rintangan yang menghadang.

"Kamu mau ikut atau tetap ketawa di sini?"

Wajahku masih memerah karena kekesalan pada dosennya itu. Aku baru menyadari suatu hal. Kata bunda, kalau lagi kesal ataupun marah sama sesuatu, kita seharusnya mengucap 'astagfirullah' agar jiwa kita lebih tenang.

Marah itu datangnya dari setan. Bila kita mampu menahan marah, berarti kita tergolong orang-orang yang takut kepada Allah, karena kita bisa mengalahkan godaan setan.

"Permisi, Pak. Fotocopy ini 20 kali ya, Pak."

"Siap, Neng. Tunggu sebentar ya."

Aku mengangguki perkataan bapak itu, lalu duduk di bangku yang telah di sediakan. Aku tak sendiri, tepatnya ditemani Hana untuk mem-fotocopy tugas ini.

Banyak orang yang mengantre di sini. Ada yang mau print tugasnya, fotocopy, membeli materai, bahkan ada juga yang membeli serangkaian alat tulis.

"Ini, Neng," ucap bapak itu sembari menyerahkan lembaran-lembaran kertas fotocopy padaku.

Aku menoleh, lalu berdiri mengambil lembaran kertas tersebut. "Jadi berapa semuanya, Pak?" tanyaku.

"Jadi 40 ribu aja, Neng." Aku merogoh uang di tas ku. Aku menemukan selembar uang lima puluh ribu, lalu ku berikan pada bapak  tersebut. "ini ya, Pak."

Bapak itu menerima uang, lalu mengembalikannya uang 10 ribu. Setelah itu, aku mengucapkan terima kasih lalu pergi ke kampus untuk membagikan lembaran kertas itu pada teman-temannya.

Namun sebelum diberikannya tugas itu, ia harus mengembalikan uang kembalian pada dosennya. Bagaimanapun, itu adalah uang yang dikasih Pak Fauzan untuk fotocopy tugas kami.

"Permisi, Pak."

"Ya, ada apa? Tugasnya sudah saya kasih lewat Aisyah temanmu." Anehnya, beliau tidak melihat ke arahku sedikitpun.

"Maaf, Pak, saya Aisyah mau kembalikan uang kembalian fotocopy."

Ia sontak saja menoleh ke arahku. "Saya pikir temanmu. Kembaliannya buat kamu saja, terima kasih sudah bantu saya." Aku mengangguk dan lekas pergi dari meja Pak Fauzan.

Baru dua langkah aku berjalan, beliau menghentikan langkahku. "Tunggu sebentar."

"Ada apa ya, Pak? Ada yang harus saya bantu lagi?" Ia menggeleng, lalu memberikan sebuah buku. "Dibaca setelah selesai presentasi minggu depan."

Aku menerima buku itu, lalu tersenyum. "Terima kasih, Pak."

"Oh iya, mulai sekarang, kamu asisten saya. Tidak ada satupun penolakan. Kalau memang ingin menanyakan tugas, jangan ragu chat saya. Ya sudah, bagikan tugas itu, kasihan temanmu menunggu."

"Pak?? Saya baru masuk di sini, jangan saya Pak, yang lain aja, boleh ya Pak?" Beliau tak sedikitpun menjawab, beliau hanya tersenyum, lalu kembali ke mejanya itu.

"Ih Pak, saya tanya loh. Yang lain aja ya, Pak? Please!" pintaku sembari menyatukan kedua telapak tanganku sebagai tanda permohonan.

"Aisyah, mau saya kurangi nilainya?"

"Enggak mau! Oke." Kali ini aku mengalah. Jika tak ada satupun yang mengalah, biarlah aku yang mengalah saat ini. Lagi pula, lumayan juga buat tambah pengalaman, hehe.

Buku yang diberikan oleh Pak Fauzan masih tersegel rapi, bahkan dibungkus menggunakan kertas. Aku tak tau judul dan isi dalam buku itu apa. Perintah tetaplah perintah, aku tidak diperbolehkan baca setelah presentasi minggu depan selesai. Bersabarlah, Aisyah.

Niatnya, setelah membagikan kertas tugas ini, aku akan mencari beberapa bacaan di perpustakaan utama kampus. Namun, aku segera mengurungkan niatku. Aku ingin tugas ini cepat selesai, jadi lebih baik aku pulang ke rumah.

"Kertas yang dari Pak Fauzan aku taruh di meja depan, ya. Jangan lupa diambil." Mereka menganggukinya.

Hari ini aku hanya mempunyai satu mata kuliah saja. Jadi, aku bisa leluasa dalam mengerjakan tugas-tugas dari dosen.

Mengerjakan tugas merupakan suatu kewajiban yang dimiliki oleh siswa untuk melaksanakan tugasnya yaitu belajar yang merupakan suatu proses usaha berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu untuk mendapatkan kecakapan atau tingkah laku yang baru dengan menerima segala konsekuensi dengan penuh kesadaran.

Apalagi, posisiku sekarang adalah asisten dosen. Aku harus berusaha semaksimal mungkin untuk mengimbangkan pengajaran dari dosen.

Tugas menjadi asisten dosen sebetulnya tidak terlalu banyak. Hanya saja, kita harus lebih baik dalam memenajemen waktu. Ingat dengan kata-kata 'waktu adalah uang'? Kita sangat familiar dengan kata-kata tersebut.

Kata tersebut menggambarkan betapa pentingnya waktu dalam kehidupan kita. Arti spesifik dalam kata 'waktu adalah uang' itu jangan pernah menyia-nyiakan waktu, jangan tunda pekerjaan, jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Selagi ada waktu, kerjakanlah.

***

Jazakumullahi katsiron yang udah baca ceritaku. Dukung terus cerita Ketulusan Cinta Aisyah.

See u in the next part!❤

Ketulusan Cinta Aisyah - [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang